Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tantangan Mengenali Emotional Clutter dalam Diri, Pernah Merasakan?

ilustrasi merasa sedih (pexels.com/Eman Genatilan)
ilustrasi merasa sedih (pexels.com/Eman Genatilan)
Intinya sih...
  • Kerap tersamarkan oleh kesibukan
  • Tertutup oleh pola pikir perfeksionis dan overthinking
  • Sulit membedakan emosi yang wajar dengan beban lama
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernahkah mendengar tentang emotional clutter? Ini merupakan sebutan untuk beban emosional yang berantakan. Setiap orang bisa saja terjebak dalam situasi tersebut. Beban emosional tersebut bisa berubah rasa kecewa, marah, atau dendam dan penyesalan.

Setiap orang tentu harus mampu mengenali emotional clutter dalam diri. Karena beban emosi berantakan ini yang pada akhirnya justru mengganggu keteraturan hidup. Bahkan mendapatkan seseorang dalam titik terpuruk. Tapi dalam prosesnya, tidak jarang dekat juga akan menghadapi tantangan. Berikut yang harus diketahui.

1. Kerap tersamarkan oleh kesibukan

ilustrasi sibuk bekerja (pixabay.com/Startupstockphotos)
ilustrasi sibuk bekerja (pixabay.com/Startupstockphotos)

Setiap orang tentu pernah memiliki tumpukan emosi atas hal-hal yang kurang berkenan. Beban emosi berantakan ini turut mempengaruhi cara seseorang dalam berpikir dan mengambil keputusan. Dibutuhkan langkah yang tepat untuk segera mengenali emotional clutter dalam diri.

Namun, langkah ini juga tidak terlepas dari tantangan. Saat berusaha mengenali pola emosi yang berantakan, kerap tersamarkan oleh kesibukan. Aktivitas sehari-hari, pekerjaan, atau hiburan bisa menjadi pelarian sehingga kita tidak sadar bahwa ada emosi yang sebenarnya terus mengendap.

2. Tertutup oleh pola pikir perfeksionis dan overthinking

ilustrasi sosok ambisius (unsplash.com/Max Ilienerwise)
ilustrasi sosok ambisius (unsplash.com/Max Ilienerwise)

Ada kalanya seseorang tumbuh menjadi individu yang perfeksionis sekaligus overthinking. Standar kesempurnaan tertinggi dijadikan sebagai tujuan utama yang wajib dicapai. Hal ini diiringi oleh memikirkan banyak hal dalam satu waktu bersamaan.

Di sinilah kita perlu mengenali tantangan saat sedang berusaha menggali emotional clutter dalam diri. Seringkali pola pikir perfeksionis dan overthinking mengambil alih kendali. Pikiran yang terlalu sibuk menuntut kesempurnaan atau terus memikirkan bagaimana seharusnya membuat seseorang tidak bisa jernih melihat emosi yang sebenarnya.

3. Sulit membedakan emosi yang wajar dengan beban lama

ilustrasi merasa kecewa (unsplash.com/Ivan Aleksic)
ilustrasi merasa kecewa (unsplash.com/Ivan Aleksic)

Pernahkah terjebak dalam emotional clutter? Beban emosi berantakan mempengaruhi aspek-aspek penting dalam hidup. Bahkan jika dibiarkan dapat membuat seseorang terjebak keterpurukan dalam waktu lama. Tapi dalam mengenali beban emosi, kita harus siap menghadapi tantangan.

Termasuk sulit membedakan emosi yang wajar dengan beban lama. Kadang kita mengira rasa cemas, marah, atau sedih muncul karena kondisi saat ini. Padahal sebagian besar beban emosi tersebut berasal dari pengalaman masa lalu yang belum benar-benar selesai.

4. Distraksi yang berasal dari lingkungan sekitar

ilustrasi bullying (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi bullying (pexels.com/Yan Krukau)

Emotional clutter? Seberapa sering menghadapi situasi demikian ini? Terkadang kita harus terjebak dalam beban mental berantakan yang menguras fokus dan konsentrasi. Tapi saat berusaha mengenali pola beban emosi tersebut, ternyata ada sejumlah tantangan yang hadir.

Yang paling sering terjadi, kita menghadapi distraksi dari lingkungan sekitar. Kesibukan, media sosial, atau tuntutan sehari-hari membuat seseorang tidak memberi ruang untuk refleksi, sehingga emosi menumpuk tanpa disadari. Belum lagi budaya yang menuntut seseorang selalu tangguh dalam situasi apapun.

5. Takut menghadapi rasa sakit

ilustrasi takut (pexels.com/Timur Weber)
ilustrasi takut (pexels.com/Timur Weber)

Beban emosi adalah kondisi yang pasti pernah dihadapi oleh setiap orang. Baik berupa kecewaan, kesedihan, sekaligus rasa marah dan penyesalan. Tidak jarang beban emosi ini menumpuk dan menjadi bumerang yang berpotensi mengganggu keteraturan hidup.

Tapi saat berusaha mengenali beban emosi tersebut, kita harus berhasil melewati tantangan terlebih dahulu. Diantaranya ketakutan terhadap rasa sakit. Mengenali emotional clutter berarti membuka luka lama, kenangan buruk, atau rasa kecewa. Hal ini membuat banyak orang enggan menggali lebih dalam.

Beban emosi yang berantakan dalam diri memang kerap menjadi tantangan saat seseorang sedang berproses. Tapi upaya mengenali beban emosi tersebut juga tidak selalu berjalan mulus. Seringkali dalam proses yang berlangsung justru tertutup pola pikir perfeksionis dan overthinking. Atau mungkin distraksi dari lingkungan sekitar dan rasa takut dari dalam diri sendiri. Kita harus siap mengelola diri menghadapi tantangan tersebut jika tidak ingin terjebak keterpurukan dalam waktu lama.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us