Kisah Ara Kusuma, Pembaharu Muda yang Gigih Wujudkan Perubahan Baik

Ia sudah aktif melakukan aksi sosial sejak usia 10 tahun

Jakarta, IDN Times - Semakin berkembangnya dunia ini, semakin kompleks permasalahan yang ada. Bukan tidak mungkin, generasi muda seharusnya bisa menjadi sumber penggerak yang akan membawa dampak besar di masa depan. Sayangnya banyak orang hebat, tetapi tidak semuanya bisa berempati untuk melakukan perubahan.

Namun, semangat seorang gadis muda sontak menjadi sumbu api yang bisa menerangi sekitarnya tuk membawa perubahan. Ia adalah Kusuma Dyah Sekar Arum atau akrab disapa Ara Kusuma. Ara Kusuma merupakan seorang pembaharu muda yang tak pernah lelah berkontribusi untuk lingkungan sekitarnya.

Pandemik membukakan matanya bahwa tidak semua anak bernasib sama. Namun, pendidikan tetaplah hak setiap orang.

Maka dari itu, terwujudlah Aha! Project yang diinisiasi oleh Ara guna menyalurkan beragam sarana pembelajaran ke seluruh pelosok negeri. Simak cerita inspiratifnya dari wawancara eksklusif IDN Times dengan Ara Kusuma pada Jumat (23/6/2023).

1, Jangan remehkan keingintahuan yang tinggi seorang anak kecil. Di usia 8 tahun, Ara sudah menjadi pelopor perubahan baik

Kisah Ara Kusuma, Pembaharu Muda yang Gigih Wujudkan Perubahan BaikAra Kusuma (instagram.com/arakusuma)

Apa sih yang dilakukan anak-anak usia SD? Kalau tidak belajar, ya bermain, kan? Namun, ada yang berbeda dari Ara Kusuma. Sejak kecil, Ara tumbuh menjadi pribadi dengan keingintahuan yang sangat tinggi. Bisa dikatakan, kelebihannya saat itu adalah bertanya.

“Jadi setiap ada hal apa pun itu aku selalu bertanya ini apa sih. Kenapa kok kayak gini? Orangtua aku gak pernah nge-stop karena kebanyakan tanya. Jadi memang aku di-encourage untuk tetap bertanya. Nah, titik baliknya waktu itu aku memang suka minum susu waktu kecil,” ungkapnya.

Sama dengan anak lainnya yang mengagumi suatu hal. Ara sangat menyukai sapi, ia memang suka meminum susu sapi dari kecil. Menurutnya, sapi adalah hewan yang lucu dan menggemaskan sehingga ia mengoleksi apa pun yang bernuansa sapi. Buku tulis bahkan jilbab pun berbentuk sapi dengan identitas warna hitam dan putih.

Kepindahannya dari Depok ke Salatiga menjadi awal mula kiprahnya bergelut di bidang sosial. Ara dan orangtuanya banyak mengunjungi berbagai peternakan swasta. Di usianya yang belia, ia bisa melihat perbedaan antara orang-orang yang memelihara sapi di rumah dengan peternakan swasta.

“Aku ngelihat ‘oh ternyata ada berbagi cara sapi itu bisa dipelihara dan dikelola sumber dayanya’. Yang waktu itu aku ke peternakan swasta, ada sekitar 1500 sapi itu mulai dari susunya diolah, kotorannya juga, pangannya diperhatikan dengan sangat baik sehingga keuntungannya besar. Sedangkan yang di desa, mereka punya rata rata 2-3 ekor sapi satu keluarga. Bayangkan kalau satu desa ada 500 keluarga. Dari segi jumlah gak jauh berbeda tapi segi pengolahannya yang berbeda,” ceritanya.

Lantas, tercetuslah ide apakah bisa peternakan di desa jauh lebih terintegrasi dan teroptimalisasi sumber dayanya seperti di peternakan swasta. Semula, peternak di desa hanya menjual susu perah ke koperasi dengan harga murah. Padahal masih banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari pengelolaan sapi, yang nantinya akan menghasilkan produk bernilai tinggi.

Ara menyebutnya Moo’s Project. Ia dan orangtuanya berupaya menjembatani peternak di desa dan peternak swasta agar bisa bertukar pikiran dan tersadarkan bahwa ada peluang besar untuk menciptakan kesejahteraan. Hasilnya mencakup pengelolaan susu, daging, kotoran sapi, homestay, hingga membuat eco-tourism.

2. Ide yang semula dipandang sebelah mata justru menuntunnya menjadi Young Change Maker

Kisah Ara Kusuma, Pembaharu Muda yang Gigih Wujudkan Perubahan BaikAra Kusuma (instagram.com/arakusuma)

Perjalanan mewujudkan keresahannya menjadi inovasi baru tentu tidak mudah. Terlebih usianya yang masih kecil membuatnya dipandang sebelah mata oleh para peternak.

Akhirnya, ia berupaya mencari cara berkomunikasi yang baik, yakni menciptakan komunikasi yang sebaya dan setara. Untuk itulah, Ara meminta tolong bantuan orangtua dan orang-orang terdekatnya untuk menyebarkan ide brilian ini. 

“Kita ada sharing session bareng. Dari segi pangannya pun dikelola dengan lebih terstruktur, dari segi olahannya pun dari susu, kotorannya di pupuk kompos, lalu juga ada homestay, homestay dan eco tourism untuk mengundang teman teman yang dari kota hadir ke desanya itu,” jelasnya lagi.

Apa yang dilakukan Ara ini ternyata dilirik oleh Ashoka sebagai Young Change Maker di tahun 2008. Berkat ide ini pula, Ara tahu apa yang menjadi passion-nya selama ini. Ia makin menyadari bahwa anak yang semula gak suka susu sapi bisa mulai mengonsumsinya lagi ketika diolah menjadi makanan.

“Tadinya aku kira ‘oh, mungkin sapi itu adalah hidupku gitu’. Ternyata lebih banyak ke mengoneksikan menghubungkan orang dan dari segi aspek pendidikannya nih. Sebetulnya waktu main sama anak-anak peternak, kita belajar matematika, kita belajar bareng terus ya waktu sama peternaknya tuh. Aku lebih suka bagaimana akhirnya peternak itu ketika terhubung dan mereka bisa belajar hal baru lho gitu jadi proses nya ini yang ternyata lebih menjadi passion aku,” tambahnya.

Kini, Ara bekerja sebagai Youth Years Leader di Ashoka yang khusus mengelola program anak-anak muda. Ashoka sendiri merupakan yayasan nirlaba internasional yang ada di 80 negara, termasuk Indonesia.

Ara menjelaskan, “Kami fokusnya untuk mendukung socioentrepreneur dan juga untuk young changemaker. Aku fokus ke young changemaker-nya nih. Kita cari anak anak remaja usia 12-20 tahun yang sudah melaksanakan inisiatif sosialnya mereka. Jadi melihat sebuah masalah, berempati, tapi gak stop di sana. Mereka juga akhirnya melakukan aksi nyata memberikan solusi untuk permasalahan yang mereka hadapi.”

Tentunya didukung oleh kepercayaannya bahwa setiap orang bisa berkontribusi di usia muda. Gak cuma berprestasi secara akademik, tetapi mampu mengolah empat dan kecerdasannya menjadi suatu keterampilan yang berguna bagi sesama.

3. Setelah Moo’s project, tetap ada beberapa project lain yang digagasnya untuk remaja

Kisah Ara Kusuma, Pembaharu Muda yang Gigih Wujudkan Perubahan BaikAra Kusuma (instagram.com/arakusuma)

Setelah Moo’s project, Ara berinovasi membuat suatu wadah di mana ia bisa belajar di luar kelas yaitu URTraverlearner. Melalui ide ini, Ara ingin mengajak para remaja untuk mempelajari banyak hal baru dan saling terhubung di luar kelas. 

“Yang menjadi pengalaman luar biasa gitu untuk aku enggak cuma dari segi kognitif, kontennya tuh mendapat ilmu baru tapi juga dari segi skill dan pengalamannya itu bertambah dengan banyak ketika travelling,” imbuhnya saat diwawancarai IDN Times secara daring.

Kegiatannya terbagi menjadi tema-tema tertentu. Misalnya arts and technology, Ara ingin mengajak para remaja untuk tahu bagaimana jadinya apabila seni dan teknologi disatukan.

Setelah itu, ia juga sempat membuat kegiatan TeenChanger dalam bentuk menginap 3 hari 2 malam untuk remaja. Melalui kegiatan ini, Ara ingin remaja juga belajar bagaimana caranya memimpin dan mengatur suatu proyek. Adanya kegiatan ini memberikan kesempatan anak untuk lebih asertif, melihat lingkungan sekitar, mengasah empati, dan mencari kekuatan diri atau passion-nya.

dm-player

Kemudian, tercetuslah Aha! Project saat pandemik. Sebagai anak yang aktif, Ara merasa ia tetap butuh melakukan suatu hal. Akibat bosan, akhirnya ia melihat keluar jendela dan menemukan kenyataan bahwa masih ada anak-anak yang berkeliaran di luar saat lockdown COVID-19.

Ia pun berpikir, “Aku jadi berpikir kayak lho kenapa kok enggak maksudnya harusnya kan ada ada pembelajaran penggantinya gitu ya ada di rumah, kenapa mereka justru jalan jalan tanpa masker dan di jam sekolah. Nah, waktu itulah akhirnya baru baru tersadar sebetulnya bahwa ‘oh iya ya bahwa pandemi itu enggak cuma kesehatan’. Ada dari segi ekonomi, well being, dan tentunya dari segi pendidikan. Enggak semua anak itu punya gadget, enggak semua anak punya internet dan juga orang tuanya belum tentu bisa mendukung mereka pembelajaran di rumah masing-masing.”

4. Aha! Project bertujuan membukakan wawasan bahwa pembelajaran bisa dilakukan di luar kelas

Kisah Ara Kusuma, Pembaharu Muda yang Gigih Wujudkan Perubahan BaikAra Kusuma (instagram.com/arakusuma)

Bersama dengan beberapa teman, terciptalah Aha! Project. Proyek ini hadir untuk memberikan sarana pembelajaran berkualitas dalam bentuk hard copy kepada siswa dan orangtua sehingga mereka bisa tahu apa yang harus dipelajari dan bagaimana mereka bisa belajar.

“Untuk saat ini memang fokusnya masih di sekolah dasar. Jadi mulai dari apanya dulu itu kami bikin lembar kerja lembar pembelajaran itu berbasis cerita. Jadi ini sambil brainstorming waktu itu kayak lembar kerja tapi kan LKS boring banget gitu ngapain bikin sesuatu yang bakal membosankan buat anak anak ya udah kita kasih cerita aja oke kita cerita tentang apa nih gitu cerita tentang 2 tokoh waktu itu, Kelana dan Maruna yang berkeliling Indonesia,” pungkasnya.

Ara menyakini bahwa banyak sekalli hal yang bisa dipelajari di luar kelas. Bahkan lingkungan sekitar rumah bisa menjadi media pembelajaran sehari-hari. Hal ini juga terinspirasi dari proyek sebelumnya, URTravelearner.

Ara mencontohkan, “Oke, kalau gitu, apa yang bisa kita pelajari? Oh, kita bisa belajar matematika dari bahan bahannya pake susu, belanja ke pasar, dan sebagainya. Dijual keuntungan itu ada matematikanya ada. Apalagi kita bisa belajar bahasa loh ketika kita menjajakan itu pakai bahasa Inggris nih misalnya. Kita masukkan kurikulum darurat untuk SD waktu itu dengan kegiatan sehari hari dari keliling kota-kota yang ada di Indonesia. Jadi, pembelajaran yang kontekstual dan mencari sesuatu yang memang dapat dicari yang mudah di dapat untuk di sekitar rumah kayak daun batu, Kursi yang ada di rumah itu kita gunakan masukan untuk kegiatan kegiatan yang ada di lembar kerjanya Aha! Project ini.”

Dirasa anak SD masih memerlukan pendampingan, maka Aha! Project dijalankan dengan sistem sukarela. Ada banyak relawan yang tersebar di 64 desa dan 18 provinsi untuk membuka ruang kelompok belajar. Aha! Project menyasar kelompok menengah ke bawah yang memang kurang mampu atau tidak terfasilitas oleh internet.

“Sampai sekarang pun akhirnya karena keseruannya itu masih banyak juga yang tetap melakukan untuk weekend. Sekarang sudah masuk sekolah tapi ternyata tetap dibutuhkan dari segi kontekstual education-nya. Anak anak itu perlu eksplorasi di luar gitu,” paparnya.

Melalui Aha! Project, anak-anak SD mendapatkan modul gratis yang diproduksi secara lokal. Para relawan yang disebut local champion juga bisa mendistribusikan modul tersebut.

Baca Juga: Pesan Edukasi di Balik Kecintaan Tania Kathryne pada Dunia Dongeng

5. Ada banyak tantangan yang ia hadapi untuk tetap menghidupkan Aha! Project

Kisah Ara Kusuma, Pembaharu Muda yang Gigih Wujudkan Perubahan BaikAra Kusuma (instagram.com/arakusuma)

Rasanya mustahil bila tak ada kesulitan sedikit pun dalam membangun Aha! Project. Ara mengakui bahwa tantangan terbesarnya adalah mengelola para relawan, mengingat bahwa tidak ada keterikatan serta ketersediaan mereka sebagai relawan berdasarkan motivasi pribadi.

“Ketika sekolahnya kemarin itu mandek (berhenti_red) di pandemik, kita jadi tahu betapa rentannya sistem pendidikan ini kalau memang ketiganya (formal, non formal, dan informal_red) enggak dukung cuma satu doang gitu. Nah kita mencoba untuk yang di informalnya ini, tapi memang belum banyak orang yang bermain dan terjun ke informasi ini. Kita juga mencari jalannya sendiri nih, gimana ya caranya gitu untuk bisa lebih banyak komunitas dan juga organisasi yang ada di informal sebagai next step setelah post pandemic nih. Whats next-nya apa yang mau kita lakukan itu juga menjadi tantangan baru nih,” ucap Ara.

Melalui proyek ini pula, Ara ingin menekankan agar anak muda tidak membuang energinya untuk mengeluh. Daripada menggerutu, setiap orang memiliki kesempatan untuk berbuat sesuatu.

“Memang hidup ini enggak sempurna dan apalagi banyak sekali situasi di sekitar kita yang ada masalah ada isu ada tantangan. kita sebagai anak muda, kita punya tenaga, kita punya energi, kita punya kreativitas pemikiran yang kita miliki. kenapa enggak dimanfaatkan untuk memikirkan solusinya gitu?” terang Ara.

Ia juga menegaskan, “Latihan ini perlu dari sekarang nih untuk anak anak yang kecil mulai berempati, remaja pun mulai sudah melakukan aksi aksinya. Karena dalam melaksanakan proyek pasti juga ada kegagalan. Ada tantangan, ada argumentasi dengan tim yang lain. Nah itu perlu akhirnya dihadapi terlebih dahulu. Itu jadi latihan berproses sampai akhirnya mereka akan bisa memegang peranan yang lebih penting lagi di Indonesia ini.”

6. Apa yang harus dilakukan anak muda agar percaya diri mengambil langkah perubahan?

Kisah Ara Kusuma, Pembaharu Muda yang Gigih Wujudkan Perubahan BaikAra Kusuma (instagram.com/arakusuma)

Peraih penghargaan National Geographic Young Explorer ini menyampaikan, “Tentunya kita perlu percaya dulu nih bahwa kita tuh punya kekuatan loh. Kita punya sesuatu yang bisa kita kontribusikan ini. Kalau aku baca ada teorinya, namanya asset based thinking ini memang melihat dari apa yang asset yang kita miliki nih daripada melihat dari asset based thinking yang melihat dari segi kekurangan yang kita miliki."

Daripada stuck di satu tempat, kenapa tidak mencoba sumber yang lain? Hal itulah yang jadi prinsipnya. Ara percaya bahwa ada tiga cara untuk bisa menjadi seseorang yang percaya diri membuat perubahan.

“Pertama, change the way you yourself. Itu kayak mengubah cara kita melihat diri bahwa aku tuh punya kekuatan. Kedua adalah change the way you see others. Kita juga akhirnya melihat orang lain,” katanya.

Menurut Ara, cara memandang yang kedua berkaitan dengan kolaborasi. Kalau kamu tahu gak bisa melakukan suatu hal, kamu bisa mengajak orang lain yang ahli untuk saling berkolaborasi. Ketiga, change the situation.

"Jadi yang tadinya mungkin situasinya kayaknya tuh penuh masalah. Satu masalah itu sejuta peluang. Kalau misalnya di wilayah aku gersang bukannya kayak ya 'kok panas banget ya di sini', tapi itu peluang untuk kita. Oh, kenapa enggak kita melakukan sesuatu di sana? Jadi semuanya dimulai dari mindset di dalam diri kita terlebih dahulu untuk akhirnya bisa punya kepercayaan diri melakukan sesuatu," tegasnya.

Di akhir perbincangan kami, Ara memberikan definisinya terhadap anak muda yang keren. Menurutnya, anak muda yang keren adalah siapa saja yang terus berevolusi. Artinya, definisi keren kita dengan orangtua atau kakek nenek jelas jauh berbeda.

Hal ini menyadarkan Ara bahwa, “Anak muda yang keren itu yang bisa mengaktualisasi dirinya menciptakan dampak dan juga legacy  yang positif dan juga berkelanjutan.”

Semoga sedikit kisah inspiratif Ara bisa memicu kamu untuk berani mengambil langkah perubahan, ya. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan membuat Indonesia lebih baik?

Baca Juga: Kisah Inspiratif Nyoman Anjani, Lulusan MIT Bangun Bisnis Baby Care

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya