5 Masalah yang Sering Terjadi saat Sewa Properti ke Teman Sendiri

- Pembayaran sewa sering meleset dari kesepakatan, bisa mengganggu keuangan pemilik properti dan merusak hubungan personal.
- Perbaikan rumah yang tidak segera dilaporkan dapat menimbulkan perdebatan soal tanggung jawab, mempengaruhi hubungan pertemanan.
- Kontrak tertulis yang mengikat sangat penting untuk mencegah kesalahpahaman di kemudian hari, serta menjaga hubungan dengan kepala dingin.
Menyewa properti dari teman sendiri kelihatannya terdengar mudah dan praktis. Tanpa perlu repot mencari pemilik yang tidak dikenal atau membayar uang muka besar-besaran, banyak yang merasa lebih aman dan nyaman ketika menyewa rumah atau apartemen milik teman. Hubungan yang sudah terjalin lama juga membuat komunikasi terasa lebih terbuka dan santai.
Namun, di balik semua keuntungan itu, ada juga risiko besar yang kadang tak disadari. Hubungan pertemanan bisa menjadi rumit ketika dibawa ke ranah transaksi finansial, apalagi dalam urusan tempat tinggal. Salah langkah sedikit saja bisa membuat hubungan renggang, bahkan rusak. Berikut ini masalah yang sering terjadi ketika menyewa properti ke teman sendiri.
1. Pembayaran yang sering meleset dari kesepakatan

Masalah paling umum adalah keterlambatan pembayaran yang dianggap sepele karena merasa dekat. Ketika menyewa ke teman sendiri, sering kali muncul anggapan bahwa keterlambatan satu-dua hari bukan hal besar. Hal ini bisa terus berulang dan menjadi kebiasaan, tanpa disadari sudah melenceng dari kesepakatan awal yang dibuat bersama.
Pemilik properti tetap harus membayar kewajiban seperti cicilan, pajak, atau perawatan, dan telatnya uang sewa bisa mengganggu keuangan mereka. Masalahnya menjadi lebih rumit ketika sang teman merasa tersinggung jika diingatkan terus-menerus. Padahal, komunikasi soal uang sewa seharusnya profesional, terlepas dari hubungan personal.
2. Perbaikan rumah yang tidak segera dilaporkan

Properti yang disewa tentu bisa mengalami kerusakan dari waktu ke waktu, baik karena usia bangunan maupun pemakaian sehari-hari. Sayangnya, karena menyewa dari teman sendiri, penyewa kadang merasa sungkan atau enggan memberi tahu jika ada kerusakan kecil. Mereka berpikir bisa memperbaikinya sendiri nanti, padahal itu hanya menunda masalah.
Ketika kerusakan semakin parah dan tidak ditangani sejak awal, biaya perbaikannya bisa membengkak. Di titik ini, muncul perdebatan soal siapa yang seharusnya bertanggung jawab, apalagi jika tak ada perjanjian tertulis yang jelas. Rasa sungkan berubah menjadi saling menyalahkan, dan hubungan pertemanan pun ikut terguncang.
3. Tidak ada kontrak tertulis yang mengikat

Karena merasa sudah saling percaya, banyak yang melewatkan kontrak tertulis ketika menyewa properti dari teman. Padahal, kontrak itu bukan soal tidak percaya, melainkan bentuk perlindungan untuk kedua pihak. Tanpa kontrak yang jelas, siapa pun bisa merasa dirugikan saat muncul masalah di kemudian hari.
Misalnya, durasi sewa yang mendadak dipersingkat, kenaikan harga sewa yang tidak diberitahukan dari jauh hari, atau aturan tentang penggunaan fasilitas rumah yang mendadak berubah. Kontrak sewa bisa menjadi acuan jika muncul kesalahpahaman, sehingga penyewa dan pemilik bisa tetap menjaga hubungan dengan kepala dingin.
4. Sikap terlalu bebas karena merasa akrab

Hubungan pertemanan bisa membuat seseorang merasa terlalu santai saat menyewa properti. Tanpa sadar, penyewa jadi bersikap bebas, seperti membawa teman menginap tanpa izin, membuat keramaian hingga larut malam, atau merombak ruangan tanpa diskusi. Semua itu bisa menimbulkan ketegangan, terutama kalau pemilik merasa haknya dilanggar.
Ketika diingatkan, penyewa malah bisa tersinggung karena merasa diperlakukan seperti orang asing. Padahal, pemilik hanya ingin menjaga properti miliknya agar tetap sesuai harapan. Situasi seperti ini bisa berubah menjadi konflik emosional, yang tidak hanya mengganggu kenyamanan tinggal, tapi juga hubungan personal yang sebelumnya harmonis.
5. Sulit menyelesaikan masalah secara objektif

Tantangan terbesar saat berurusan properti dengan teman sendiri adalah sulitnya bersikap objektif. Setiap masalah yang muncul sering kali terbawa perasaan, sehingga solusi yang diambil tidak berdasarkan logika. Misalnya, satu pihak terlalu mengalah karena tidak enak hati, atau sebaliknya, terlalu menuntut karena merasa punya kedekatan khusus.
Hubungan yang seharusnya profesional jadi tercampur dengan emosi pribadi. Ini bisa berujung pada salah paham yang tak kunjung selesai, atau malah saling mendiamkan. Ujung-ujungnya, satu pihak memilih mengakhiri sewa lebih cepat atau hubungan pertemanan menjadi renggang karena sudah tak nyaman lagi untuk berinteraksi.
Menyewa properti dari teman memang bisa terasa lebih mudah di awal, tapi ada banyak dinamika yang bisa muncul jika tidak diantisipasi dengan baik. Hubungan yang awalnya akrab bisa berubah menjadi renggang hanya karena masalah sewa menyewa. Supaya tetap nyaman dan profesional, pastikan semua kesepakatan dibuat secara jelas dan saling menghargai batas masing-masing. Jangan sampai urusan tempat tinggal malah mengorbankan persahabatan yang sudah terjalin lama.