5 Cara Mengurangi Perfeksionisme yang Bikin Stress

Perfeksionisme sering kali terlihat sebagai sifat positif karena mendorong seseorang untuk selalu memberikan yang terbaik. Namun, jika dibiarkan berlebihan, perfeksionisme justru bisa menjadi beban yang membuat hidup penuh tekanan. Alih-alih puas dengan pencapaian, kamu malah sering merasa kurang, takut gagal, dan sulit menikmati proses. Inilah yang pada akhirnya memicu stres, rasa cemas, bahkan menurunkan kepercayaan diri.
Untuk bisa hidup lebih tenang dan tetap produktif, penting bagi kamu belajar mengurangi perfeksionisme yang berlebihan. Ingat, kesempurnaan itu tidak pernah benar-benar ada, dan yang terpenting adalah progres, bukan hasil yang tanpa cela. Berikut lima cara yang bisa kamu terapkan agar perfeksionisme tidak lagi menguasai hidupmu.
1. Sadari bahwa kesempurnaan itu ilusi

Langkah pertama untuk mengurangi perfeksionisme adalah menyadari bahwa kesempurnaan itu hanyalah ilusi. Tidak ada satupun orang di dunia ini yang bisa benar-benar sempurna, bahkan mereka yang terlihat sukses sekalipun pasti pernah melakukan kesalahan. Menyadari hal ini akan membuatmu lebih menerima diri sendiri dengan segala kekurangan.
Perfeksionisme biasanya muncul karena standar diri yang terlalu tinggi dan rasa takut dinilai buruk oleh orang lain. Padahal, sering kali orang lain tidak terlalu memperhatikan detail yang kamu khawatirkan. Dengan memahami bahwa tidak semua hal harus sempurna, kamu bisa mengurangi tekanan pada diri sendiri.
Cobalah untuk mulai menerima hasil yang cukup baik (good enough) daripada memaksakan sesuatu harus sempurna. Dengan begitu, kamu akan lebih ringan menjalani hidup dan tetap bisa menikmati perjalanan tanpa terbebani ekspektasi berlebihan.
2. Fokus pada proses, bukan hanya hasil akhir

Salah satu cara terbaik untuk melawan perfeksionisme adalah dengan menghargai proses, bukan sekadar menilai hasil akhir. Banyak orang yang terjebak perfeksionisme akhirnya hanya terpaku pada output, sehingga melupakan pengalaman belajar yang bisa didapatkan. Padahal, proses sering kali jauh lebih berharga karena membentuk keterampilan, karakter, dan ketahanan mental.
Kalau kamu terlalu sibuk mengejar hasil sempurna, kamu bisa kehilangan kesempatan untuk menikmati setiap langkah kecil dalam perjalananmu. Misalnya, saat mengerjakan tugas, kamu bisa menghargai betapa banyak pengetahuan baru yang kamu dapatkan, bukan sekadar nilai akhir yang sempurna. Dengan begitu, tekanan pun berkurang.
Mengubah fokus dari hasil ke proses akan membuatmu lebih fleksibel dan terbuka terhadap pembelajaran. Kamu akan lebih mudah menerima kesalahan sebagai bagian dari pertumbuhan, bukan sebagai tanda kegagalan.
3. Belajar memberi jeda dan self-compassion

Perfeksionisme sering membuat seseorang terlalu keras pada diri sendiri. Kamu mungkin merasa harus selalu produktif, tidak boleh salah, dan harus lebih baik dari orang lain. Padahal, tubuh dan pikiran manusia butuh istirahat untuk bisa berfungsi dengan baik. Memberi jeda dan berlatih self-compassion adalah kunci penting untuk mengurangi stres akibat perfeksionisme.
Self-compassion berarti memperlakukan diri sendiri dengan rasa sayang, sama seperti kamu memperlakukan teman dekat yang sedang kesulitan. Daripada terus mengkritik diri, cobalah untuk memberikan kata-kata penyemangat dan menerima bahwa kegagalan adalah hal yang wajar. Dengan begitu, kamu bisa lebih damai menjalani hidup.
Jangan ragu untuk mengambil waktu istirahat sejenak ketika merasa lelah. Melakukan aktivitas sederhana seperti berjalan santai, mendengarkan musik, atau meditasi bisa membantu menenangkan pikiran dan mengurangi tekanan akibat standar perfeksionis.
4. Kurangi kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain

Perfeksionisme juga sering dipicu oleh kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. Di era media sosial, hal ini semakin mudah terjadi karena kamu bisa dengan cepat melihat pencapaian orang lain yang terlihat begitu sempurna. Namun, yang sering terlupakan adalah kamu hanya melihat highlight, bukan perjuangan di balik layar.
Ketika kamu terus membandingkan diri, rasa puas akan semakin sulit dicapai. Apa pun yang kamu lakukan terasa tidak pernah cukup, karena selalu ada orang yang terlihat lebih baik. Hal ini justru membuat stres dan menurunkan rasa percaya diri.
Alih-alih membandingkan diri dengan orang lain, fokuslah untuk membandingkan dirimu yang sekarang dengan dirimu di masa lalu. Dengan begitu, kamu bisa melihat perkembangan yang nyata tanpa merasa tertekan oleh standar orang lain.
5. Buat standar realistis dan fleksibel

Perfeksionisme identik dengan standar yang terlalu tinggi dan kaku. Untuk menguranginya, kamu perlu belajar membuat standar yang lebih realistis dan fleksibel. Standar realistis artinya sesuai dengan kemampuan dan situasi yang kamu hadapi, bukan sesuatu yang hampir mustahil dicapai.
Misalnya, daripada menuntut diri menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang tidak masuk akal, cobalah membuat target harian yang lebih kecil dan bisa dicapai. Dengan begitu, kamu tetap merasa produktif tanpa terbebani ekspektasi yang berlebihan. Standar fleksibel juga berarti kamu memberi ruang untuk perubahan jika kondisi tidak sesuai rencana.
Dengan membuat standar yang lebih manusiawi, kamu bisa tetap termotivasi sekaligus lebih tenang. Hal ini juga membuatmu lebih siap menghadapi kenyataan bahwa hidup penuh ketidakpastian, dan kesalahan adalah bagian dari proses.
Perfeksionisme memang bisa membuatmu bekerja keras, tapi jika tidak dikendalikan justru akan berujung pada stres dan rasa tidak pernah puas. Dengan menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah ilusi, menghargai proses, melatih self-compassion, berhenti membandingkan diri, dan membuat standar realistis, kamu bisa lebih damai menjalani hidup. Ingat, tujuan hidup bukanlah menjadi sempurna, melainkan menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri.