6 Akibat Negatif Menganggap Menang Lomba sebagai Keberuntungan

Ada usaha dan kemampuan yang harus dihargai

Ketika mengikuti perlombaan apa pun dan dinyatakan kalah, kamu kerap berkomentar bahwa belum beruntung. Reaksi singkat seperti ini terasa wajar, tapi sebetulnya sangat berbahaya bagi diri sendiri. Perkataan tersebut memengaruhi mindset-mu tentang kompetisi.

Alih-alih menyebut diri belum beruntung, sebaiknya kamu mengatakan masih perlu belajar lagi, dan akan kembali mencoba pada perlombaan selanjutnya. Kalau kamu menganggap memenangkan sebuah lomba tak lebih dari kemujuran, enam akibat negatif bawah ini bakal terjadi. Ubah cara berpikirmu supaya lebih mungkin buat berhasil.

1. Menyamakannya dengan undian

6 Akibat Negatif Menganggap Menang Lomba sebagai Keberuntunganilustrasi juara (pexels.com/RUN 4 FFWPU)

Perlombaan tidak sama dengan undian. Dalam sistem undian, faktor keberuntungan sangat besar. Ini pun masih dapat diupayakan dengan menambah peluang, seperti punya lebih banyak kupon lebih mungkin memenangkan undian meski bukan jaminan.

Sementara itu, dalam kompetisi ada adu kemampuan baik dari segi kecepatan maupun ketepatan. Hampir tidak ada faktor keberuntungan di sini. Justru yang ada adalah kerja keras melalui proses belajar dan latihan jauh sebelum lomba itu digelar.

Meski memenangkan perlombaan tidak mudah, sebetulnya ini malah lebih baik dari merasa sekadar ikut undian. Manusia lebih mampu bekerja keras ketimbang mengandalkan keberuntungan. Kendalimu atas keberuntungan sangat kecil, sedangkan kerja keras sepenuhnya dalam kuasamu.

2. Tak menghargai kompetensi juri

6 Akibat Negatif Menganggap Menang Lomba sebagai Keberuntunganilustrasi dewan juri (pexels.com/Vlada Karpovich)

Pemenang dalam perlombaan ditetapkan oleh dewan juri. Keputusan mereka bahkan sering kali tidak bisa diganggu gugat. Ini artinya, penetapan juara sudah melalui penilaian yang amat cermat.

Orang-orang yang dipilih sebagai juri pun tidak sembarangan. Mereka memiliki kompetensi serta pengalaman yang mumpuni dalam bidang yang diperlombakan. Juri adalah guru atau senior di suatu bidang.

Saat memandang pemenang lomba cuma orang yang beruntung, kamu telah meremehkan kerja juri. Seakan-akan mereka tinggal memilih satu nama untuk ditetapkan sebagai juara sambil memejamkan mata. Padahal diskusi antar juri saja dapat berlangsung dengan sangat alot, apabila kemampuan peserta lomba hampir sama.

3. Meremehkan kemampuan pemenang

6 Akibat Negatif Menganggap Menang Lomba sebagai Keberuntunganilustrasi meremehkan (pexels.com/Felicity Tai)

Juri yang punya pengalaman panjang saja diremehkan, apalagi pemenang lomba yang sekaligus lawanmu. Kesombongan bisa bikin kamu merasa kemampuan diri lebih tinggi daripada sang juara. Kamu tak mau mengakui keunggulannya bahkan sibuk mencela keberhasilannya.

Namun, apa pun yang dilakukan tetap tak mengubah fakta, bahwa dialah pemenangnya. Keangkuhanmu hanya memuaskan diri sendiri yang gak suka berada di bawah orang lain. Apalagi kalau pemenang lomba termasuk pendatang baru.

Kamu makin yakin, bahwa keberhasilannya semata-mata disebabkan oleh faktor keberuntungan. Kamu tidak tahu berapa lama seseorang sudah diam-diam terus menyiapkan diri buat mengikuti perlombaan, saat waktunya dirasa sudah tepat. Musuh terkuat adalah orang yang belajar secara diam-diam, karena strategi serta kemampuannya sebelum lomba menjadi tidak diamati.

dm-player

Baca Juga: 5 Alasan Kenapa Hidup Bukanlah Perlombaan, Jangan Terlalu Kompetitif

4. Tak termotivasi meningkatkan kemampuan diri

6 Akibat Negatif Menganggap Menang Lomba sebagai Keberuntunganilustrasi belajar (pexels.com/Ivan Samkov)

Jika kamu menemukan uang di jalan, itu keberuntungan. Kamu tidak perlu bekerja sama sekali buat mendapatkannya. Maka bila dirimu memandang kemenangan dalam kompetisi tak lebih dari nasib mujur, usahamu pun melemah.

Tidak ada motivasi yang kuat dalam diri buat menambah jam belajar serta latihan. Kamu cuma terus berharap akan lebih beruntung dalam kesempatan berikutnya. Adanya harapan yang tidak dibarengi dengan upaya yang sepadan niscaya berbuah kegagalan.

Selalu ingatkan diri, bahwa keberhasilan dalam hal apa pun bukan keberuntungan, melainkan kerja keras dalam waktu yang panjang. Pandangan ini bikin kamu lebih siap untuk berproses sampai berhasil. Bahkan selepas kamu memenangkan suatu kompetisi, kemauan buat belajar akan terus ada.

5. Kalah terus meski berkali-kali mencoba

6 Akibat Negatif Menganggap Menang Lomba sebagai Keberuntunganilustrasi frustrasi (Andrea Piacquadio)

Tiadanya peningkatan prestasi menjadi dampak berikutnya dari melihat kemenangan sebagai keberuntungan. Kamu mungkin agresif dalam menjajal keberuntungan dengan selalu mengikuti lomba. Namun, caramu mengikutinya seperti memanah tanpa arah.

Anak panah beterbangan ke mana-mana dan gagal mengenai target. Meski kamu tangguh, kegagalan yang terus-menerus tentu bisa bikin putus asa. Rasanya lelah sekali mengikuti lomba tanpa hasil yang dapat dibanggakan.

Daripada sekadar mengandalkan agresivitas, lebih baik selektif mengikuti lomba, tapi menyiapkan diri dengan sebaik mungkin. Sebab itu bukan ditentukan oleh keberuntungan. Fokus dalam berlatih membuatmu cukup melepaskan satu atau dua anak panah dan tepat mengenai sasaran. Semua orang yang berhasil tentu juga pernah gagal. Namun, membiarkan diri gagal berkali-kali, tanpa usaha nyata buat menghentikannya adalah kebodohan.

6. Saat menang pun, apresiasi pada diri minim

6 Akibat Negatif Menganggap Menang Lomba sebagai Keberuntunganilustrasi keberhasilan (pexels.com/Felicity Tai)

Andai, akhirnya kamu memenangkan lomba seakan-akan faktor keberuntungan benar-benar bekerja, ini juga buruk buat diri sendiri. Kebahagiaanmu atas keberhasilan tersebut tidak maksimal. Kamu termakan cara pandang sendiri bahwa semua ini hanyalah keberuntungan.

Kamu tidak mampu membusungkan dada serta berkata bahwa inilah hasil kerja keras selama ini. Kamu meremehkan kemampuan diri sendiri. Kamu menang bukan lantaran pantas untuk itu, melainkan seperti kertas undian yang tak sengaja terpegang tangan, kemudian diumumkan sebagai pemenang.

Padahal kurangnya apresiasi pada diri berdampak langsung terhadap rasa bangga serta kepercayaan diri. Kamu sudah menang sekali, tetapi belum tentu bakal berani kembali mengikuti kompetisi. Kamu khawatir jatah keberuntungan sudah habis.

Kemenangan dalam setiap perlombaan memerlukan effort yang luar biasa. Jangan mengecilkannya sebagai keberuntungan semata siapa pun pemenangnya. Hindari pula berusaha merendah dengan menyebut keberhasilan sendiri sebagai keberuntungan, ketika kamu memang pantas menepuk dada.

Baca Juga: 5 Hal Ini Bisa Dilakukan saat Kamu Kalah Berkali-kali dalam Perlombaan

Marliana Kuswanti Photo Verified Writer Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ines Sela Melia

Berita Terkini Lainnya