6 Gaya Hidup Pamer Kesuksesan yang Justru Terlihat Norak

Di zaman media sosial dan soft flexing, banyak orang yang merasa perlu menunjukkan kesuksesan mereka lewat barang atau gaya hidup mahal. Tapi kenyataannya, semakin keras seseorang berusaha terlihat sukses, justru semakin terlihat sebaliknya. Bukannya menginspirasi, gaya pamer ini malah sering bikin orang geleng-geleng kepala karena kesannya terlalu dibuat-buat.
Fakta menariknya, orang yang benar-benar sukses biasanya tampil biasa saja dan gak merasa perlu menunjukkan semuanya ke publik. Mereka lebih fokus pada kualitas hidup daripada validasi online. Nah, berikut enam gaya hidup pamer yang sering dikira keren, padahal ujung-ujungnya malah kelihatan norak.
1. Barang mewah penuh logo

Dulu, tas Louis Vuitton yang dipenuhi logo LV dianggap simbol status yang tinggi. Namun sekarang, tren itu mulai dianggap ketinggalan zaman dan mencolok. Logo berlebihan justru memberi kesan seseorang terlalu ingin terlihat kaya, bukan benar-benar kaya.
Penelitian dari Yahoo Finance menunjukkan bahwa menonjolkan logo bisa membuat citra brand terlihat kurang eksklusif dan kehilangan nilai elegannya. Orang-orang yang benar-benar mapan justru cenderung tampil sederhana dan memilih barang bermerek yang tidak mencolok. Karena bagi mereka, gaya sejati tak butuh papan iklan di dada.
2. Obsesi mobil mewah

Banyak yang mengira orang kaya pasti mengendarai mobil mahal. Padahal, data menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga dengan penghasilan lebih dari 250.000 dolar AS atau setara dengan Rp4 miliar lebih memilih mobil praktis seperti Toyota atau Honda dibandingkan mobil mewah.
Alasannya sederhana yaki karena mobil hanyalah alat transportasi. Orang-orang yang benar-benar bijak dalam mengelola keuangan lebih memilih berinvestasi daripada membiarkan nilai uang turun hanya demi gengsi. Mobil mewah yang dibeli dengan cicilan panjang justru sering jadi beban, bukan prestasi.
3. Hidup di atas kemampuan demi sosial media

Di era digital, banyak orang tergoda untuk menampilkan hidup yang serba mewah di media sosial. Misalnya seperti makan malam mahal, pakaian desainer, liburan eksotis. Tapi di balik layar, tak sedikit yang membiayai semua itu dengan utang dan tekanan finansial.
Survei dari Lending Club menunjukkan bahwa lebih dari 60% orang Amerika hampir kehabisan uang sebelum gajian berikutnya tiba. Pamer gaya hidup di internet sering kali bukan tanda keberhasilan, melainkan upaya mempertahankan ilusi yang melelahkan.
4. Pamer koneksi orang penting

Salah satu bentuk pamer yang paling tidak elegan adalah menyelipkan nama tokoh penting atau barang mahal dalam obrolan sehari-hari. Kalimat seperti “waktu makan malam dengan CEO itu…” atau “kata penasihat keuanganku…” terasa dibuat-buat dan tidak nyaman.
Orang yang benar-benar sukses biasanya tidak merasa perlu membuktikan statusnya lewat kata-kata. Kepercayaan diri sejati terlihat dari sikap, bukan dari nama yang dijatuhkan di dalam sebuah percakapan.
5. Hobi mahal sekadar ajang gengsi

Bergabung di klub golf elite, mengoleksi wine langka, atau membeli karya seni mahal memang sah-sah saja. Tapi bila tujuannya hanya untuk dipamerkan, tanpa benar-benar memahami atau menikmati hobi itu, kesannya malah memaksakan diri.
Ada banyak contoh orang yang memamerkan koleksi mahal, tapi tidak bisa menjelaskan nilai atau maknanya. Saat hobi jadi alat untuk terlihat penting, bukan untuk dinikmati, nilainya pun malah jadi hilang.
6. Sindrom segala hal harus mahal

Sebagian orang percaya bahwa kualitas hanya datang dari harga tinggi kaus putih seharga dua juta rupiah, roti panggang artisan yang setara harga makan siang, atau sepatu langka yang secara visual tak beda dari versi biasa.
Padahal, kesuksesan sejati tak selalu terlihat dari label harga. Seperti kata Warren Buffett, investasi terbaik adalah yang membangun diri sendiri. Nilai diri tidak datang dari barang mahal, tapi dari kemampuan, pengetahuan, dan karakter yang terus diasah.
Memamerkan kesuksesan memang menggoda, apalagi di era visual seperti sekarang. Tapi bukankah lebih keren menjadi orang yang diam-diam sukses, daripada sibuk tampil sukses hanya untuk dilihat orang lain?