5 Sebab Pasangan Suka Pamer Kemesraan, Dapat Berubah Lebih Kalem

Siapa nih, yang sering risi oleh kebiasaan sejumlah pasangan yang memamerkan kemesraan mereka? Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di media sosial, ada saja pasangan yang terlalu lengket. Mereka seperti tak punya rasa malu pada orang-orang di sekitarnya ketika pamer kemesraan.
Bukannya sungkan, mereka malah merasa senang dan bangga. Sekalipun kedekatan mereka bisa mengganggu pemandangan dan bikin kamu gak nyaman berada di satu tempat dengan mereka, hobi pamer kemesraan dapat berhenti, kok. Sebelum masuk ke penjelasan bagaimana kesukaan pamer keintiman ini berakhir, pahami dulu penyebab mereka melakukan aksi ini.
1. Usia masih sangat muda

Faktor usia sangat berpengaruh pada kematangan berpikir dan pengendalian emosi serta perilaku. Maksud emosi di sini ialah rasa cintanya pada pasangan. Makin muda usia seseorang, sering kali perilakunya bersifat spontan dan hanya memperturutkan perasaan.
Oleh sebab itu, ketika mereka berpacaran, kalau sedang harmonis pamer kemesraan. Sebaliknya, sedikit masalah dapat membuat mereka bertengkar hebat dan bersikap penuh drama. Kondisi psikis mereka belum stabil.
Mereka tak memikirkan lebih jauh tentang pantas atau tidaknya perbuatannya bersama pacar. Nanti seiring dengan pertambahan usia dan kedewasaannya, baru mereka merasa malu saat mengingat gaya pacarannya dulu. Orang dewasa juga bisa pamer kemesraan, tapi biasanya gak separah pasangan remaja.
2. Baru senang-senangnya jadian atau menikah

Masa ini biasanya gak cukup dalam hitungan bulan. Pasangan bisa masih pamer kemesraan sampai tahun ketiga atau keempat kebersamaannya. Setelah itu, umumnya pamer kemesraan akan berkurang.
Apakah itu artinya mereka tak lagi saling mencintai? Tentu tidak demikian. Hanya saja, mereka sudah menghadapi lebih banyak ujian dalam hubungan sehingga pamer kemesraan tak lagi dirasa penting.
Kemesraannya sendiri tidak berarti hilang. Mereka cuma gak lagi mengumbarnya di hadapan orang banyak. Bentuk keintimannya pun telah berbeda, tak terbatas pada kontak fisik saja.
Seperti kemesraan pasangan suami istri ialah bersama-sama menemani anak bermain atau berolahraga di akhir pekan. Kalaupun foto-fotonya diunggah, kesan yang ditangkap oleh orang lain bukan lagi pamer kemesraan seperti jika mereka berciuman, misalnya. Namun, itu sebatas dokumentasi kebersamaan dalam suatu kegiatan.
3. Posesif dan pencemburu

Dua sifat ini tidak bisa dipisahkan. Orang yang terobsesi menjadikan pasangannya sebagai miliknya pasti akan cemburu berat setiap ada orang lain yang mendekatinya. Namun, tentu saja dia tak mungkin tiba-tiba melabrak semua orang yang terlihat dekat dengan pasangannya.
Maka, caranya mengamankan pasangannya agar tidak diambil orang ialah dengan pamer kemesraan. Biar semua orang tahu bahwa mereka berpasangan dan sangat saling mencintai. Kemesraan yang dipertontonkan ini diharapkan membuat orang lain mundur dan tak mengganggu hubungan mereka.
Kekurangannya ialah orang yang posesif dan pencemburu malah tidak sadar bahwa kedua sifat itu juga dapat merusak hubungan. Pasangannya bisa merasa tidak nyaman kalau terlalu dikekang. Bukan orang ketiga yang menghancurkan hubungan, tetapi pasangannya yang lelah psikis dapat meninggalkannya.
4. Kurang memahami etika

Pemahaman orang akan etika memang berbeda. Ada pasangan yang berpendapat bahwa pamer kemesraan dengan siapa pun bukanlah sikap etis. Namun, ada pula orang yang berpikir itu boleh dilakukan asal bersama pasangan sendiri, bukan merebut pasangan orang lain.
Orang akan cenderung berperilaku berdasarkan pendapat masing-masing. Akan tetapi, ini juga tidak bersifat kaku. Orang yang cuek pamer kemesraan selama dengan pasangan sendiri pun lama-kelamaan bisa bersikap lebih sopan.
Seperti dijelaskan dalam poin pertama, misalnya karena pertambahan usia. Kedua, teguran terus-menerus dari orang-orang di sekitarnya yang tidak nyaman. Ketiga, melihat fakta sejumlah pasangan yang gemar pamer kemesraan ternyata hubungannya di dunia nyata malah penuh masalah atau berakhir dengan perpisahan.
5. Terlalu bangga dengan pasangannya

Sederhananya, jika seseorang tidak bangga dengan pasangannya tentu ia tak akan memamerkan kemesraan mereka. Akan tetapi, tak pernah memamerkan keromantisan bukan berarti orang pasti malu atau tidak mencintai pasangannya. Hati-hati dalam melihat perbedaan keduanya.
Ketika rasa bangga seseorang terhadap pasangan begitu besar, keinginan buat menunjukkan kedekatan mereka pun makin kuat. Ia bakal merasa tambah senang saat orang lain iri dengan hubungan mereka dan memuji-muji.
Kalau diibaratkan dengan benda, benda yang bagus, mahal, bermerek, dan sangat disukai pasti akan ditonjolkan dalam penampilan. Namun, rasa bangga sebesar ini juga tidak selamanya. Dengan berjalannya waktu, barang yang sama bisa tampak biasa saja.
Kita sudah melihat bermacam-macam benda yang lebih baru dan bagus. Ini tidak bermakna kita tak mensyukuri barang yang dimiliki, cuma euforianya sudah berakhir. Begitu pula dengan kebanggaan besar terhadap pasangan yang lama-kelamaan tak perlu diungkapkan dengan pamer kemesraan, melainkan cukup bersyukur dalam hati karena memiliki pasangan seperti dirinya.
Pamer kemesraan memang kurang tepat kalau mengarah pada perbuatan yang tidak senonoh. Hal-hal demikian seharusnya berada dalam ranah privat. Orang lain tak mungkin dipaksa agar cuek bila satu pasangan saja berusaha terus menyedot perhatian dengan aksi-aksi yang mempertontonkan keintiman mereka.