Kekerasan Berbasis Gender Online Rentan Dialami Perempuan dan Jurnalis

Diperlukan pemahaman yang kuat akan isu tersebut

Jakarta, IDN Times - Perkembangan teknologi menimbulkan beragam manfaat, namun juga mendatangkan berbagai permasalahan dalam kehidupan. Misalnya memungkinkan seseorang mengalami kekerasan berbasis gender yang terjadi secara daring.

Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) kian hangat diperbincangkan sebab banyak dialami oleh perempuan, anak-anak, hingga menyasar profesi tertentu. Sayangnya, pemahaman mengenai kasus KBGO masih rendah dan belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Untuk itu, media dan profesi jurnalis menjadi pihak yang memiliki peran besar untuk mengedukasi dan mengambil bagian terhadap penanganan kasus KBGO. 

Melalui sharing session yang diinisiasi oleh Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) pada Sabtu (23/9/23), isu KBGO dibahas secara lebih mendalam. Diskusi interaktif melalui sudut pandang jurnalis mengangkat tema 'KBGO Masih Mengancam: Mengapa Kita Harus Terus Mengedukasi Masyarakat Soal Ancaman Ini'.

1. Memahami KBGO dan jenisnya yang banyak dialami perempuan

Kekerasan Berbasis Gender Online Rentan Dialami Perempuan dan Jurnalisilustrasi kejahatan siber (pexels.com/Mikhail Nilov)

Kekerasan dapat terjadi melalui berbagai medium dan menyesar kelompok tertentu, termasuk gender yang dianggap lemah dan minoritas. KBGO secara spesifik mengangkat ancaman yang terjadi melalui teknologi berbasis internet terhadap gender tertentu. 

Sayangnya, meski kasus kekerasan di ranah digital banyak dialami oleh gender yang dianggap lemah, pemahaman mengenai fenomena ini masih rendah. Sebagaimana disampaikan oleh Devi Asmarani, Pimpinan Redaksi Magdalene, yang menilai KBGO masih belum dipahami secara luas. 

"Apa bedanya kekerasan berbasis gender online dengan kekerasan online? Itu sama dengan bedanya kekerasan biasa dengan kekerasan berbasis gender, yaitu ada unsur gendernya. Jadi yang ditargetkan ini, jadi kekerasan ini dia menargetkan seseorang karena gendernya atau dia mengangkat sisi dimensi gender dari seseorang tersebut. Jadi makiannya, hinaannya, atau kekerasan yang dilakukannya itu ada hubungannya dengan gendernya. Itu yang membuat kekerasan berbasis gender online itu memang akhrinya yang lebih rentan, perempuan atau gender minoritas atau orang-orang dengan misalnya seksualitas yang menioritas," ungkap Devi. 

Pandangan terhadap KBGO yang masih rendah dan minim dapat mempengaruhi penyelasaian masalah dan identifikasi kasus yang terjadi pada setiap individu. Orang yang mengalami kekerasan secara daring kerap kali tidak memahami bahwa ancaman yang dialaminya termasuk dalam kejahatan menggunakan media digital berbasis gender. 

Pada kesempatan yang sama Devi turut menjelaskan jenis-jenis dari KBGO yang telah banyak dialami oleh masyarakat baik secara sadari maupun tidak sadar. Berbagai kejahatan KBGO misalnya, revenge porn atau penyebar luasan foto maupun video seksual yang digunakan sebagai ancaman.

Ada juga cyber hacking yakni kejahatan di dunia maya yang bertujuan mengambil foto pribadi untuk disalahgunakan. Kemudian adapula impersionisasi, stalking atau penguntitan, hingga scammer.

2. KBGO juga menyasar anak di bawah umur yang rentan mengalami kekerasan. Edukasi masyarakat diperlukan untuk mencegah kejahatan

Kekerasan Berbasis Gender Online Rentan Dialami Perempuan dan JurnalisDiskusi FJPI dengan tema 'KBGO Masih Mengancam: Mengapa Kita Harus Terus Mengedukasi Masyarakat Soal Ancaman Ini'. (23/9/23) (IDNTimes/Dina Fadillah Salma)

Dalam diskusi interaktif yang dihadiri jurnalis dari berbagai media tersebut, Diana Saragih, Koordinator divisi media digital FJPI juga menyampaikan berbagai kasus KGBO di Indonesia. Kejahatan daring tersebut ternyata dapat dialami oleh anak di bawah umur. 

"Di Medan, di daerah, di luar Jakarta, itu yang paling dapat fokus aku itu di elemen usia. Kalau paksaan itu pasti terjadi pemaksaan, kemudian kurangnya persetujuan atau konsen, tetapi di usia ini yang sebenarnya paling rentan. Kalau kita di usia dewasa, di atas 21 tahun, kita mempunyai keberanian untuk bicara sama teman, kolega, atau mencari cara untuk mencari bantuan. Tetapi kalau di bawah umur, 18 tahun ke atas, pelajar terutama, itu lebih rentan tidak terangkul. Mereka justru merasa, tidak tahu bahwa itu adalah kekerasan," Diana menyampaikan dalam diskusi. 

KBGO masih kurang dipahami anak dan orangtua karena jenis kejahatan ini umumnya terjadi di media digital. Sehingga pengawasan orangtua terhadap anak juga masih rendah karena dalam lingkup privat. 

Menghindari KBGO pada anak yang terus berlanjut, Diana menekankan pentingnya edukasi pada seluruh pihak terkait terutama orangtua, "Orangtua adalah pihak pertama yang paling diharapkan oleh korban anak KBGO untuk mendapatkan bantuan. Jadi ketika orangtua ini tidak terpapar edukasi, pemahaman tentang KBGO dan bagaimana menanganinya dengan baik, itu justru akan menjadi boomerang baru karena orangtua akan menjadi orang yang pertama sekali menyerang balik anaknya."

Proses transfer pemahaman mengenai kekerasan digital sebaiknya tak hanya dilakukan pada pihak tertentu, namun perlu menyasar masyarakat secara luas. Sebab, kekerasan berbasis teknologi mungkin saja belum dikuasai dengan baik cakupan-cakupannya oleh orang awam. 

"Edukasi ini kita memang tidak bisa di ruang-ruang eksklusif. Kita memang harus ke sekolah, ke kampus, karena kesadaran dan pemahaman tentang KBGO ini masih sangat eksklusif," tambah Diana seraya menegaskan pentingnya edukasi dan sosialisasi di ranah publik.  

dm-player

3. Peran media dan jurnalis dalam pengentasan KBGO bagi masyarakat luas

Kekerasan Berbasis Gender Online Rentan Dialami Perempuan dan JurnalisDiskusi FJPI dengan tema 'KBGO Masih Mengancam: Mengapa Kita Harus Terus Mengedukasi Masyarakat Soal Ancaman Ini'. (23/9/23) (IDNTimes/Dina Fadillah Salma)

Media memiliki peran yang besar terhadap proses sosialisasi dan edukasi mengenai KBGO. Termasuk di dalamnya, profesi jurnalis sebagai pihak yang diharapkan dapat mengambil peran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan isu tersebut. 

"Betul bahwa pengetahuan jurnlias sendiri tentang KBGO tentu saja harus lebih kuat. Karena dengan begitu, dia bisa menuliskan dengan lebih baik, bisa mencermati yang disekitarnya dan memeberi label dengan lebih baik. Ketika kita sebagai jurnalis menulis dengan baik, maka itu bagian dari upaya kita melakukan edukasi kepada publik," ungkap Citra Dyah Prastuti, selaku Pimpinan Redaksi KBR58H. 

Selain pengetahuan yang dikuasai oleh jurnalis, instrumen internal dari perusahaan atau organisasi media juga diperlukan. Disebutkan Citra instrumen seperti SOP (Standar Operasional Prosedur), kode etik, dan sejenisnya dari perusahaan akan menunjang pemahaman jurnalis terkait kekerasan gender berbasis online

Jurnalis rentan mengalami KBGO karena dalam menyampaikan informasi atau berita berpotensi menyinggung kelompok tertentu. Untuk itu, instrumen tegas mengenai kekerasan berbasis gender sangat diperlukan agar kasus seperti doxing hingga tindakan yang bertujuan mendiskreditkan profesi jurnalis dapat terhindarkan. 

Zulfiani Lubis, Pimpinan Redaksi IDN Times turut menyampaikan, IDN Media sebagai perusahaan media siber telah menerapkan SOP kekerasan seksual dan menyediakan pendampingan terhadap korban dengan menghadirkan mental health counselor. Hal tersebut menjadi bentuk komitmen dalam melindungi karyawan terhadap kekerasan seksual baik secara daring maupun luring. 

Baca Juga: 5 Red Flag Fatal Menandakan Kekerasan Emosional Hubungan Asmara

4. Jurnalis perempuan kerap alami kekerasan karena berbasis gender karena unsur personal hingga politik

Kekerasan Berbasis Gender Online Rentan Dialami Perempuan dan JurnalisDiskusi FJPI dengan tema 'KBGO Masih Mengancam: Mengapa Kita Harus Terus Mengedukasi Masyarakat Soal Ancaman Ini'. (23/9/23) (IDNTimes/Dina Fadillah Salma)

Jurnalis perempuan rentan mengalami kekerasan berbasis gender karena kultur patriarki yang masih kuat. Akibatnya, profesi itu kerap ditargetkan mengalami gender based violence karena adanya kepentingan personal, unsur politik, atau target gender dari audiens. 

"Jurnalis perempuan memang sangat rentan terhadap kekerasan. Termasuk kekerasan online karena gender mereka. Ini bersangkutan dengan dunia yang masih patriarkal, yang dimana perempuan itu masih sangat rentan di ruang publik, apapun yang mereka lakukan, terutama karena jurnalisme ini adalah sebuah profesi yang bener-bener direct di ruang publik, kita menampilkan berita, menyampaikan pesan dan berita yang kemungkinan tidak semua orang suka, ditambah lagi karena gender kita, itu membuat kita semakin rentan," kata Devi yang turut menegaskan bahwa perempuan kerap ditargetkan mengalami gender based violence karena sisi keperempuanannya atau gendernya. 

5. Apa yang harus dilakukan jika menjadi korban KBGO?

Kekerasan Berbasis Gender Online Rentan Dialami Perempuan dan JurnalisDiskusi FJPI dengan tema 'KBGO Masih Mengancam: Mengapa Kita Harus Terus Mengedukasi Masyarakat Soal Ancaman Ini'. (23/9/23) (IDNTimes/Dina Fadillah Salma)

Apabila kamu atau orang di sekitarmu mengalami KBGO, terdapat beberapa langkah yang dapat di tempuh agar proses hukum dapat berjalan. Devi sampaikan langkah yang harus dilakukan bila seseorang mengalami kasus kekerasan. 

"Kalau di undang-undangan TPKS kan sudah ada pasal yang mengatur tentang kekerasan seksual yang dilakukan secara daring itu ada di pasal 14 ayat 1. Bisa dilihat di situ misalnya melakukan perekaman yang bermuatan seksual, menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan seksual, dan melakukan penguntitan, dan sebagainya. Terus ada di atur tentang lata bukti apa yang bisa dipakai dan sebagainya. Intinya, kalau kita mengalami, kita berada dalam posisi atau dalam situasi di mana kita menjadi korban, itu yang paling utama harus kita lakukan adalah mendokumentasikan. Jadi ya itu memang penting kita men-screen shoot, terus kita memvideokan apapun itu, setidaknyaman pun itu yang paling penting. Kemudian ya tadi saya sangat kagum banget dengan IDN Times punya konseler internal, kasih bantuan untuk diri sendiri dulu karena kalau misalnya kita mau langsung ke hukum dulu tetapi kita belum kuat, itu akan bahay. Kita harus dapatkan pendampingan dulu. Nah, mendapatkan pendampingannya itu bisa melalui organisasi atau institusi yang memang bergerak di bidang ini. Kemudian  dilapor dan dipastikan pelaku diblokir dan melaporkan, itu yang utama," terang Devi.

Pemahaman perempuan terhadap kejahatan berbasis gender sangat diperlukan untuk membentengi diri sendiri dan orang di sekitar dari kekerasan yang menargetkan gender tertentu. Selain itu, regulasi dan kebijakan menjadi dukungan yang tegas bagi pihak yang rentan mengalami KBGO. 

"Ini memang yang disasar itu gendernya kita, perempuan. Karena patriarki itu menganggap bahwa perempuan itu lemah, tidak bisa melawan baik, nah kita mau mencoba untuk meng-counter itu dengan melawan balik. Jadi ketika kita sudah punya instrumen, SOP tadi untuk melakukan perlawanan terhadap kekerasan seksual yang kita alami atau orang-orang terdekat kita alami, kita bisa lebihpercaya diri apalagi saat ini sudah banyak organisasi media, organisasi perempuan, LSM yang bisa membantu kita untuk mendobrak itu," selaras dengan itu, Citra sampaikan pentingnya instrumen penegakan kekerasan berbasis gender. 

"Organisasi perempuan yang kuat akan menjadi tempat yang paling aman kita untuk  bersuara dan melakukan gerakan-gerakan, karena ketika kita merasa sendiri, itu sekuat apapun akan loyo di tengah perjalanan. Tapi ketika ada sebuah jejaring yang kuat, ada support system yang mensuport kita secara terus menerus, itu akan menjadi lebih nyaman untuk kita melakukan perlawanan balik terhadap kekerasan seksual yang dialami," tutup Citra. 

Baca Juga: IDN Media Berkomitmen Lindungi Karyawan dari Pelecehan Seksual

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya