Mengenal Batik Daur Hidup dan Filosofinya, Bahas Motif Baju Sri Sultan

Jakarta, IDN Times - ASEAN melalui The Community Affairs Directorate (CMAD) dan TTASSEA (Traditional Textile Arts Society of South-East Asia) sebagai salah satu entitasnya, menggelar talkshow mengenai batik dan tekstil tradisional Indonesia pada Selasa (4/2/2025) di ASEAN Secretariat Heritage Building, Jakarta. Acara tersebut bertajuk "Batik Daur Hidup".
Dalam acara tersebut, diperkenalkan aneka motif batik yang filosofinya berkenaan dengan siklus kehidupan manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Narasumber yang dihadirkan pun kompeten di bidangnya. Sebut saja GKBRAA Paku Alam yang merupakan Ketua Umum TTASSEA, Afif Syakur selaku Pendiri Apip Batik, dan Hartanto sebagai Peneliti dari Paguyuban Sekar Jagad, Yogyakarta.
Mengenal motif dan filosofi Batik Daur Hidup ternyata penting. Bukan sekadar memahami warisan budaya yang adiluhung, namun hal ini juga bisa terkait penggunaannya. Mari simak selengkapnya di bawah ini.
1. Batik Parang Kusuma digunakan untuk kelahiran dan perawatan bayi

Di antara sekian banyak motif, batik Parang Kusuma cukup menjadi salah satu yang paling dikenali. Parang melambangkan ketajaman rasa dan pikir serta kekuatan dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan.
Sementara Parang Kusuma merupakan motif parang yang pada bidang parangnya diberi kusuma (bunga) sebagai lambang keharuman dan keindahan. Motif ini melambangkan anak yang baru lahir senantiasa menjaga dan menjunjung tinggi keharuman nama baik pribadi, keluarga, bangsa, dan negara.
"Parang adalah pereng, sesuatu yang miring. Kusuma adalah bunga. Batik ini punya falsafah semua dalam hidup itu bisa mempunyai bunga yang punya banyak makna dan harum," kata Hartanto. Ditambahkannya, batik tersebut juga bisa untuk menggendong ari-ari agar senantiasa harum.
2. Motif Parang Rusak Tumurun memiliki kemiringan motif 45 derajat

Motif Parang Rusak ini mempunyai komposisi miring sebanyak 45 derajat. Kemiringan ini melambangkan kekuatan gerak cepat yang mempunyai makna perang melawan yang rusak.
Selain itu, motif ini dikaitkan juga dengan manusia yang harus mampu mengendalikan nafsu dalam hidup sehingga bisa berwatak dan berperilaku luhur serta mulia. Sama seperti Parang Kusuma, corak ini pun berkaitan dengan kelahiran dan perawatan bayi.
"Jadi seandainya ada undangan nanti, boleh memakai Parang, mungkin hindari untuk memakai Parang Barong. Tapi kalau boleh memakai, lebih bagus pakai Parang Gendreh dan Klithik," jelas Hartanto. Alasannya adalah Parang Barong berukuran 15-20 cm hanya diperbolehkan untuk raja dan sahnya istri yang menjadi ratu dan pangeran.
3. Ada Selendang Paturan Parang Rusak yang digunakan untuk menggendong bayi

Sesuai namanya, yakni selendang, ukuran kain ini lebih pendek dibandingkan kain-kain lainnya. Motif yang digunakan juga kombinasi.
Selain ada corak Parang Rusak, tepiannya berisi aksara Jawa. Aksara itu mengandung doa, harapan, sekaligus tolak sawan atau jenis penyakit fisik maupun gangguan perasaan terhadap bayi dalam gendongan.
4. Motif Gringsing digunakan untuk tedhak siten, bukan yang dipakai Sri Sultan Hamengku Buwono X saat bertemu Jokowi

Gringsing memiliki makna tidak gering (tidak sakit). Itu artinya, motif Gringsing mengandung harapan agar anak tumbuh sehat dan dijauhi dari segala penyakit fisik serta mental.
Pada kesempatan yang sama, narasumber membahas motif kemeja batik yang digunakan Sri Sultan HB X saat bertemu Jokowi beberapa waktu lalu. Viral dikatakan bahwa Sri Sultan mengenakan motif Gringsing sebagai tolak bala.
"Pas Pak Jokowi datang, Ngarso Dalem (Sri Sultan HB X) disebut memakai Batik Gringsing yang katanya sebagai tolak bala. Jadi sekarang banyak yang tanya kepada saya, 'Gusti punya gak Batik Gringsing?' Jadi, euforia mempunyai Batik Gringsing karena momen Ngarso Dalem bertemu Pak Jokowi, sangat tinggi. Padahal, menurut saya, Ngarso Dalem tidak memakai Batik Gringsing. Itu Jumputan ya, pakai Batik Sasirangan. Padahal, Batik Gringsing yang ada di Yogyakarta filosofinya lebih bagus lagi," kisah GKBRAA Paku Alam.
5. Batik Parang Parikesit digunakan untuk khitanan

Motif ini melambangkan harapan agar anak menjadi ksatria yang gagah berani, berwibawa, dan arif bijaksana. Bayangan ini seperti sosok Parikesit dalam dunia pewayangan.
"Parikesit itu pari (padi) yang bersih. Ibaratnya, hidup di dunia itu harus selalu bersih," tambah Hartanto.
6. Kawung Picis adalah batik untuk Tetesan

Kawung Picis merupakan jenis motif Kawung berukuran kecil, sebesar uang pecahan 10 sen. Penggunaannya untuk Tetesan atau upacara sunatan bagi anak perempuan.
Motif ini perlambang harapan agar manusia selalu mengingat asal-usulnya. Motif ini juga menggambarkan empat penjuru di mana pemimpin harus berperan sebagai pengendali perbuatan baik. Motif tersebut juga melambangkan hati nurani sebagai pusat pengendali nafsu diri sehingga ada keseimbangan pada manusia.
7. Motif Grompol digunakan untuk Tarapan, menyelamati dan memperingati peristiwa menstruasi pertama pada anak perempuan

Motif Grompol termasuk ke dalam pola Nitik (motif dengan banyak titik-titik). Grompol berarti menggerombol menjadi satu.
Motif ini melambangkan doa dan harapan keberkahan dengan menggerombolnya segala kebaikan. Dengan demikian, pada masa remaja dewasa, diharapkan anak akan mendapatkan keceriaan, keselamatan, kepandaian, rezeki, dan kebaikan-kebaikan lainnya.
8. Di deretan batik untuk prosesi pernikahan, ada motif Semen Rante untuk Peningset (seserahan)

Kata Semen berasal dari kata "semi", yaitu tumbuhnya bagian dari tanaman. Sedangkan Rante berasal dari kata"rantai.
Batik Semen Rante dikenakan calon pengantin putri. Hal ini mengibaratkan bahwa si gadis sudah bersedia dirantai atau dilamar/dikat sebagai istri pasangan hidup atau garwa.
9. Masih terkait dengan Peningset, ada motif batik Satria Manah

Jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, Satria Manah berarti ksatria yang memanah. Satria Manah menggambarkan memanah sang jantung hati, yaitu perempuan yang dipilih sebagai istri, akan berbakti dan jadi pendamping hidup yang baik sebagai garwa (sigaraning nyawa: belahan jiwa).
"Satria Manah itu lawannya Semen Rante. Seorang Patih memanah asmara, kalau perempuannya dirantai supaya tidak lepas," ujar Hartanto lagi.
10. Untuk prosesi Pingitan, ada motif Nitik Nagasari

Nagasari di sini tidaklah sama dengan jajanan pasar nagasari. Motif Nagasari menggambarkan pohon nagasari.
Dalam cerita Ramayana, tokoh Dewi Sinta dengan setia menunggu kedatangan Rama di bawah pohon nagasari. Hal tersebut melambangkan kesetiaan yang abadi. Diharapkan, calon pengantin yang menggunakan motif ini menjadi pasangan yang saling mencintai selamanya.
11. Motif Nitik Cakar Ayam dipakai oleh calon pengantin putri

Motif ini menggambarkan cakar atau kaki ayam yang distilisasi dalam pola nitik. Motif ini dikenakan oleh calon pengantin perempuan.
Motif cakar ayam melambangkan harapan agar calon pengantin dapat mengais rejeki dan mencari penghidupan secara halal. Hal ini ibarat ayam yang mencari makan mengais dengan cakarnya.
12. Motif Kohinoor hadir dalam proses Midodareni

Corak ini adalah penggambaran dari Kohinoor, permata yang amat terkenal dan memiliki harga sangat tinggi. Dengan kata lain, motif ini tercipta dengan Kohinoor yang membumi.
"Kohinoor memang lebih kita fungsikan sebagai sinar yang abadi. Ini dipakai sampai akad nikah, dipakai waktu midodareni. Apa yang saya sebutkan di sini hanya salah satunya. Bisa pakai kain yang lain asal maknanya bagus," tambah dia.
13. Dalam prosesi Ijab dan Panggih, corak Truntum yang dipakai

Motif batik Truntum melambangkan cinta. Kata Truntum sendiri memang berarti bertautnya cinta.
Konon, motif ini tercipta kala permaisuri Susuhunan Paku Buwono IIl sedang dilupakan oleh suaminya. Dalam kesedihan, ia berdoa kepada Tuhan YME sambil membatik. Maka, terciptalah motif bintang-bintang.
Akhirnya, doa sang permaisuri terkabulkan. Cinta sang raja kembali bersemi. Dengan rasa kasih, raja selalu menengok dan memperhatikan permaisuri membatik motif.
14. Batik Sidoasih punya filosofi welas asih

Tidak mengherankan bila kita melihat motif ini dalam akad pernikahan Jawa. "Sido" berarti menjadi, "Asih" berarti sayang atau mengasihi. Lantas, Sido Asih melambangkan harapan agar kelak jadi orang dengan penuh welas asih, bisa menyayangi, mengasihi dalam kehidupan.
"Bedanya kalau di Solo, untuk Sidoasih, Simukti, Sidoluhur, itu motifnya geometris, kotak. Kalau di Yogya nongeometris, masuk kelompok semen," Hartanto ungkapkan fun fact soal Batik Solo dan Yogya.
15. Sidomukti melambangkan harapan agar hidup berkecukupan selama pernikahan

Kata "Mukti" dalam Bahasa Jawa berarti mulia. Dengan demikian, "Sidomukti" bermakna menjadi mulia. Kain batik dengan motif ini melambangkan harapan hidup yang mulia, berkecukupan, dan bahagia lahir batin di dunia maupun akhirat.
"Sidomukti itu biar mulia baik di hadapan sesama maupun di hadapan Tuhan. Dunia dan akhiratnya selalu selamat," Hartanto melanjutkan.
16. Sidoluhur menggambarkan luhurnya kedudukan sekaligus perilaku

Sidoluhur menggambarkan harapan untuk hidup berbudi luhur. Luhur di sini bukan hanya dalam kedudukannya pada masyarakat. Keluhuran ini juga harus mencakupi budi dan perilaku.
"Luhur di sini juga bisa menuntun perilaku kita supaya luhur dan mulia di hadapan Tuhan. Ini difungsikan untuk ijab dan panggih," terang dia.
17. Motif Babon Ngluruk kerap digunakan pada prosesi Mitoni

Corak ini menggambarkan babon (induk ayam) yang sedang mengerami telur dengan harapan akan menetas pada waktunya. Pola batik ini digambarkan seolah-olah ayam yang galak sedang melindungi telur dengan bulu yang ditegakkan.
Representasi itu melambangkan sifat seorang ibu yang melindungi anaknya dengan selalu ikhlas berkorban. Ada juga yang mengartikan harapan akan kesuburan. Tak heran bila penggunaannya pada saat Mitoni atau selamatan tujuh bulan kehamilan.
18. Poleng juga dikenal dalam batik Jawa dan biasa digunakan untuk prosesi Ruwatan

Batik ini juga memiliki sebutan Bang Bintulu. Motif batik ini cukup sederhana karena coraknya berbentuk kotak segi empat sama sisi.
Pada mulanya, motif ini diikuti dengan lima warna atau panca warna yang melambangkan dasar watak manusia. Motif Poleng digunakan dalam upacara Ruwatan sebagai penolak bala.
19. Sama seperti Poleng, motif Krambil Secukil digunakan untuk upacara Ruwatan

Motif harus dikenakan pada gelar Murwakala dalam acara Ruwatan. Sebagaimana motif Poleng, Krambil Secukil difungsikan sebagai penolak bala.
"Beda Poleng dan Krambil Secukil, kalau Poleng itu kotak-kotak, kalau Krambil Secukil itu segitiga," tutur Afif.
20. Motif Semen Purbondaru bermaknakan memelihara anugerah

Kata "Purbo" artinya memelihara dan "Ndaru" berarti anugerah. Motif yang juga disebut Semen Giri ini pun, dapat diartikan sebagai segala anugerah dari Tuhan wajib dipelihara untuk kebaikan hidup.
"Ini masih untuk ruwatan," kata Hartanto.
21. Motif Tambal Pamiluto cocok untuk keluarga, acara lamaran, hingga ritual rumawan/sosial

Tambal Semen Pamiluto (Sri Pamiluto) merupakan ragam jenis tambal Yogyakarta yang berbentuk. Motif ini mempunyai arti pulut atau getah karena fungsinya untuk melekatkan.
Motif ini bisa berarti pula memikat satu sama lain demi kebaikan. Coraknya cocok untuk keluarga, acara lamaran, dan ritual rumawan/sosial, dan lain sebagainya.
22. Memasuki batik untuk kematian, ada motif Slobog

Seperti motif Kawung, Slobog digunakan sebagai penutup jenazah. Harapannya adalah arwah kembali ke keabadian dengan lancar karena berjalan di jalan yang lobok (longgar).
Penamaan Slobog bisa juga dikaitkan dengan "sidlobokake" atau dimasukkan. Artinya adalah ditelusupkan ke jalan yang tanpa halangan menuju ke alam kelanggengan.
23. Batik Semen Sidorojo Sunyaruri adalah batik untuk kematian yang diikuti tulisan Arab

Filosofi dari batik ini adalah awal sumber kehidupan yang menempatkan kemuliaan kedudukan tertinggi yang abadi, tanpa batas, masuk dalam alam sepi/sudah hidup di alam lain (kekal abadi). Selain terdapat tulisan Arab, motif di belakangnya juga merupakan kombinasi dengan motif Semen berupa sayap.
Demikianlah Batik Daur Hidup dan filosofinya yang mengiringi kehidupan manusia. Indah bukan makna di baliknya?