ilustrasi inhaler (nsplash.com/sahejbrar_)
Salah satu dari lima pilar puasa selain niat adalah untuk menahan diri dari segala yang membatalkan puasa. Salah satunya jelas menghindari makan dan minum. Para ulama menjelaskan, bahwa secara umum, tindakan makan dan minum termasuk dalam kategori memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh yang terbuka.
Dalam penjelasan yang lebih terperinci, Syekh Zakariya al-Anshari menyatakan dalam Fathul Wahhab bahwa puasa itu :
“Meninggalkan sampainya ‘ain, tidak termasuk aroma atau rasa sesuatu yang dhahir (bukan datang dari dalam badan), ke dalam lubang yang terbuka.”
Dalam hal ini, definisi dari ‘ain yang bisa membatalkan puasa itu bisa bermacam-macam. Jika terkait hidung dan mulut, ‘ain bisa berupa makanan, minuman, obat, atau benda lainnya yang bisa masuk ke rongga pencernaan atau pernapasan.
Melalui keterangan di atas telah disinggung bahwa aroma tidak termasuk ‘ain. Dikutip laman NU Online, para ulama yang menyatakan bahwa menghirup aroma uap itu tidak membatalkan puasa, sebagaimana menghirup aroma kemenyan atau aroma masakan. Syekh Abdurrahman Ba’alawi dalam Bughyatul Mustarsyidin menyebutkan:
“Tidak dianggap membatalkan puasa aroma yang dihirup, sebagaimana aroma asap kemenyan atau lainnya, yang terasa mencapai tenggorokan meskipun disengaja, karena bukan termasuk ‘ain (benda yang bisa membatalkan puasa).”
Inhaler dianggap serupa dengan terapi aroma karena keduanya melibatkan aroma yang dihirup, mirip dengan aroma asap. Meskipun zat dari inhaler atau terapi aroma tersebut mencapai tenggorokan, bahkan jika sengaja, puasa tetap sah karena tidak termasuk dalam hal-hal yang secara langsung membatalkan puasa.
Berdasarkan pendapat para ulama yang memperbolehkan penggunaan inhaler saat berpuasa, disertai dengan penjelasan medis tentang penggunaan inhaler, ini menegaskan bahwa penggunaannya saat berpuasa diperbolehkan. Apalagi jika menyangkut dengan masalah kesehatan.