Maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak ini sungguh membuat miris. Apalagi sebagian besar korbannya anak usia dini. Luka yang mereka alami menimbulkan trauma mendalam yang bisa membayangi kehidupan mereka di masa depan.
"Pemicu utama berdirinya Kakak Aman adalah rasa marah atau emosi melihat banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak. Tapi kok, tidak ada yang bergerak secara masif dan serius untuk mencegah hal ini terjadi," ungkap Hana.
Di media sosial, masyarakat marah, memaki pelaku, bahkan mengutuk mereka agar hidupnya tak tenang. Namun setelah kemarahan itu reda, apa yang benar-benar berubah? Sayangnya tidak banyak. Kasus kekerasan seksual masih terus terjadi, meninggalkan jejak trauma seumur hidup bagi anak-anak yang menjadi korban.
Salah satu penyebabnya adalah budaya lama yang menganggap pembicaraan tentang seksualitas sebagai hal tabu. Banyak orang tua berpikir anak akan paham dengan sendirinya seiring bertambah usia. Padahal, justru hal ini membuat tantangan semakin besar. Apalagi di era digital, anak-anak dengan mudah terpapar konten yang tidak pantas melalui gawai mereka.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Digital angka eksploitasi seksual anak di ruang digital menunjukkan Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia. Laporan tahun 2024 mencatat sebanyak 1.450.403 kasus pornografi daring. Sebuah fakta yang menunjukkan masyarakat perlu melek edukasi seksual.
Pola asuhan yang diwariskan dari generasi sebelumnya juga berpengaruh terhadap pola pikir orang tua masa kini. Di tengah perubahan zaman yang cepat, ilmu parenting menjadi hal penting agar anak dapat terlindungi, baik secara fisik maupun mental.
Faktor-faktor inilah yang mendorong Hana Maulida mendirikan gerakan Kakak Aman. Tujuan mulianya sederhana mencegah kekerasan seksual pada anak melalui tindakan nyata, bukan sekadar kemarahan.
Sebagai ibu dari dua orang anak usia 4 dan 6 tahun, Hana memiliki sensitivitas tinggi terhadap isu kekerasan seksual. Ia tak sanggup membayangkan bagaimana perasaan dan kondisi anak-anak yang menjadi korban. Mereka masih kecil, hidupnya masih panjang, tetapi sudah harus menanggung luka yang begitu berat.
Tidak semua anak juga memiliki kondisi keluarga ideal. Banyak dari mereka yang tumbuh di lingkungan yang tidak aman, bahkan tanpa pengawasan orang tua. Paparan internet dan interaksi bebas bisa membawa dampak buruk dan membuka peluang terjadinya kekerasan seksual.
Melalui gerakan ini, Hana berharap semakin banyak anak Indonesia yang tahu cara melindungi dirinya dari kekerasan seksual. Bagaimana cara mewujudkannya? Yuk, kita simak perjuangan Hana bersama Kakak Aman.
