Jangan Anggap Remeh! 5 Dampak Buruk Joy Stealing dalam Hubungan

- Joy stealing menurunkan rasa aman emosional dalam hubungan, membuat orang merasa tidak didengar dan kepercayaan hilang.
- Dampak joy stealing juga membunuh antusiasme dan kreativitas, sehingga hubungan terasa stagnan dan sempit tanpa ruang untuk mimpi.
- Joy stealing menciptakan jarak emosional, mengikis self-worth, dan mengganggu keseimbangan energi dalam hubungan, merusak pondasi hubungan secara perlahan.
Pernah gak kamu merasa excited banget cerita sesuatu ke orang terdekat—pacar, sahabat, atau keluarga—tapi malah dibalas dengan respon yang bikin hati lemas? Itu bukan sekadar salah paham, bisa jadi kamu sedang mengalami joy stealing. Ini bukan hal kecil. Joy stealing adalah saat seseorang meremehkan, mengabaikan, atau bahkan mematikan kebahagiaan kita—dan dampaknya bisa sangat nyata dalam dinamika hubungan. Mungkin kita gak sadar, tapi jika dibiarkan, ini bisa menjadi racun yang perlahan menggerogoti koneksi yang kita bangun susah payah.
Di bawah ini ada lima dampak buruk dari joy stealing dalam hubungan yang sering tidak kita sadari. Mari kita bahas dengan hati yang terbuka dan pikiran yang reflektif, karena bisa jadi kita pernah menjadi pelaku, bukan hanya korban.
1. Menurunkan rasa aman secara emosional

Setiap hubungan yang sehat dibangun di atas rasa aman untuk menjadi diri sendiri. Tapi saat kamu mengalami joy stealing, seperti ketika cerita bahagiamu ditanggapi dengan sinis atau cuek, rasa aman itu perlahan menghilang. Kamu jadi ragu untuk terbuka, takut dihakimi, atau malah memilih diam.
Rasa aman emosional itu ibarat fondasi. Ketika kamu merasa gak didengar atau tidak dianggap penting, kepercayaan pun ikut luntur. Dan tanpa kepercayaan, hubungan bisa kehilangan makna dan kedalamannya. Karena itu, penting banget buat jaga ruang agar orang terdekat merasa dihargai, sekecil apa pun kebahagiaan yang mereka bagikan.
2. Membunuh antusiasme dan kreativitas

Orang yang sering mengalami joy stealing cenderung kehilangan semangat untuk berbagi ide, mimpi, atau rencana. Misalnya, kamu cerita tentang impian buka bisnis kecil, tapi dibalas dengan, “Emang bisa? Kayak susah deh.” Itu bisa langsung bikin antusiasme drop seketika.
Padahal, antusiasme adalah bahan bakar kreativitas. Sekali dua kali mungkin bisa dimaklumi, tapi kalau berulang, kamu bisa mulai meragukan dirimu sendiri. Lambat laun, hubungan pun terasa sempit dan stagnan, karena tidak ada ruang untuk mimpi atau ekspansi diri.
3. Menciptakan jarak emosional

Kamu mungkin masih sering ngobrol, pergi bareng, atau nge-chat tiap hari. Tapi kalau joy stealing sudah sering terjadi, hatimu bisa mulai menjauh. Kamu merasa “gak nyambung”, atau bahkan lelah karena harus menyaring cerita demi menghindari tanggapan yang bikin kecewa.
Ini bukan drama, ini tanda bahaya. Jarak emosional bukan tentang fisik, tapi soal seberapa nyaman kamu menjadi utuh di hadapan orang tersebut. Jika dibiarkan, hubungan jadi kaku, seperti hidup berdampingan tapi terpisah batin. Dan itu melelahkan, apalagi untuk kamu yang butuh koneksi tulus.
4. Mengikis self-worth secara perlahan

Salah satu efek paling diam-diam dari joy stealing adalah bagaimana ia bisa membuat kamu meragukan nilai dirimu sendiri. Ketika hal-hal yang membuatmu bahagia terus-menerus dianggap sepele, kamu mulai bertanya: “Apa aku lebay? Apa aku salah senang?”
Ini bahaya banget. Karena ketika harga diri tergores, kamu bisa kehilangan arah dan jadi terlalu bergantung pada validasi eksternal. Padahal, hubungan seharusnya jadi tempat kamu bertumbuh dan merasa cukup, bukan tempat di mana kamu terus merasa kurang.
5. Mengganggu keseimbangan energi dalam hubungan

Hubungan yang sehat itu soal saling memberi dan menerima energi. Tapi ketika joy stealing masuk, energinya jadi timpang. Kamu mungkin merasa lelah karena terus mencoba menyenangkan orang lain, tapi jarang mendapat dukungan balik saat kamu yang butuh bahagia.
Tanpa sadar, kamu jadi “people pleaser”, atau malah terjebak dalam dinamika yang gak seimbang. Dan ini bisa bikin hubungan terasa berat sebelah. Padahal, energi itu harusnya bisa saling mengisi, bukan saling menguras.
Joy stealing mungkin terdengar sepele, tapi dalam jangka panjang, bisa sangat merusak pondasi hubungan. Bukan karena satu respon yang salah, tapi karena akumulasi luka-luka kecil yang tidak pernah dipulihkan. Kita semua pernah khilaf, entah sebagai pelaku atau korban. Tapi kabar baiknya, kita juga punya kuasa untuk mengubah arah.
Mulailah dari kesadaran. Dengarkan lebih dalam, hadir sepenuh hati, dan izinkan orang-orang di sekitarmu merasa utuh saat mereka sedang bahagia. Karena kadang, bentuk cinta yang paling sederhana adalah kemampuan untuk ikut tersenyum saat orang lain sedang bersinar. Kita semua butuh itu—dan kita semua bisa memberikannya.