Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Teman atau Saingan? Kenali Ciri Teman yang Diam-diam Kompetitif

ilustrasi menghibur teman yang sedih (pexels.com/karolinagrabowska)
ilustrasi menghibur teman yang sedih (pexels.com/karolinagrabowska)
Intinya sih...
  • Teman sejati memberikan dukungan tulus atas pencapaianmu, bukan meremehkan atau menyepelekan.
  • Pujian dari teman kompetitif sering terdengar seperti sanjungan, tapi sebenarnya menyampaikan penilaian negatif secara halus.
  • Teman kompetitif sering meniru langkahmu hanya untuk membuktikan bahwa mereka bisa melakukannya lebih baik, bukan karena ketertarikan yang tulus.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Persahabatan idealnya menjadi ruang aman untuk saling mendukung dan tumbuh bersama. Namun, tidak semua teman menunjukkan niat yang sepenuhnya tulus. Beberapa di antaranya justru membawa nuansa persaingan tersembunyi yang bisa menguras energi emosional.

Kadang, sulit dibedakan apakah seseorang benar-benar teman sejati atau hanya bersembunyi di balik persahabatan demi merasa lebih unggul. Sebelum larut terlalu jauh, ada baiknya kenali tanda-tanda halus yang bisa memberi petunjuk, apakah mereka benar-benar teman atau diam-diam saingan? Yuk, cari tahu lewat artikel berikut!

1. Sering meremehkan kesuksesanmu

ilustrasi kedua wanita bercengkrama (pexels.com/tirachardkumtanom)
ilustrasi kedua wanita bercengkrama (pexels.com/tirachardkumtanom)

Teman sejati biasanya menunjukkan dukungan tulus saat kamu mencapai sesuatu yang membanggakan. Namun, teman yang diam-diam kompetitif justru merespons dengan meremehkan atau menyepelekan pencapaianmu. Mereka cenderung mengatakan hal-hal seperti, “Itu biasa aja” atau “Aku juga pernah, bahkan lebih susah dari itu”.

Meskipun terdengar sepele, respons seperti ini bisa membuatmu meragukan pencapaian sendiri. Mereka tampaknya sulit merasa bahagia untuk orang lain karena sibuk membandingkan diri. Jika ini terjadi terus-menerus, kamu bisa merasa tidak pernah cukup dalam hubungan tersebut.

"Kamu berhasil mendapatkan apartemen yang selama ini diidamkan. Kamu juga lolos ke program bergengsi yang banyak orang impikan. Teman sejati akan ikut senang dan memberikan dukungan penuh atas pencapaian tersebut," kata Layne Baker, LMFT, terapis berlisensi dari Los Angele, dilansir SELF.

2. Suka memberi pujian yang terdengar menyindir

ilustrasi kedua wanita bercengkrama (pexels.com/cliffbooth)
ilustrasi kedua wanita bercengkrama (pexels.com/cliffbooth)

Pujian mereka sering terdengar seperti sanjungan, tapi jika diperhatikan lebih dalam, sebenarnya ada nada menyindir. Kalimat seperti, “Keren juga kamu bisa pakai warna itu, aku sih gak berani”, sebenarnya menyampaikan penilaian negatif secara halus. Ini membuat kamu bingung, apakah harus senang atau justru merasa tidak percaya diri.

Cara ini sering digunakan untuk tetap terlihat ramah, tapi tetap membuatmu merasa lebih rendah. Mereka bisa saja merasa tidak nyaman dengan rasa percaya dirimu, lalu mencoba menurunkannya tanpa terlihat frontal. Jika kamu sering merasa tidak enak setelah dipuji, bisa jadi ini yang sedang terjadi.

3. Selalu ingin menyamai atau melebihi ceritamu

ilustrasi kedua wanita berbincang (pexels.com/augustderichelieu)
ilustrasi kedua wanita berbincang (pexels.com/augustderichelieu)

Teman yang kompetitif sering merasa harus selalu punya cerita yang lebih hebat daripada milikmu. Ketika kamu berbagi sesuatu yang menyenangkan atau membanggakan, mereka langsung menimpali dengan pengalaman pribadi yang lebih dramatis atau mengesankan. Misalnya, saat kamu cerita lelah kerja, mereka buru-buru mengatakan mereka jauh lebih sibuk dan kurang tidur.

"Keinginan yang berlebihan untuk selalu menjadi yang terbaik ini sudah melewati batas wajar dan masuk ke dalam perilaku yang bersifat toksik, bukan lagi sekadar membandingkan diri seperti umumnya," kata Baker.

Awalnya mungkin terlihat seperti ingin berbagi, tapi lama-lama kamu sadar mereka tak benar-benar mendengarkan. Mereka lebih sibuk menunggu giliran untuk membuat percakapan kembali fokus pada diri mereka. Hal ini bisa melelahkan dan membuatmu merasa hubungan tidak setara.

4. Meniru, tapi berniat menyaingi

ilustrasi wanita Jepang (pexels.com/satoshi)
ilustrasi wanita Jepang (pexels.com/satoshi)

Meniru gaya hidup atau pilihan teman sebenarnya wajar selama itu dilakukan karena ketertarikan yang tulus. Namun, teman kompetitif kerap meniru sesuatu yang kamu lakukan hanya untuk membuktikan bahwa mereka bisa melakukannya lebih baik. Misalnya, setelah kamu cerita ingin kuliah S2, mereka tiba-tiba ikut mendaftar padahal sebelumnya tak tertarik.

Alih-alih merasa terinspirasi, kamu justru merasa seperti sedang diawasi dan ditiru terus-menerus. Mereka menjadikan langkahmu sebagai tolok ukur untuk menyaingi, bukan karena ingin tumbuh bersama. Dalam jangka panjang, ini bisa menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam hubungan.

5. Berusaha menjatuhkanmu diam-diam

ilustrasi bergosip (unsplash.com/benwhitephotography)
ilustrasi bergosip (unsplash.com/benwhitephotography)

Rasa cemburu dan iri bisa membuat teman kompetitif diam-diam berusaha menjatuhkanmu. Mereka mungkin sengaja tidak mengundangmu ke acara penting karena takut kamu mendapat perhatian lebih. Bahkan, bisa saja mereka menasihati kamu agar menolak kesempatan bagus atau memengaruhi keputusan pribadimu dengan cara yang merugikan.

Motif utamanya adalah menjaga agar kamu tidak lebih bersinar dari mereka. Sikap ini tidak hanya berbahaya, tapi juga merusak kepercayaan dalam pertemanan. Jika kamu merasa ada yang aneh dengan sikap mereka dan mulai merasa dirugikan, penting untuk mengambil jarak dan mengevaluasi kembali hubungan tersebut.

Menjalin persahabatan yang sehat membutuhkan rasa saling mendukung, bukan persaingan. Jika kamu merasa lelah karena harus terus membuktikan diri atau merasa tidak nyaman dengan keberhasilanmu sendiri, mungkin sudah saatnya untuk menetapkan batasan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us