Teman Autis: Memahami, Menemani, dan Membantu Penyandang Autisme

Sudahkah kita sadar austisme ada di sekitar kita?

Menjadi orang tua adalah pengalaman pertama bagi Irfan Dwiharsa dan Trisa Febiyanti , mereka masih belum yakin apa yang normal dan apa yang tidak bagi seorang anak. Namun, ia melihat putra sulungnya Biyan jelas berbeda dari anak lainnya. Pasangan suami-istri itu berbagi kisah mereka melalui kanal Youtube pribadinya Anak Hebat Indonesia.

Saat Biyan di usia 2,5 tahun ia mulai menarik dari dari semua orang. Hingga suatu hari ia tak lagi merespon apapun dari orang sekitarnya. Biyan pun kerap menyusun barang-barang secara berderet dan panjang. Saat dibawa ke dokter spesialis anak, barulah terjawab Biyan didiagnosa autis spektrum. 

Dikutip Neurodevelopmental and Behavioral Pedetric Center  autisme merupakan kelainan perkembangan yang sifatnya berat dan kompleks karena meliputi lebih dari satu area perkembangan yang terganggu yaitu bahasa, sosial dan kognitif.  Kondisi ini termasuk kedalam kelompok kelainan perkembangan yang menetap, tidak bisa sembuh, namun performanya dapat dioptimalkan dengan terapi jangka panjang dan melibatkan berbagai disiplin ilmu, tidak hanya dokter tetapi juga psikolog perkembangan anak, pedagog dan tentunya orang tua beserta seluruh keluarga penderita.

Perjalanan yang berat bagi semua orang tua dengan anak berkebutuhan khusus, orang tua Biyan pun sempat berada di fase denial hingga akhirnya menerima kondisi anak tercintanya itu dan mulai melakukan berbagai terapi. Berdasarkan data statistik Centers for Disease Control and Prevention, setidaknya ada 1 dari 100 orang menderita autisme spektrum. Angka yang terbilang cukup besar, bukan? Namun, sudahkah kita benar sadar bahwa austisme ada dan dekat di sekitar kita?

Mungkin banyak orang masih awam dengan apa itu autisme dan bagaimana cara kita menyikapi anak autis di lingkungan kita. Namun, bagi Alvinia Christiany dan rekannya Ratih Hadiwinoto yang melihat betapa mirisnya kesadaran publik tentang itu, membuatnya tergerak untuk mensosialisasikan apa itu autisme melalui Light it Up Project pada tahun 2017 hingga berkembang menjadi komunitas Teman Autis pada tahun 2018.

Alvinia pun sedikit banyak becerita kepada penulis tentang berbagai macam isu, masalah, hingga stigma yang salah soal anak autis. "Sebelum saya tahu apa itu autisme, saya dulu mikirnya anak itu bandel karena seringkali tantrum, tapi setelah saya tahu lebih lagi soal autisme ternyata mereka tantrum karena tidak bisa mengekspresikan emosinya dengan baik" ungkap Alvinia menyadari betapa pentingnya mengetahui apa itu autisme dan cara pandangnya yang berubah seketika kepada penyandang autisme. 

Mitos-mitos tentang autisme yang salah kaprah hingga membuat penyandang autisme dipandang sebelah mata

Teman Autis: Memahami, Menemani, dan Membantu Penyandang Autismesosialisasi autisme di CFD Sudirman kepada masyrarakat dengan Teman Autis (dok. pribadi/Alvinia Christiany)

Membuka jendela informasi mengenai autisme pada masyarakat awam dapat membuat banyak perubahan bagi penyandang autisme. Namun, menyebarkan kesadaran tentang autisme bukanlah hal yang mudah, apalagi jika dari masyarakatnya sendiri yang enggan tahu tentang itu. Terlalu banyak misinformasi dan mitos-mitos yang berkembang tentang autisme justru makin memberatkan penderita. Bagaimana cara kita untuk memahami dan menerima kondisi autisme jika dari kita sendiri bersikap acuh? Oleh karena itu, penting sekali menepis mitos-mitos tentang autisme yang beredar, diantarinya adalah: 

  • Mitos 1: autisme adalah penyakit menular. Faktanya tidak benar bahwa autisme adalah penyakit yang dapat menular karena ini adalah gangguan perkembangan bawaan sejak lahir
  • Mitos 2: penyandang autisme tidak bisa merasakan emosi dan cinta. Memang benar  penyandang autisme akan kesusahan berinteraksi sosial, namun bukan berarti mereka tidak dapat merasakan emosi dan cinta. Mungkin tidak secara gamblang, biasanya penyandang autisme akan mengekspresikan rasa sayangnya dengan cara berbeda-beda. Nyatanya, banyak anak autis yang bisa jatuh cinta, menikah dan bahkan memiliki anak.
  • Mitos 3: autisme terjadi karena kesalahan orang tua oleh parenting yang buruk. Faktanya, tidak ada hubungannya cara pola asuh orang tua dengan penyebab anak menjadi autis. Justru, orang tua dengan anak autis haruslah diberi banyak support untuk dapat membantu sang anak berkembang dengan berbagai terapi, bukan malah disalahkan. 
  • Mitos 4: autisme adalah gangguan jiwa atau mental. Faktanya, jelas bahwa gangguan perkembangan seperti autisme berbeda dari penyakit mental. WHO ICD-10 mendefinisikan autisme sebagai gangguan perkembangan yang muncul sebelum usia tiga tahun dengan dengan ciri-ciri keabnormalan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang. Penyakit mental biasanya tidak mengganggu kemampuan kognitif dan seiring waktu dapat diobati dan sembuh, sedangkan gangguan perkembangan adalah kondisi seumur hidup.
  • Mitos 5: vaksin bisa menyebabkan autisme. Faktanya, tidak ada bukti ilmiah dan penelitian yang menguatkan bahwa vaksin masa balita dapat menyebabkan autisme.
  • Mitos 6: autisme dapat disembuhkan. Sayang sekali bahwa autisme tidak bisa disembuhkan, namun hanya dapat diberikan terapi untuk belajar.  
  • Mitos 7: penyandang autisme adalah anti-sosial. Faktanya, anak autis tidak anti sosial, justru penyandang autisme memerlukan dukungan dalam kemampuan sosial dan cara interaksinya yang masih terbatas. Oleh karena itu, meluangkan waktu kita untuk mengenal apa autisme dan memahami perbedaan mereka dapat menjadi perubahan besar untuk lebih terhubung dengan dunia mereka.

Liku-liku perjuangan penuh kesepian dan kecemasan bagi anak autis dan orang tua dengan anak penyandang autisme  

Teman Autis: Memahami, Menemani, dan Membantu Penyandang Autismeilustrasi anak penyandang autisme (workingmother.com)

Menjadi penyandang autisme yang hingga kini belum ada obatnya, dan penyebab pastinya ini masih harus menjalani liku-liku terjal di dunia nyata, karena tak selamanya mereka bisa 'bermain' di dunianya sendiri. Terlalu banyak hal mengenai autisme yang sering terabaikan, mulai dari stigma buruk autisme, penerimaan masyarakat yang cenderung mengucilkan, terbatasnya akses pendidikan, konsultasi dan terapi yang tak merata hingga hak-hak penyandang autisme dewasa untuk berkarier yang belum terpenuhi. 

"Saya tidak menderita karena autisme, saya menderita karena caramu memperlakukanku" Jac den Houting menyuarakan isi hatinya dalam TED Talk sebagai penyandang autisme 

Hanya karena mereka berbeda, bukan berarti kita harus bersikap membedakan. Anak autis memang sering dianggap aneh karena sikap dan cara interaksi mereka yang tak biasa. Mirisnya, banyak lingkungan yang belum bisa memahami sedikit perbedaan itu dan justru mengucilkan.

"Di tahun 2017 itu saya ingat lagi maraknya kasus bully pada anak autis, ini yang bikin miris kenapa mereka harus dirundung untuk sesuatu yang sudah ada dari lahir dan bukan salah mereka?"  ucap Alvinia menyaksikan realita pahit yang harus dirasakan anak autis. 

Tak jarang pula, orang tua dengan anak autis harus menelan realita bahwa mereka berjalan sendiri tanpa mendapat dukungan dari keluarga terdekat.

"Banyak orang tua dengan anak autis curhat ke kita. Kadang, saat mereka sudah berusaha menerima kondisi anaknya, dan butuh dukungan, justru anggota keluarga terdekatnya banyak yang masih menunjukan penolakan dan malah mengucilkan" ungkap Alvinia yang menjadi tempat curhat para orang tua dengan anak autis.

Tak cukup sampai disitu, masih ada banyak kecemasan yang menghantui, baik bagi penyandang autisme maupun orang tuanya. Kekhawatirannya yakni jika saat dewasa mereka belum bisa mandiri, terapi yang diberikan tidak begitu memliki perubahan berarti, dan orang tua sudah tidak ada ataupun tak bisa sepenuhnya menjaga sang anak. Mungkinkah anak autis berkesempatan yang sama untuk bisa diterima dan dimengerti oleh masyarakat umum? Mungkinkah anak autis dapat bersaing mendapat pekerjaan yang layak tanpa dibeda-bedakan dan dikucilkan?

Teman Autis hadir sebagai angin segar untuk mengayomi penyandang autisme dan para orang tua yang tengah berjuang merawat anak autis

Teman Autis: Memahami, Menemani, dan Membantu Penyandang AutismeLight it Up Gathering mengenai autisme yang menarik banyak minat masyrakat umum (dok. pribadi/Alvinia Christiany)

Berawal dari keresahan pribadi Alvinia dan rekannya Ratih, mereka melihat bahwa di Indonesia penyandang autisme kerap dipandang sebelah mata, bahkan kata autis dijadikan bahan ledekan yang tak pantas. Pada 30 Juli 2017 melalui Light it Up Project, Alvinia dan rekan-rekannya, didampingi anak-anak penyandang autisme beserta orang tuanya membuat langkah kecil untuk kampanye di car free day Sudirman Jakarta dengan membagikan brosur berisi informasi terkait dengan autisme. 

Berlanjut di tahun 2018, Alvinia dan rekan-rekannya kembali dengan project bertajuk Light it Up Gathering yang tak disangka-sangka menarik minat masyarakat umum untuk ikut di dalam diskusi. Beranjak dari 2 project volunteer tersebut, Alvinia dan rekan-rekannya mulai mendirikan Teman Autis sebagai angin segar bagi para penyandang autisme dan para orang tua dengan anak autis yang sampai saat itu tidak memilki akses informasi satu pintu mengenai definisi dan deteksi dini autisme, tempat klinik, terapi, dan sekolah. Berikut adalah program-program besutan Teman Autis:

1. Membuat laman www.temanautis.com untuk menyediakan informasi satu pintu

Teman Autis hadir dengan visi misi yang lebih jelas untuk berkontribusi lebih menyediakan akses-akses informasi terkait autisme dengan menghadirkan website www.temanautis.com. Dalam laman tersebut terdapat direktori klinik, sekolah, terapi, komunitas, tes deteksi dini autisme, artikel-artikel mengenai autisme yang ditulis para ahli, hingga kemudahan untuk masyarakat umum ikut berdonasi dan menjadi volunteer. Digawangi tim yang semula hanya 4 orang dan kini telah bertambah menjadi 13 orang, Teman Autis berhasil mendapatkan 100 lebih mitra di seluruh Indonesia.

Diharapkan tidak hanya penyandang autisme yang terbantu, namun juga dapat membantu para orang tua yang masih kebingungan mencari tempat terapi maupun sekolah bagi anaknya. Kini, mereka dapat mengakses informasi dengan mudah sesuai domisili.

"Walaupun sekarang informasi yang kami rangkum dalam website baru menghadirkan klinik-klinik dan tempat terapi di pulau jawa dan Jakarta, mimpi kita seluruh wilayah di Indonesia dapat kami rangkul" ucap Alvinia tegas dan penuh harap.

dm-player

2. Merambah media sosial Instagram dan Facebook

Teman Autis terus melakukan berbagai inovasi dan program-program yang dapat menjangkau masyarakat luas. Tak cukup puas mensosialisikan autisme lewat www.temanautis.com saja, Alvinia dan tim juga merambah ke media sosial seperti instagram yang kini sudah memiliki 10,200 pengikut.

Dalam akun instagram tersebut, Teman Autis tak luput menyuarakan postingan informatif mengenai autisme. Setiap bulannya akan ada program reguler bertajuk TaWa yaitu tanya jawab seputar autisme dengan live instagram menghadirkan para ahli di bidangnya, sehingga para orang tua dapat dengan mudah menanyakan apapun cukup lewat media sosial. 

3. Seminar dan sharing offline antara penyandang autisme, orang tua, dan ahli 

Tidak hanya via online saja, beberapa kali Teman Autis juga mengadakan seminar offline dengan tema tertentu diiringi sharing seasion agar para penyandang autisme, orang tua dan ahli dapat saling terhubung lebih dekat dan memberi support satu sama lain. 

4. Membuat grup whatsapp antar sesama penyandang autisme dan orang tua

Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang positif untuk mereka dapat saling berbagi infomasi dan mendukung satu sama lain karena kerap terjadi banyak penolakan dari lingkungan sekitarnya. 

Baca Juga: Perjuangan Teman Autis untuk "Memanusiakan" Penyandang Autisme 

Ketulusan Alvinia dan rekan-rekannya bersedia merogoh kantung pribadi demi mewujudkan Indonesia ramah autisme

Teman Autis: Memahami, Menemani, dan Membantu Penyandang AutismeAlvinia bersama tim Teman Autis di momen lelang lukisan untuk penyandang autisme (dok. pribadi/Alvinia Christiany)

Sebagai komunitas non-profit, Teman Autis telah melakukan banyak hal selama 5 tahun terakhir. Tak hanya pikiran dan tenaga yang terkuras, tentu dana yang telah keluar selama ini pasti tak sedikit. Saat ditanyai penulis, Alvinia dengan tulus menjawab "Awal-awal membangun Teman Autis, kami pakai dana pribadi saya dan teman saya, sampai sekarang pun mayoritas masih menggunakan dana pribadi meski pernah terbantu penggalangan dana saat membuat website"

Tampak jelas ketulusan Alvinia dan tim begitu besar terhadap penyandang autisme hingga tak hanya sukarela mencurahkan waktu dan tenaganya saja, namun juga rela untuk merogoh kocek pribadinya. Masih banyak mimpi Teman Autis untuk mengembangkan komunitasnya supaya dapat merangkul anak autis di seluruh pelosok negeri. Salah satu harapan terbesar saat ini adalah memberi akses konsultasi online gratis untuk para keluarga pra-sejahtera.

"Ada pesan masuk di instagram kita beberapa waktu lalu, salah satu orang tua dari luar pulau jawa menanyakan kepada kami klinik bagus di Jakarta, karena mereka hendak seminggu disini cuma berniat mencari klinik. Dari situ, kita melihat betapa susah payahnya orang tua harus mengeluarkan biaya mahal untuk trasportasi dan akomodasi demi bisa konsultasi saja. Lalu, terbesit ide kenapa tidak kita adakan saja konsultasi online secara gratis untuk mempermudah semua penyandang autisme di pelosok negeri terutama yang kesulitan secara ekonomi" ungkap Alvinia.

Demi mewujudkan project tersebut, Teman Autis melakukan program #AutisBerdaya dengan menggalang dana dibantu oleh para pelari di NusantaRun. Hingga sekarang sudah terkumpul setidaknya Rp. 534 juta yang akan dialokasikan pada konsultasi online gratis bagi penyandang autisme dari keluarga pra-sejahtera. 

Disisi lain, tak hentinya Teman Autis ingin terus mensosialiasikan tentang autisme dengan mengunjungi kota-kota di luar pulau jawa nanti. Jika masyarakat dapat mengenal autisme, semakin mereka bisa dimengerti, diterima dan disayang. Harapannya, Teman Autis dapat berkontribusi menjadikan Indonesia ramah autisme. 

Memetik buah kesabaran, Alvinia selaku co-founder Teman Autis menerima penghargaan Satu Indonesia Awards 2022   

Teman Autis: Memahami, Menemani, dan Membantu Penyandang AutismeAlvinia Christiany dan tim Teman Autis meraih apresiasi 13th SATU Indonesia Awards 2022 tingkat nasional (instagram.com/satu_indonesia)

Berawal dari langkah kecil di car free day, kini menjadi hal besar dan dapat mengayomi semua penyandang austime di Indonesia. Disaat banyak masyarakat masih acuh tak acuh pada autisme, mereka justru bersedia memasang badan untuk menepis segala stigma buruk, misinformasi, dan membantu semua penyandang austime dan orang tuanya melalui program-program Teman Autis. Ketulusan Alvinia dan tim Teman Autis layak diapresiasi sebagai hal yang luar biasa. 

Akhirnya, kerja keras Alvinia Christiany bersama Teman Autis berbuah manis di tahun ini. Pasalnya, mereka berhasil terpilih menjadi salah satu pemenang 13th Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2022 di bidang kelompok. Sebagai penerima apresiasi 13th SATU Indonesia Awards 2022 tingkat nasional, Teman Autis berhak mendapat dana bantuan kegiatan Rp 65 juta dari Astra Indonesia yang akan dialihkan untuk dana proyek mereka yang sedang berlangsung yaitu konsultasi bagi penyandang autisme secara online dan gratis untuk keluarga pra-sejahtera.

Teman Autis: semua orang berhak merajut masa depan cerah tanpa batas  

Teman Autis: Memahami, Menemani, dan Membantu Penyandang AutismeSalah satu anggota penyandang autisme yang ikut berkegiatan bersamaTeman Autis (instagram.com/temanutis)

Meski tak terlihat secara fisik, autisme tetaplah disabilitas yang perlu diperjuangkan haknya. Tersenyumlah Indonesia karena Teman Autis hadir untuk memahami kondisi penyandang autisme dan turut mensosialiasikan kepada masyarakat untuk mengenal autisme lebih dekat. Alhasil, semakin publik memiliki kesadaran tentang autisme, semakin mereka bisa diterima apa adanya.

Teman Autis juga ada untuk menemani para penyandang autisme dan orang tuanya yang tak jarang kebingungan harus berjuang sendiri tanpa ada dukungan dari orang terdekat. Melalui program-program yang didirikan Teman Autis, kini telah terasa manfaatnya bagi semua penyandang autisme di seluruh Indonesia. 

Tak terkecuali bagi autisme dewasa, beberapa waktu lalu Teman Autis pun menjembatani seminar offline berjudul Plan Your Future: Merencakan Masa Depan untuk Dewasa Autisme. Seminar itu bertujuan untuk para penyandang autsime dewasa yang tengah merencanakan masa depan dan karier untuk dapat menemukan special interest-nya. Beberapa kisah sukses penyandang autisme dalam karier juga dibagikan dalam sesi tersebut, diantaranya ada dewasa autisme bernama Gita Sjahrir yang kini menjadi investor dan Ajeng Kamaratih yang berprofesi sebagai coach public speaking

"Sepulang dari seminar, kita melihat antusias para dewasa autisme yang memperlihatkan bahwa mereka sudah membuat CV dan siap mencari pekerjaan" ungkap Alvinia penuh bangga dan haru. 

Demi menciptakan Indonesia yang ramah akan autisme, kita hanya perlu memahami dan menerima mereka. Disabilitas perkembangan hanyalah istilah, namun jika kita bersedia menerima, sedikit perbedaan itu tak akan ada artinya karena tetap Kita Satu Indonesia. Pada dasarnya, kita semua tak terkecuali bagi penyandang autisme punya hak yang sama untuk menempuh pendidikan dan karier yang layak, sehingga kita dapat bangkit bersama di masa depan.

Baca Juga: Skrining Autisme Bisa lewat Aplikasi Tentang Anak

Siska Arifa Photo Verified Writer Siska Arifa

I write what I want to share - @siscaaryf

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya