Broken but Unbroken, Membangun Kesehatan Mental Penyintas Kekerasan

- Komunitas Broken but Unbroken membuka Ruang Aman Bercerita, forum virtual untuk penyintas kekerasan berbagi perasaan tanpa takut dihakimi.
- Penyintas butuh didengar dan dipahami, bukan nasihat atau penghakiman. Dukungan emosional aman penting dalam pemulihan trauma.
- Penyintas memiliki hak hukum yang harus diperjuangkan, LBH APIK Jakarta membuka layanan pengaduan baik secara offline maupun online.
Kekerasan berbasis gender masih menjadi masalah serius di Indonesia. Menurut Komnas Perempuan, ada 330.097 kasus kekerasan yang tercatat sepanjang 2024. Penyintas kekerasan sering kali merasa sendirian, tidak tahu harus bercerita ke siapa, dan takut dihakimi oleh lingkungan sekitar.
Untuk membantu mereka, komunitas Broken but Unbroken membuka Ruang Aman Bercerita, yaitu forum virtual setiap hari pukul 19.00–21.00 WIB. Di sini, penyintas bisa hadir, mendengarkan, atau membagikan perasaannya tanpa harus merasa malu atau takut.
“Kadang kita cuma butuh didengar, gak perlu dinasihati. Itu yang sering bikin lega,” kata Nisa, salah satu peserta Ruang Aman Bercerita.
Tidak ada paksaan untuk berbicara. Penyintas boleh datang hanya untuk mendengarkan cerita orang lain atau sekadar duduk diam. Yang terpenting, mereka tahu ada tempat aman untuk kembali ketika butuh. Di komunitas Broken but Unbroken, setiap orang dihargai, diterima, dan tidak dihakimi. Yuk, simak cerita selengkapnya di artikel ini!
1. Jangan hakimi penyintas, dengarkan saja

Salah satu kunci penting dalam pemulihan trauma penyintas kekerasan adalah adanya dukungan emosional yang aman. Penyintas sering kali tidak butuh nasihat, apalagi penghakiman. Mereka butuh didengar, dipahami, dan ditemani dalam menghadapi luka yang mereka alami.
Menurut Maria M. T. Fernandez, Psikolog dan Mentor Komunitas, mendengar tanpa memberi nasihat bisa sangat membantu. Dalam forum ini, penyintas bebas mengekspresikan perasaan, entah itu marah, sedih, atau kecewa, tanpa harus merasa salah.
“Kadang orang hanya ingin cerita tanpa ditanya ‘kenapa kamu gak pergi dari situ?’ atau ‘kenapa nggak lawan?’ Itu justru bikin tambah sakit,” kata Maria.
Maria juga menambahkan, bahwa mendengarkan tanpa menghakimi adalah langkah awal dalam pemulihan trauma. Banyak penyintas merasa beban mereka lebih ringan setelah tahu ada yang peduli dan mau mendengar cerita mereka. Ruang Aman Bercerita menjadi tempat di mana penyintas bisa merasa diterima tanpa dihakimi.
“Sering kali, cukup ada yang bilang ‘aku dengar kamu’ saja sudah sangat membantu,” ungkap Maria.
2. Pemulihan trauma perlu waktu dan dukungan

Pemulihan dari trauma kekerasan tidak instan. Maria menjelaskan, bahwa luka batin perlu dihadapi dengan penuh kesabaran. Maria juga sering merekomendasikan terapi Dialectical Behavioral Therapy (DBT) untuk membantu penyintas mengelola emosi dan mengenali perasaan mereka.
“Pemulihan itu proses, gak bisa dipaksa cepat. Yang penting, penyintas tahu mereka gak sendirian,” jelasnya.
Melalui pendekatan ini, penyintas diajak untuk memetakan perasaan yang berkecamuk dalam hati dan pikiran mereka, sehingga perlahan-lahan mampu menghadapi dan mengatasi luka trauma tersebut. Proses pemulihan tidak instan, tetapi dengan adanya ruang aman seperti yang disediakan oleh Broken but Unbroken, penyintas memiliki tempat untuk belajar mengatur emosi mereka dengan lebih baik. Ini penting agar mereka bisa kembali bangkit, meraih masa depan, dan tidak terus terjebak dalam bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan.
3. Penyintas punya hak hukum dan harus diperjuangkan

Selain pemulihan emosional, penting juga untuk memahami bahwa penyintas memiliki hak hukum yang harus diperjuangkan. Said Niam, staf LBH APIK Jakarta, menjelaskan pentingnya keberanian untuk melapor.
“Kalau ada kekerasan, jangan takut buat lapor. Lengkapi bukti-bukti, seperti rekam medis atau screenshot chat kalau ada,” kata Said.
Bukti ini penting agar laporan bisa diproses oleh pihak berwenang dan penyintas mendapat perlindungan hukum. LBH APIK Jakarta saat ini membuka layanan pengaduan baik secara offline maupun online untuk kasus-kasus kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS).
Bagi penyintas yang membutuhkan pendampingan hukum, bisa menghubungi hotline 0813888226699 (WhatsApp) atau email ke LBHAPIK@gmail.com dengan menyertakan identitas diri. Dukungan hukum menjadi penting karena kekerasan tidak hanya melukai fisik dan mental, tetapi juga merupakan tindakan yang melanggar hukum.
Dengan adanya pendampingan dari lembaga seperti LBH APIK, penyintas diharapkan merasa lebih kuat, memiliki keberanian untuk melapor, dan mendapatkan keadilan yang layak mereka terima. Jika kamu adalah penyintas kekerasan atau ingin mendukung gerakan ini, kunjungi Instagram @brokenbutunbroken_ untuk bergabung dalam Ruang Aman Bercerita.
Ingatlah, kamu tidak sendirian! Setiap cerita dan perasaanmu valid, bahkan kini ada ruang untukmu bercerita, di sini.