Fase KDRT yang Mungkin Dialami Seseorang hingga Memaafkan Pelakunya

kalau kamu mengalami KDRT, segera lapor ke pihak berwajib

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kian santer dibicarakan karena tengah dialami oleh salah satu pedangdut Indonesia, Lesti Kejora. Setelah melaporkan suaminya atas kasus KDRT, Lesti mencabut laporan tersebut dan memilih kembali kepada keluarganya. 

Jika kamu bertanya-tanya mengapa korban bisa mencabut laporannya, mungkin beberapa fase KDRT di bawah ini dapat menjelaskan mengenai hal tersebut. Mau tahu apa saja fase yang dialami korban KDRT? Simak dalam artikel ini, ya!

1. Mengenal KDRT, kekerasan domestik yang tidak hanya melukai fisik korbannya

Fase KDRT yang Mungkin Dialami Seseorang hingga Memaafkan Pelakunyailustrasi berkelahi (pexels.com/Yan Krukov)

Menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, KDRT didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan kerap dianggap sebagai hal yang tabu, sehingga korban yang mengalami tindakan tersebut, memilih diam daripada melaporkan ke pihak berwajib. Fase atau pola perilaku yang dialami oleh korban KDRT, juga dapat menjelaskan mengapa korban kekerasan dosmetik sulit lepas dari hubungan yang melukainya.

2. Fase ketegangan atau tension

Fase KDRT yang Mungkin Dialami Seseorang hingga Memaafkan Pelakunyailustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/Alex Green)

Pada tahap ini, pelaku kekerasan mengalami banyak pemicu stres atau stresor eksternal yang menumpuk di dalam diri pelaku. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Very Well Mind. Misalnya masalah keuangan, pekerjaan, hingga kesehatan fisik. 

Stresor eksternal tersebut dapat memicu rasa frustasi dari pelaku dan menumbuhkan rasa amarah yang tak terkendali. Biasanya, pada fase ini, korban kekerasan jadi pihak yang menenangkan dan meredakan ketegangan, namun juga mengalami kecemasan sambil berharap amarah pasangannya tidak meledak.

3. Fase insiden

Fase KDRT yang Mungkin Dialami Seseorang hingga Memaafkan PelakunyaIlustrasi kekerasan perempuan (IDN Times/Sukma Shakti)

Ketegangan yang telah menumpuk, dilepaskan oleh pelaku untuk membantu mereka merasa seolah memiliki kekuatan dan kendali lagi. Pada tahap ini, pelaku mulai melakukan tindakan seperti menghina, mengancam, melakukan tindakan kekerasan, dan memanipulasi pasangan secara emosional. 

dm-player

Pada tahap ini, pelaku juga menyangkal perbuatannya dan mengalihkan kesalahan pada pasangannya. Misalnya, menyalahkan korban sebagai pemicu amarahnya karena sikap yang kurang baik. 

Baca Juga: 5 Tindakan yang Termasuk dalam KDRT, Segera Akhiri!

4. Fase rekonsiliasi

Fase KDRT yang Mungkin Dialami Seseorang hingga Memaafkan PelakunyaIlustrasi bermaafan (Unsplash/Priscilla Du Preez)

Angelica Bottaro, penulis kesehatan dalam Very Well Mind, menjelaskan tahap ketiga dari kekerasan domestik, yakni rekonsiliasi. Tahap rekonsiliasi biasanya terjadi beberapa waktu setelah tindak kekerasan terjadi dan ketegangan mulai berkurang. 

Pelaku kekerasan akan bersikap baik, menawarkan hadiah, dan bersikap penuh kasih sayang. Tahap ini mirip dengan fase bulan madu, di mana orang-orang berada dalam perilaku terbaik mereka di awal-awal hubungan.

Korban kekerasan yang berada pada fase ini, akan melepaskan hormon perasaan senang dan cinta karena merasakan kebaikan ekstra dan cinta dari pasangannya. Pelepasan hormon yang terjadi pada fase ini, membuat mereka merasa kembali dekat dengan pasangannya dan seolah-olah semuanya telah kembali normal. 

5. Fase calm atau tenang

Fase KDRT yang Mungkin Dialami Seseorang hingga Memaafkan Pelakunyailustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/Odonata Wellnesscent)

Pada fase ini, pelaku mengaku menyesal melakukan perbuatan kekerasan dan menyalahkan faktor eksternal sebagai pemicu tindakan KDRT yang dilakukannya. Biasanya, pelaku akan menunjukkan rasa penyesalannya dan berjanji tidak akan melakukan kekerasan lagi. 

Pelaku kekerasan juga berjanji untuk lebih mencintai pasangannya dan memahami kebutuhannya. Melansir dari Verry Well Mind, hal ini akan membuat korban percaya bahwa kekerasan yang dialami tidak seburuk yang diperkirakan. 

Korban juga membantu meredakan ketegangan dan pelaku akan meyakinkan bahwa perilaku kasar tersebut hanya bagian dari masa lalu. Tahap inilah yang akan membuat korban mempercayai kembali pasangan yang melakukan kekerasan kepadanya. 

Tahapan di atas mungkin dapat menjelaskan mengapa korban KDRT akan mengalami kesulitan untuk lepas dari hubungannya. Apabila kamu mengalami kekerasan oleh pasangan, jangan ragu untuk melapor kepada pihak berwajib untuk mendapatkan perlindungan.

Baca Juga: Penyebab KDRT pada Perempuan, Salah Satunya karena Perselingkuhan

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya