Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Cover novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas karya J.S. Khairen (instagram.com/fiksigrasindo)

Intinya sih...

  • Novel "Kami (Bukan) Sarjana Kertas" karya J.S. Khairen terdiri dari 4 novel dan cocok untuk semua kalangan, tidak hanya mahasiswa.
  • Kisah 7 mahasiswa di kampus UDEL mengajarkan arti perjuangan dan pentingnya proses dalam mencapai keberhasilan.
  • Novel ini memberikan pesan moral tentang kegagalan, impian, dan semangat juang yang inspiratif bagi pembaca.

Novel berjudul Kami (Bukan) Sarjana Kertas merupakan novel karya J.S. Khairen terbitan tahun 2019. Novel ini merupakan edisi pertama dari series Kami (Bukan) yang terdiri dari 4 novel, yaitu Kami (Bukan) Sarjana Kertas, Kami (Bukan) Jongos Berdasi, Kami (Bukan) Generasi Bac*t, dan Kami (Bukan) Fakir Asmara. Meski menceritakan dunia kampus, novel ini cocok dibaca siapa saja, tidak hanya mahasiswa.

Secara garis besar, novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas mengisahkan 7 mahasiswa sebagai tokoh utama yang sedang mengenyam pendidikan di salah satu kampus swasta, yaitu kampus UDEL. Mereka mengalami masa suka duka selama menimba ilmu. Novel ini banyak mengajarkan kita arti perjuangan. Berikut penjelasannya!

1. Seni kehidupan

ilustrasi seseorang belajar menerima kehidupan (pexels.com/Gary Barnes)

"Terkadang apa yang kita harapkan, apa yang kita perjuangan tidak sesuai kenyataan. Disitulah seninya kehidupan."

Kehidupan yang kita jalani sejatinya adalah jalan rahasia yang tak pernah kita ketahui. Apakah di masa depan kita akan sukses atau tidak. Apakah akan berhasil atau justru gagal. Namun, dalam sebuah proses bukan berhasil dan gagal yang penting. Justru sebuah harapan disertai perjuangan itulah yang penting. Jika keberhasilan terus menghampiri, kita tak akan belajar arti kegagalan.

Lewat kisah Juwisa, Randi, dan Gala, kita belajar bahwa berusaha adalah esensi terbaik dari sebuah perjuangan. Ketiga mahasiswa tersebut telah berjuang sebaik mungkin mempersiapkan lomba, namun kenyataan berkata lain, juara belum menjadi takdir mereka. Keberhasilan tidak hanya diukur dari juara atau tidak. Keberhasilan diukur dari sebuah proses.

2. Kita adalah penentu masa depan

Ilustrasi keberhasilan masa depan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

"Masa depan tidak pernah diwariskan oleh generasi terdahulu. Masa depan kita buat dan tentukan hari ini. Oleh tangan kita sendiri, oleh kemauan yang tahan uji."

Meskipun kita tidak pernah tau seperti apa masa depan, berusaha tetaplah penting. Apa yang kita lakukan hari ini adalah rangkaian proses yang nantinya kita petik di masa depan. Masa depan adalah kemauan kita sendiri, maka berusaha keraslah agar tercapai dan jangan mengandalkan orang lain.

Kisah Juwisa adalah salah satu contohnya. Ia tak pernah lupa cara berjuang meskipun terkadang menyerah sempat terbesit dalam pikirannya. Apa pun yang Juwisa inginkan di masa depan, ia perjuangkan sebaik mungkin tiap harinya.

3. Berjuang adalah sebuah pendakian

Ilustrasi seseorang sedang mendaki (pexels.com/Şükrü Aydın)

"Saat segala sesuatu terasa berat, meletihkan, bahkan hingga tahap memuakkan, itu artinya kau sedang mendaki. Akan ada sesuatu yang indah menantimu di puncak sana, kawan. Jangan sangka situasi enak, nyaman, dan tak ada hambatan berarti terlalu baik karena artinya kau sedang menurun. Bahkan, bisa terjerembab ke lembah tak bernama."

Berjuang itu ibarat mendaki, ada banyak jalan terjal yang tidak kita ketahui. Merasa lelah, dan hampir menyerah dalam sebuah perjuangan adalah hal wajar. Justru setiap langkah berat akan berdampak baik pada sebuah rangkaian proses.

Kisah Randi, Arko, dan Gala saat KKN di desa Pojok Salak Merah membuat kita belajar arti kehidupan sesungguhnya. Hal-hal sederhana yang dilakukan untuk masyarakat di desa dan nenek Anjali adalah sebuah langkah awal dari perjuangan Randi, Arko, dan Gala. Mereka juga banyak belajar arti sebuah proses dalam kehidupan yang tidak semudah angan-angan.

4. Semua orang termasuk kita punya kuota untuk gagal

Ilustrasi kegagalan (pexels.com/Nathan Cowley)

"Setiap orang punya kuota untuk gagal. Santailah, jangan tegang dan takut kalau melakukan kesalahan. Orang-orang yang engkau kira keren, hebat, inspiratif semua pernah gagal lebih banyak daripada jumlah ketakutan yang ada dipikiranmu."

Ada waktunya sebuah perjuangan mengalami kegagalan. Keberhasilan tanpa sebuah kegagalan adalah hal mustahil. Sebab kegagalan menjadi pelajaran yang paling berharga dari sebuah keberhasilan yang kita dapat.

Kisah Juwisa dalam novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas seakan berpesan bahwa menyerah karena kegagalan bukanlah solusi, melainkan belajar dari sebuah kegagalan harus dilakukan. Juwita tidak pernah putus asa dan tetap berusaha meraih cita-cita meski banyak kegagalan yang harus ia alami.

5. Rawat selalu impianmu

Ilustrasi orang tersenyum (pexels.com/Sound On)

"Berhenti, mundur, atau terus melaju? Jangan langgar hak impianmu. Tidak ada cerita untuk terjebak ditengah, apalagi mundur kebelakang. Impianmu itu sudah lahir, jangan kau bunuh."

Tidak ada alasan impian kita harus terhenti karena sebuah kegagalan. Kita adalah penentu masa depan, maka selalu maju adalah langkah terbaik. Jangan sampai 'jalan ditempat', bahkan mundur kebelakang.

Seperti perjuangan Juwisa, Randi, Gala, dibantu Arko ketika berjuang keras mengikuti lomba. Mereka tak kenal lelah berusaha semaksimal mungkin, kompak satu sama lain demi mencapai sebuah tujuan.

Banyak pesan moral yang terkandung dalam novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas. J.S. Khairen berhasil mengemas setiap kata dengan baik, sehingga maknanya dapat tersampaikan kepada pembaca. Penasaran dengan kisah 7 mahasiswa kampus UDEL di novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas? Yuk, segera baca!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team