6 Akibat Menggantungkan Kebahagiaan pada Pasangan, Waspada!

Memprioritaskan pasangan bukan berarti sepenuh bergantung kebahagiaan. Kamu tetap perlu mengutamakan cita-cita impian dengan menghargai upaya diri dalam berjuang, hingga perkumpulan bersama para sahabat maupun teman sepergaulan. Sumber bahagia ada banyak, kalau sudah berpasangan, jangan menutup pintu bahagia lainnya.
Bayangkan jika dia melakukan kesalahan yang di luar batas toleransimu? Seberapa kecewa dan putus asanya kamu menghadapi kenyataannya. Itulah sebabnya, waspada karena memang berbahaya. Berikut enam akibat jika tetap nekat menggantungkan kebahagiaan pada pasangan.
1. Kehilangan sisi mandiri dalam menemukan kebahagiaan

Meski benar pasanganmu adalah sosok berkualitas, mapan, populer, menarik dalam pergaulan yang luas, tetapi menggantungkan rasa bahagia hanya padanya itu adalah kesalahan besar. Ketika dia sedang ada kesibukan selama beberapa hari, kamu akan kehilangan kendali diri dalam menemukan keceriaan. Kebingungan karena sosok yang selama ini membantu tiba-tiba berjauhan entah sampai kapan. Sisi mandirimu menjadi lemah hingga hampir putus asa.
2. Kehilangan semangat saat dia tak ada

Terbiasa didukung dalam hal motivasi dan semangat olehnya, bukan berarti dari orang sekitar gak bisa. Hindari bergantung secara berlebihan, karena kamu sendiri yang rugi nantinya. Pasangan juga punya urusan pribadi yang harus diselesaikan, ketika dia gak bisa menyemangatimu, kamu akan bimbang dan jatuh dalam posisi ingin menyerah. Mengikutinya ke mana saja pun tak bisa, yang kamu lakukan akhirnya meratapi kondisi diri yang mulai tak berdaya.
3. Menjadi overthinking ketika terjadi salah paham

Kesalahpahaman bisa saja menimpa kalian, karena komunikasi mulai berjalan gak lancar. Saat ini terjadi, kamu yang selalu bergantung bahagia padanya, mulai bimbang dan berpikiran macam-macam. Hari-harimu menjadi gak produktif karena dihabiskan untuk memusingkan tentang kemungkinan terburuk. Mulai takut akan masa depan jika dia meninggalkan hubungan. Pikiran negatif pun terus menghampiri sampai menghabiskan energi dalam diri. Siapa yang sengsara? Kamu sendiri jadinya.
4. Kehilangan kesempatan baik dalam sosial

Karena terlanjur mengambil sumber bahagia hanya padanya, kamu mulai meninggalkan relasi sosial bersama teman-teman. Mulai menjaga jarak dengan orang sekitar karena selalu ingin berdekatan dengan pasangan. Ketika suatu hari dia pergi, orang sekitar yang dulu dekat sudah terlanjur jauh relasinya darimu. Sebab, kesempatan dalam kebersamaan yang mereka berikan, selalu kamu tolak karena lebih memilih bahagia bersama pasangan seorang. Bisa untuk kembali mendapatkannya, tapi perlu perjuangan dan harus mau memulai seperti awal.
5. Hal sederhana yang dulunya kamu syukuri, seolah menjadi biasa

Ketika dulu kamu mampu berbahagia dari hal-hal sederhana karena membuatmu begitu mensyukurinya, sekarang perlahan hal tersebut terasa biasa. Akibatnya, ketika pasangan memilih pergi dan memutuskan hubungan, kamu mengalami kesulitan mendapatkan kelegaan, karena gak mampu menemukan rasa syukur dari apa pun yang ada. Bagilah waktumu, bijaksanalah dalam berpikir, pasangan hanya pelengkap kabahagiaan, sumber lainnya janganlah ditutup atau diabaikan.
6. Kehilangan cinta dan rasa berharga terhadap diri

Terus-menerus mengambil sumber bahagia hanya dari pasangan, bisa membuatmu lupa, bahkan kehilangan cinta dan rasa berharga terhadap diri sendiri. Mulai mengagungkan dirinya, berupaya menyenangkannya agar gak menjauhimu, hingga mengorbankan diri demi bahagianya. Akhirnya, tak hanya bergantung kebahagiaan, tapi kamu juga menyerahkan bahagiamu padanya. Ini menunjukkan bahwa kamu gak lagi menyayangi diri.
Belajarlah lebih mandiri dalam menjalani relasi romantis. Pasangan bukanlah satu-satunya sumber kebahagiaan. Gak bijaksana dan gak adil untuk dirimu sendiri jika menggantungkan bahagia pada pasangan. Selain merepotkannya, pada akhirnya kamulah yang paling sengsara. Oleh karena itu, penting sekali untuk mencintai diri sendiri terlebih dulu, sebelum kamu menjalin hubungan asmara, supaya kebahagiaanmu gak cuma dari dia.