Kontribusi Fish Go bagi Negeri Menuju Nelayan Berdasi

Mengemban misi membuat nelayan tradisional lebih sejahtera

Bukan lautan hanya kolam susu

Kail dan jala cukup menghidupimu

Tiada badai tiada topan kau temui

Ikan dan udang menghampiri dirimu


Lirik lagu lawas bertajuk "Kolam Susu" yang dipopulerkan Koes Plus tersebut menggambarkan kehidupan makmur dari hasil melaut. Sayangnya, kondisi saat ini tidak lagi sesuai, terutama nasib nelayan kecil.

Adanya perkembangan teknologi dan beberapa peraturan baru justru membuat nelayan tradisional khawatir. Seperti kebijakan Penangkapan Ikan Teratur (PIT) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023. Berdasarkan pasal 15 ayat (2) PP 11/2023, nelayan kecil atau nelayan tradisional memiliki hak untuk menangkap ikan di semua zona, khususnya Daerah Tangkapan Ikan di atas 12 mil laut.

Sejumlah nelayan tradisional khawatir, karena peraturan tersebut menciptakan persinggungan wilayah penangkapan ikan dengan kapal perikanan besar. Di sisi lain, nelayan kecil kerap menggunakan cara tradisional, seperti melihat rasi bintang, menggunakan jaring, dan harus mencari lokasi terbaik untuk menangkap ikan. Alhasil, membutuhkan waktu lama, sedangkan hasil tangkapannya tidak seberapa.

Fenomena tersebut dapat terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Bali yang sektor pariwisatanya sudah mendunia. Ketimpangan semakin tampak nyata, ketika hotel, restoran berdiri megah, dan banyak turis menyantap hidangan laut yang lezat. Berbanding terbalik dengan kehidupan nelayan tradisional di Bali yang jauh dari kata layak.

Ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat Bali itu menggugah dan menginspirasi seorang pemuda, I Gede Merta Yoga Pratama untuk membuat perubahan. Pemuda yang akrab disapa Yoga ini ingin membantu nelayan kecil untuk hidup lebih layak.

Baca Juga: Fish Go Bantu Nelayan Tingkatkan Hasil Tangkapan dengan Teknologi

1. Berawal dari proyek lapangan, melahirkan teknologi tepat guna

Kontribusi Fish Go bagi Negeri Menuju Nelayan Berdasipotret Yoga Pratama bersama Tim FishGO dan nelayan setempat melakukan survei lapangan (instagram.com/mertayogapr)

I Gede Merta Yoga Pratama saat itu tengah mengenyam pendidikan sarjana di Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Semasa kuliah, lebih tepatnya pada 2017, ia sedang menggarap proyek lapangan. Ia mendapati kehidupan nelayan tradisional di Pulau Dewata tidak selaras dengan pesatnya perkembangan pariwisata. 

Realitas di lapangan menggugah hatinya untuk memberikan kontribusi bagi tanah kelahirannya. Niatnya semakin teguh setelah mengikuti pertukaran pelajar di Jepang pada tahun yang sama. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Jepang merupakan salah satu negara maju yang menggunakan berbagai teknologi dalam kehidupan masyarakatnya, termasuk nelayan.

Yoga mendapati teknologi untuk perikanan tangkap sudah berkembang pesat di sana. Ditambah dengan pengetahuannya tentang metode pendeteksi keberadaan ikan secara ilmiah. Hal ini melahirkan keinginan untuk menerapkan ilmu yang diperolehnya supaya bermanfaat bagi masyarakat luas. 

Tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mewujudkan mimpi tersebut. Ia harus menghadapi berbagai tantangan untuk menghasilkan teknologi tepat guna yang bermanfaat bagi nelayan tradisional di Bali. 

2. Fish Go, aplikasi berbasis navigasi untuk nelayan tradisional

Kontribusi Fish Go bagi Negeri Menuju Nelayan Berdasiilustrasi tampilan aplikasi FishGO (instagram.com/fishgo.id)

Yoga bersama dua orang kawannya menginisiasi teknologi berbasis website bernama Fish Go. Namanya terinspirasi dari Pokemon GO, permainan berbasis mobile yang rilis pada 2016 lalu. Fish Go memanfaatkan sistem informasi geografis dengan menggunakan hasil pengolahan data citra satelit hingga pembuatan model. Sedangkan hasilnya berupa titik koordinat dan area keberadaan ikan.

Sayangnya, Fish Go berbasis website dianggap belum efektif bagi nelayan saat melaut. Yoga bersama rekannya harus melakukan riset dan penyesuaian dengan kondisi nelayan di lapangan. Kemudian, langkah ini melahirkan Fish Go berbasis aplikasi mobile yang lebih mudah dioperasikan.

“Nelayan di Bali terbiasa menggunakan handphone di tengah laut untuk mendengarkan radio atau menghubungi keluarga di rumah. Mereka merupakan nelayan one day fishing dengan jarak tangkap dan ukuran tangkap kecil,” jelas Yoga saat diwawancarai pada Sabtu (30/9/2023). 

Aplikasi Fish Go memiliki alur lebih sederhana. Nelayan tradisional yang ingin melaut dapat memilih jenis ikan dan lokasi keberangkatan. Kemudian, Fish Go akan memberikan informasi berupa jarak dari garis pantai sebagai lokasi keberadaan ikan dan waktu yang tepat untuk melaut. Informasi tersebut berdasarkan waktu optimum ikan berkumpul yang diperoleh dari data suhu permukaan air laut dan klorofil-a.

Suhu permukaan air laut berdasarkan hasil prediksi dari citra satelit harian selama 10 tahun. Data tersebut sebagai indikator kondisi fisiologi ikan nyaman untuk hidup. Sedangkan klorofil-a, menunjukkan lokasi ikan mencari makan. Kedua data tersebut ditumpang susun untuk memperoleh area potensial yang disampaikan sebagai informasi kepada nelayan.

Supaya dapat menghasilkan prediksi sesuai standar, mereka membutuhkan koordinat penangkapan ikan di area yang sama selama 3 bulan. Kalau sudah ada data itu, kami bisa melakukan prediksi.

3. Pemasyarakatan tidak luput dari penolakan

Kontribusi Fish Go bagi Negeri Menuju Nelayan Berdasipotret Yoga Pratama memperkenalkan FishGO kepada nelayan (instagram.com/mertayogapr)

Perjalanan Yoga dan kawan-kawannya masih panjang, memperkenalkan Fish Go sebagai teknologi baru di tengah masyarakat tidak mudah. Bahkan, ia mengalami penolakan keras dari para nelayan.

dm-player

Selama 2017 hingga 2018, pemuda yang pernah menerima beasiswa LPDP itu harus melakukan berbagai cara untuk bisa dekat dengan nelayan di Bali. Seperti pura-pura merokok demi memperkenalkan Fish Go. Padahal, ia bukanlah perokok.

“Butuh waktu 2 tahun untuk kita meyakinkan, karena ada trial and error. Sampai harus memberi rokok dan biaya melaut untuk uji coba,” ungkapnya.

Perjalanan bersama Tim Fish Go terasa sulit, hingga harus berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah, Dinas Perikanan, dan Balitbang Kabupaten Badung. Kerja sama mereka selama beberapa tahun pun berbuah manis. Alhasil, pada Juni 2019 ada pengguna pertama Fish Go yang teregistrasi secara resmi. Jumlah tersebut terus meningkat dan mencapai angka 326 pengguna pada tahun pertama.

“Kita niatnya membantu nelayan, tapi tidak boleh mengabaikan bahwa ada kemungkinan gagal. Makanya untuk menghasilkan prediksi yang baik, keakurasian data, sistemnya yang harus dibuat agak kompleks. Ada berbagai komponen yang harus dianalisis untuk menghasilkan prediksi yang baik,” terang Yoga lebih lanjut.

Pada tahun berikutnya, yakni 2020 dan 2021, masing-masing meningkat menjadi 1.047 pengguna dan 2.180 pengguna. Selain itu, hasil tangkapan serta pendapatan nelayan tradisional juga meningkat. Dari rata-rata 60 kg per hari pada 2019 menjadi 120 kg per hari pada 2021. Sedangkan pendapatan bersih mencapai Rp174.000 pada 2019 dan Rp370.000 pada 2021.

Baca Juga: Fish Go Idaman, Nelayan Senang karena Paham di Mana Ikan Berenang

4. Kehadiran FishGO mengangkat nelayan kecil menuju kehidupan yang lebih layak

Kontribusi Fish Go bagi Negeri Menuju Nelayan Berdasihasil tangkapan ikan nelayan kecil di Bali setelah menggunakan FishGO (fishgo.id)

Kehadiran Fish Go mampu menyelesaikan tiga masalah utama yang sebelumnya dialami nelayan kecil. Mulai banyaknya nelayan yang belum mengetahui lokasi ideal, waktu terbaik, dan rute yang aman untuk melaut. Pasalnya, Fish Go tidak hanya berfungsi sebagai navigasi, tapi juga memberikan informasi cuaca dan kecepatan angin.

Saat ini, tercatat sekitar 350 pengguna harian yang aktif dari sekitar 3000 pengguna pada 2023. Sedangkan informasi jenis ikan yang terdeteksi menggunakan Fish Go masih berupa baby tuna, lemuru, dan kenyar. Sebab, ketiga jenis ikan tersebut berenang bergerombol dan mencari makan di permukaan, sehingga mudah ditangkap oleh nelayan kecil yang masih menggunakan jaring.

Dampak positif lain yang dirasakan oleh para nelayan yaitu lebih hemat waktu, biaya bahan bakar, dan jumlah tangkapan lebih banyak. 

Menurut catatan yang disampaikan oleh Yoga, “Ada peningkatan hasil tangkapan tangkapan masing-masing, 50.96 persen untuk baby tuna, 46,8 persen untuk lemuru, dan 54,72 persen untuk kenyar. Sedangkan waktu melaut yang semula 28 jam sekali rute penangkapan, sekarang menjadi 6 jam. Demikian pula dengan penggunaan bahan bakar lebih hemat 30 persen.”

Tidak berhenti di situ, Yoga bersama timnya juga memberikan wadah untuk pemberdayaan perempuan dari keluarga nelayan. Sejumlah limbah ikan dari hasil tangkapan, seperti kulit ikan tuna diolah menjadi keripik. Mereka juga membantu memasarkan hasil tangkapan nelayan tradisional dengan kemasan yang baik, supaya tetap segar sampai ke konsumen.

“Kita gak dapat banyak dari segi bisnisnya, tapi nilai-nilai seperti ini (kepuasan para nelayan). Artinya teknologi kita bisa dimanfaatkan dan membantu mereka. Hal ini menjadi satu kepuasan bagi saya dan teman-teman,” lanjut Yoga.

5. Apresiasi sebagai pelecut asa untuk mewujudkan masa depan Indonesia lebih baik

Kontribusi Fish Go bagi Negeri Menuju Nelayan Berdasipotret I Gede Merta Yoga Pratama sebagai penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2020 (instagram.com/mertayogap)

Kesuksesan Fish Go membantu para nelayan mengantarkan Yoga bersama teman-temannya meraih sejumlah penghargaan mentereng. Ia dinobatkan sebagai salah satu penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2020 untuk bidang teknologi. Apresiasi tersebut diberikan kepada anak bangsa yang senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat.

Setelah mendapat apresiasi justru menjadi pelecut asa bagi Tim Fish Go untuk mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih baik. Fish Go semakin dikenal luas meski tanpa promosi khusus, karena mereka berfokus pada pengembangan dan pemanfaatan teknologinya.

Di sisi lain, Yoga mendapatkan berbagai kesempatan penting untuk menginspirasi anak muda lainnya. Ia bersama Fish Go berpartisipasi dalam sejumlah acara di luar negeri. Selain itu, juga mengantarkan Yoga meraih beasiswa studi program pascasarjana S2 Oseanografi, Institut Teknologi Bandung.

Semangatnya masih berkobar untuk menjadikan Fish Go sebagai produk teknologi yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Supaya, dapat menjamah masyarakat yang lebih luas, terutama di Indonesia timur.

Tim Fish Go harus menghadapi tantangan teknologi yang cukup kompleks. Sampai artikel ini ditulis, pembangunan model masih terus berjalan. Sebab, setiap ada data baru, maka variabel dan koefisiennya akan berubah. Demikian pula dengan data jenis ikan yang berbeda, harus dilakukan klasifikasi lagi.

Meski saat ini Fish Go efektif digunakan di perairan Bali, tapi Yoga bersama timnya berkeinginan untuk menjamah masyarakat yang lebih luas. Dibarengi dengan adanya monitoring yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dan akademisi untuk survei kepuasan masyarakat terhadap Fish Go sebagai produk pelayanan publik.

“Memberikan solusi harus berdasarkan permasalahan yang ada di lapangan. Kita tidak bisa menggunakan asumsi, hal yang menurut asumsi kita benar itu belum tentu bisa diaplikasikan di lapangan. Makanya penting untuk apapun itu ide-ide teman-teman semua anak-anak muda. Kita tidak boleh menganggap ego kita sendiri, menganggap bahwa itu solusi yang bisa digunakan di lapangan. Mau gak mau kita harus terjun di lapangan juga melakukan validasi,” pesan Yoga di akhir pertemuan melalui Zoom.

Baca Juga: Eklin Amtor de Fretes, Pendongeng yang Ajarkan Perdamaian

Fatma Roisatin Nadhiroh Photo Verified Writer Fatma Roisatin Nadhiroh

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya