7 Tips Realistis untuk Berhenti Jadi Perfeksionis

- Perfeksionisme bisa menyebabkan stres, overthinking, dan ketidakpuasan
- Nikmati kejutan hidup tanpa terlalu banyak perencanaan
- Terapkan standar "cukup baik" untuk menyelesaikan tugas dan catat kesalahan sebagai pembelajaran
Lingkaran setan mungkin istilah yang tepat untuk menggambarkan situasi orang yang terlalu perfeksionis. Selalu mencoba melakukan yang terbaik dan memaksa diri melewati batas kemampuan, tapi tetap gak pernah puas. Menyelesaikan pekerjaan hanya untuk merasakan beban revisian. Karena tidak ada hasil yang terasa sempurna. Harus ada perbaikan di atas perbaikan. Jangankan hal besar, hal kecil seperti caption postingan Instagram aja dipikirin berlebihan.
Perfeksionisme sekilas terlihat seperti standar tinggi yang positif. Tapi, kalau dibiarkan, bisa bikin kamu stres, overthinking, serta gak pernah merasa cukup. Yuk, terapin 6 cara ini untuk berhenti jadi perfeksionis dan bikin hidup lebih ringan.
1. Mencoba Tempat Makan atau Nongkrong Baru Secara Acak

Semua makanan yang sudah masuk ke tubuh akan sama-sama berakhir di kamar mandi. Tidak peduli seenak apa pun rasanya atau sebagus apa pun restonya. Semua tempat nongkrong pasti punya kursi. Meskipun hanya sederhana tanpa sandaran punggung. Ngidam makanan boleh. Punya tujuan cafe yang lagi popular gak masalah. Lakukan hal yang kamu inginkan. Datangi tempat yang menarik perhatianmu. Jangan pikirkan dulu kalau nanti begini, kalau nanti begitu. Ketemu hal baik syukur, ketemu hal yang gak baik juga syukur biar bisa menghindar lain kali. Nikmati kejutan dari penemuan yang gak kamu rencanakan. Namanya juga hidup, kadang suka kidding.
2. Sengaja Mencoba Sesuatu untuk Gagal

Tau kalau gak qualified untuk daftar, tapi siapa tau rezeki. Sadar kalau gak bisa nulis, iseng aja submit draft. Tujuannya adalah mencoba, bukan berhasil. Ketika kita melakukan sesuatu untuk menang, kita bisa kalah. Namun jika hanya ingin bersenang-senang, menjalani prosesnya pun sudah menjadi kemenangan. Bisa karena biasa, begitu pun dengan kegagalan. Akan tetap ada harapan ketika mencoba dan rasa kecewa ketika tidak berhasil, tapi terbiasa melakukannya membuat kegagalan lebih ringan. Lebih baik mencoba dan gagal daripada tidak sama sekali, kan?
3. Pergi Liburan Dadakan

Biarkan temanmu atau orang lain untuk mengatur rencana liburanmu. Kamu bisa meminta gambaran besarnya seperti tujuan, waktu, dan siapa saja yang akan ikut dalam rencana itu. Tapi tidak dengan detail tempat yang akan kamu datangi atau hal apa saja yang akan kamu lakukan. Jangan juga berusaha mencari tau semua informasi detail itu sendiri setelah mengetahui gambaran besarnya. Biarkan dirimu mengikuti keadaan. Semisal biasanya kamu perlu membawa baju tidur khusus dan serangkaian night-care untuk menginap di luar rumah. Tanpa rencana, ternyata kamu bisa tetap tidur nyenyak tanpa memerlukan semua hal itu. Atau ternyata kamu bisa menemukan alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan night-care mu. You'd be surprised what you're capable of.
4. Terapkan 80% Rule

Alih-alih menuntut hasil yang sempurna, coba terapkan standar "cukup baik" untuk menyelesaikan tugas. Tambahkan timer dan paksan diri menyelesaikan tugas secara kasar dulu. Hasilnya gak akan sempurna karena targetnya hanya 80% dari keseluruhan. Fokusnya hanya pada penyelesaian, bukan kesempurnaan. Teknik ini membantu otak menerima bahwa "cukup baik" ternyata bisa terasa cukup. Prinsip ini bukan berarti menurunkan standar, tapi lebih ke mengutamakan efektivitas dan optimalitas. Kita tidak tau apakah suatu pekerjaan baik atau tidak sebelum dikumpulkan atau diberikan kepada seseorang yang bertugas menilai. Setelah mengirimkan versi 80% pun kita tetap bisa melakukan revisi jika memang diperlukan. Selesaikan dahulu, pikirkan hasilnya kemudian.
5. Buat Daftar Kesalahan Mingguan

Seberapa banyak kesalahan yang kamu perbuat, sebesar apa ukurannya, mungkin hanya diri kita sendiri yang tau secara pasti. Setiap minggu, catat kesalahan-kesalahan yang kamu rasa kamu buat. Mulai dari yang besar sampai yang kecil. Tulis penyebabnya, hal apa yang bisa kamu pelajari, serta peluang yang sekiranya muncul dari situ. Melihat kembali daftar yang kamu tulis memunculkan kesadaran diri. Kesalahan yang awalnya terlihat fatal ternyata ga separah itu setelah seminggu berlalu. Kesalahan kecil ternyata gak lagi terlihat seperti kesalahan dan bisa dicoret dari daftar. Revisit beberapa hal yang kamu anggap kurang baik bisa bikin kamu memangdangnya kembali secara berbeda.
6. Tempatkan Diri di Kaki Orang Lain

Tak jarang keinginan untuk sempurna datang dari ketakutan akan pemikiran orang lain. Bagaimana jika postingan di instagram terlalu berlebihan? Bagaimana jika menurut atasan data yang ditampilkan kurang lengkap? Bagaimana jika bajuku tidak sesuai dengan tema venue pernikahan? Dan banyak "what if" lainnya. Kenyataannya, orang lain mungkin tidak memikirkan apa yang kamu khawatirkan. Bisa jadi mereka juga sibuk memikirkan hal yang sama untuk dirinya sendiri. Hanya karena kita peduli akan apa yang orang lain pakai, bukan berarti mereka juga peduli pada apa yang kita pakai. Kalau kita bisa terima outfit tidak nyambung yang orang kenakan, kenapa harus khawatir mereka tidak bisa menerima outfit kita? Permainan tebak-tebakan ini memang tidak bisa diselesaikan. Tidak ada habisnya jika terus diambil pusing.
7. Batasi Revisi Maksimal Dua Kali

Ada banyak waktu. Ada banyak kesempatan. Bukan berarti harus dihabiskan dengan revisian. Mengulangnya berkali-kali belum tentu membuat suatu pekerjaan lebih baik. Yang pasti adalah membuatnya selesai lebih lama dan energi lebih habis. Tak jarang satu kali revisi aja sudah cukup. Kalau dua kali revisi gak merubah pekerjaan secara signifikan, berarti sudah cukup baik. Revisi mandiri juga gak menjamin gak akan ada revisi dari pihak lain. Coba kirimkan hasil kerja mentah ke teman dekat sebagai tester. Memang belum sempurna atau bahkan selesai sama sekali, jadi wajar kalau nanti diminta revisi. Terlalu banyak revisi sendirian hanya menunda pekerjaan. Semakin cepat dikirimkan, semakin cepat dapat masukan.
Pekerjaan yang baik adalah pekerjaan yang selesai. Waktu dan energi terlihat gratis, padahal sebenarnya ada harganya. Kamu sudah melakukan yang terbaik, dan "terbaik" gak sama dengan sempurna.