Cara Nia Sugihrehardja Hidupkan Limbah Karton Susu Jadi Makin Berkelas

Melalui Popsiklus, sampah berubah jadi produk artistik

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memaparkan data menarik dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2021. Ternyata masih ada hampir 5 ton sampah per tahun yang belum terkelola dengan baik. Sebanyak 40.8 persen sampah berasal dari limbah rumah tangga, lho!

Kondisi ini juga yang menjadi tonggak awal berdirinya Popsiklus. Sebuah brand lokal yang mengusung konsep upcycling dan recycling dari limbah rumah tangga, hingga menjadi barang fungsional dan memiliki nilai jual tinggi.

Berangkat dari keresahannya, Nia Sugihrehardja membagikan kisah di balik terciptanya Popsiklus dalam wawancara eksklusif #AkuPerempuan bersama IDN Times pada Jumat (27/5/2022). Seperti apa prosesnya mengolah limbah rumah tangga jadi barang berguna?

1. Popsiklus lahir berkat keresahan Nia terhadap banyaknya limbah rumah tangga yang menumpuk

Cara Nia Sugihrehardja Hidupkan Limbah Karton Susu Jadi Makin BerkelasPopsiklus (instagram.com/popsiklus)

Pemilik nama lengkap Kurniati Rachel Sugihrehardja ini, menyadari bahwa setiap keluarga menghasilkan limbah rumah tangga yang cukup banyak. Gak semuanya bisa terkelola dengan baik karena ada beberapa jenis sampah yang dihindari oleh tukang sampah.

“Kompleks tempat aku tinggal itu, tukang sampahnya tidak datang setiap hari. Terus membuat aku sama suami mikirin ini gimana ya cara buangnya gitu,” ujar Nia.

Nia dan suami sepakat untuk mencari cara membersihkan sisa sampah tersebut. Untuk sampah organik, Nia memilih menguburnya dengan tanah untuk mengurangi bau tidak sedap. Sementara sampah anorganik akan dibersihkan dan dikumpulkan hingga tukang sampah datang.

“Jadi dulu itu, jemuran plastikku lebih banyak daripada jemuran pakaianku. Nah dikumpulkan, dicuci, digantung-gantung, sampai pokoknya kering, terus ditumpuk-tumpuk, pokoknya harus dicuci karena mau dikumpulin. Kalau gak dicuci, nanti kan ada serangga gitu ya. Nah. dari tumpukan-tumpukan ini, ada tuh tumpukan karton susu yang gak pernah diangkat sama si bapak (tukang sampah_red),” lanjutnya.

Melihat ketidaktertarikan pengepul sampah terhadap tumpukan karton susu, tercetuslah ide untuk mengolah kertas karton susu tersebut menjadi cover buku tulis pribadinya. Karton susu diubahnya menjadi cover notebook untuk dipakai sendiri. Lalu, ia jadikan kado untuk teman hingga menarik antusiasme banyak orang yang ingin memesan.

“Terus aku iseng-iseng ya, aku labelin, aku kasih nama, kasih judul, aku kasih brand. Waktu itu namanya masih 'Bikinbikin', belum 'Popsiklus'. Kasih namanya iseng-iseng. Karena memang seneng bikin-bikin, ya namanya Bikinbikin aja gitu ya. Terus ada nomor teleponnya, aku gak tahu itu sudah nyebar ke mana aja,” ceritanya.

Bagi Nia, pekerjaan utamanya adalah ibu rumah tangga. Ia hanya tidak sengaja memiliki usaha kecil berkat aktivitas me-time di meja pojok rumahnya. Perempuan yang memiliki banyak ide ini, akhirnya menyalurkannya hasrat seninya dengan membuat work art.

"Aku sukanya di rumah aja, me time-ku ya selalu di pojokan rumah. Di meja, aku bikin ini, bikin itu, sebenarnya awalnya itu. Dulu kan tergantung mood bikinnya. Kalau anaknya mau tidur gitu, anaknya sekolah, mood-nya lagi oke, aku bikin-bikin. Tapi kalau sekarang, karena tidak sengaja, akhirnya kecebur ya di dunia ini, gak bisa menunggu mood karena ada yang harus dipertanggungjawabkan gitu. Ada komitmen-komitmen yang harus tetap berjalan dan harus diselesaikan," terang perempuan berkacamata ini.

2. Berganti nama dari Bikinbikin ke Popsiklus, Nia menyakini bahwa segala sesuatu memiliki siklus hingga bisa digunakan kembali

Cara Nia Sugihrehardja Hidupkan Limbah Karton Susu Jadi Makin BerkelasPopsiklus (instagram.com/popsiklus)

Dari dulu, perempuan yang akrab disapa Nia ini memang memiliki kebiasaan baik untuk memilah sampah sehari-hari. Tak disangka, kebiasaan baiknya ini membawa Nia tidak sengaja terjun dalam dunia baru, yaitu crafting. 

“Aku dulu kerja sama orang. Jadi, aku memutuskan berhenti kerja itu sebenarnya karena aku punya anak. Setelah aku punya anak, tetap gak bisa diem, jadi ya aku juga harus ngapain lah, gitu ya. Jadi, bener-bener hanya dari kegiatan iseng-iseng me time-ku sebenarnya. Aku itu ibu rumah tangga yang secara kebetulan gitu, gak sengaja akhirnya jatuh di dalam dunia baru. Tadinya gak ada niat bisnis atau gimana, bener-bener gak ada di kepala planning bisnis apa gitu. Bener-bener cuma bikin, ada yang pesen ya sudah aku bikin sesuai pesanan. Terus lama-lama berkembang berkembang dengan sendirinya. Aku itu learning by doing it aja sih sebenarnya,” tuturnya.

Nama “Bikinbikin” sudah melekat sejak tahun 2009 karena kesenangannya membuat sesuatu. Namun, Nia melihat ada peluang yang bagus sehingga ia mendaftarkan bisnis kecilnya dengan nama “Popsiklus”. Istilah “Pop” terambil dari kata populer dan “Siklus” merupakan keyakinan Nia bahwa segala sesuatu memiliki siklus untuk digunakan kembali.

Nia berkata, “Sebenarnya, apa aja yang kita temukan di sekitar kita itu mempunyai siklus yang bisa didayagunakan kembali sebelum akhirnya kita memutuskan untuk membuang. Jadi, sebenarnya memopulerkan siklus daur ulang sih. Meskipun tidak semua bisa didaur ulang juga, tapi kan siklusnya bisa. Ada siklusnya, dijadikan kompos misalnya kalau yang organik.”

Beruntungnya, kini masyarakat sudah mulai aware dengan waste management. Mulai banyak orang tahu ke mana mereka harus membuang sisa konsumsi makanan mereka. Namun, gak memungkiri bahwa masih ada daerah-daerah yang belum terjangkau oleh waste management yang baik.

Misalnya, masyarakat yang berada di daerah belum memiliki akses untuk bisa membuang sampah jenis plastik. Sementara di kota besar, sudah banyak sekali fasilitas yang mendorong masyarakat untuk bisa lebih peduli lingkungan.

3. Nia konsisten mendaur ulang limbah seperti karton susu menjadi barang yang berkualitas

Cara Nia Sugihrehardja Hidupkan Limbah Karton Susu Jadi Makin BerkelasLimbah Karton Susu (instagram.com/popsiklus)

Dari 18 juta ton sampah per tahun, data SIPSN menunjukkan bahwa 12 persen di antaranya merupakan limbah kertas atau karton. Sejalan dengan itu, sebagian besar produk yang dihasilkan oleh Popsiklus berasal dari limbah karton susu bekas. Namun selain karton susu, Nia juga mengolah beberapa limbah lain jadi produk fungsional dan artistik seperti tote bag, note book, cable holder, paspor, dan lain-lain.

“Sebagian besar bahan dasarnya semua karton susu karena limbah paling banyak yang aku terima saat ini karton susu. Kalau dulu kan limbah rumah tangga sendiri, terus lama-lama jadi limbah rumah tetangga, satu kompleks. Sekarang, memang paling banyak yang kirim ke aku adalah karton susu bekas pakai atau karton susu yang tidak bisa dipakai. Mayoritas ya hampir sebagian besar adalah karton susu, meskipun aku ada limbah-limbah lain sih, kayak kantong plastik, kantong keresek, tutup botol plastik,” papar ibu muda ini.

Bahkan, limbah kantong semen bekas renovasi gudangnya diolah jadi produk baru seperti tas. Sementara tutup botol plastik bisa diolah jadi terazzo 20x20 cm. Limbah karton susu akan selalu ada sehingga limbah lainnya digunakan Nia sebagai material pelengkap saja.

Untuk bisa memenuhi kebutuhannya tersebut, Nia memiliki tiga sumber utama untuk mendapatkan limbah karton susu. Pertama, limbah rumah tangganya sendiri. Selain itu, Nia menerima kotak susu bekas dari ibu rumah tangga lain dalam keadaan sudah dibersihkan dan dikeringkan.

“Kedai kopi itu kebetulan memang paling banyak menggunakan susu yang jenisnya sama, si fresh milk ini ya. Susu fresh milk ini banyak digunakan sama kedai kopi. Jadi yang kedua itu, aku banyak dapet dari kedai-kedai kopi. Sumber yang terakhir itu dari pabrik susunya yang bersangkutan, tapi pabrik susu yang bersangkutan kadang-kadang jenis limbahnya bervariasi. Ada karton yang reject, ada karton yang cacat. Jadi, dari ketiga sumber itu, aku mendapatkan karton susu bekas pakai atau tidak layak pakai yang dikirimkan ke tempatku,” tambah Nia.

Dari apa yang dikerjakannya, Nia juga mengajak orang lain untuk mengubah cara pandang terhadap sampah. Suatu barang yang mungkin terlihat sebagai sampah, ternyata bisa diolah kembali tanpa harus berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Itulah yang disebut Nia dengan re-imagining waste. 

Ia menceritakan pengalamannya, “Aku nemu layangan putus di halaman workshop. Layangannya dibuat dari plastik-plastik bungkus sabun cuci piring. Re-imagining waste sih sebenarnya as easy as that. Ada plastik bekas gagal produksi, tipis, dan bagus buat layangan, ya, mungkin. Meskipun kalau layangannya jatuh, ditemukan sama anak lain ya dimainkan lagi. Kalau layangan jatuh terus sobek, jadi sampah juga. Tapi, setidaknya plastik bungkus sabun itu gak langsung dibuang ke TPA dan berakhir di TPA. Tapi, ya diimajinasikan ulang nih, jadi layangan dulu, terbang-terbang dulu, menceriakan kehidupan anak-anak yang senang main layangan.”

4. Mengolah sampah tak akan pernah menjadi tahapan yang mudah

Cara Nia Sugihrehardja Hidupkan Limbah Karton Susu Jadi Makin BerkelasGoodang Popsiklus (instagram.com/popsiklus)

Sayangnya, perjalanan memilah sampah dan menjadikannya barang yang berguna, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Nia harus membuat beberapa syarat dan ketentuan bagi pengirim limbah karton susu, seperti membersihkan dan mengeringkannya dengan baik sebelum dikirim kepadanya. Di samping itu, Nia juga gagal bekerja sama dengan salah satu kedai kopi untuk mendapatkan karton susu bekas mereka karena terbentur satu dan lain hal.

Menurut Nia, gak ada tahapan yang mudah dalam mengolah sampah. Dari pengumpulan, pembersihan ulang, penyortiran, hingga diolah menjadi suatu produk, tidaklah mudah. Itulah mengapa produk daur ulang tidak bisa dihargai murah karena ada effort yang sangat besar untuk bisa menciptakan hasil yang berkualitas.

“Di balik hasil akhir itu, ada ribuan jam yang dihabiskan untuk trial and error, yang mostly error. Trial dan error, jatuh bangunnya, ribuan jam yang sudah dihabiskan, ribuan jam kefrustasian untuk berhenti melakukan percobaan-percobaan. Tapi akhirnya tidak berhenti dilakukan, yang akhirnya menambah ribuan jam menjahit, menambah ribuan jam mendedel gitu ya,” ungkap Nia.

Walaupun produknya tergolong tidak bisa dibandingkan dengan kompetitor, nyatanya Nia masih menemukan adanya produk-produk tiruan. Menanggapi hal itu, ia justru semakin semangat menyiapkan prototype produk barunya.

dm-player

“Kita sudah menghabiskan ribuan jam untuk memikirkan ini, tapi orang kalau meniru gampang banget, ya. Tapi gak apa-apa, biarkan saja, hitung-hitung menyebarkan semangat. Aku percaya rezeki sudah ada yang mengatur dan kalau udah ada ya tinggal bikin baru,” katanya berlapang dada.

Baca Juga: Kisah Maurilla Sophianti Selamatkan Bumi dengan Gaya Hidup Nol Sampah

5. Di tengah dahsyatnya pandemik, Nia harus membangun ulang workshop dari nol di tempat baru untuk bisa bertahan

Cara Nia Sugihrehardja Hidupkan Limbah Karton Susu Jadi Makin BerkelasGoodang, Workshop Popsiklus di Cimahi, Jawa Barat (instagram.com/popsiklus)

Pandemik gak serta merta membuat banyak orang kehilangan sanak keluarga. Banyak juga UMKM yang tumbang karena tidak sanggup bertahan. Hal yang sama dirasakan oleh perempuan yang pernah bekerja sebagai desain grafis ini.

Nia mengaku bahwa ia harus mengulang lagi pekerjaannya dari awal. Dalam artian, ia harus meninggalkan seluruh workshop-nya di Tangerang dan berpindah ke Cimahi, Jawa Barat. Semua dilakukannya karena menemani sang ibu yang tinggal sendirian.

"Aku memutuskan untuk kembali ke Cimahi, tapi PR banget sih memang. Jadi boyong suami, boyong anak gitu. Boyong workshop yang saat itu aku pikir ya tidak menjadi prioritas. Pokoknya waktu pandemik itu kan semua kegiatan berhenti, jadi ya aku mengutamakan ibuku, suami, dan anakku," jelasnya.

Rasanya mustahil untuk mengulang apa yang sudah Nia bangun sejak awal. Saat pandemik pun, karyawannya tidak bisa datang sehingga sangat menghambat pekerjaannya. Namun, Nia menuturkan pada IDN Times bahwa berkat kebaikan dan kemurahan Tuhan sajalah, ia bisa melalui masa ini.

"Sebenarnya, ya suami masih bisa tetap bekerja dan anakku cocok di sekolah barunya, itu sih dua hal itu sudah cukup melegakan buat aku," imbuhnya.

Alhasil, perempuan yang gak bisa diam dan suka beraktivitas ini, juga bergerak mengubah bangunan mangkrak menjadi workshop barunya. Bangunan peninggalan almarhum ayah yang dulunya dipakai untuk green house, menjadi tempat barunya untuknya berkarya.

"Tadinya gak kepikiran sama sekali kalau aku akan pakai gudang ini jadi tempat kerjaku. Tapi karena beres-beres, terus mikir gudangnya mau diapakan ya. Puluhan tahun gudang ini gak pernah disentuh. Jadi, dari situ tanpa sengaja akhirnya ketemu teman yang mau bantu merapikan dan mewujudkan ide. Akhirnya, jadilah gudang yang habis dibereskan ini menjadi area tempat kerjaku," terangnya sambil tersenyum.

6. Secara tidak langsung, mindset dan pola hidupnya juga ikut berubah menjadi ramah lingkungan

Cara Nia Sugihrehardja Hidupkan Limbah Karton Susu Jadi Makin BerkelasTas Semen Popsiklus (instagram.com/popsiklus)

Nia mengaku bahwa ia bukan penggiat gaya hidup ramah lingkungan. Istilah sustainability dan ramah lingkungan pun asing didengarnya pada waktu itu. Yang Nia lakukan hanyalah mempermudah pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga yang harus mengelola sampah.

"Aku hanya tahu bahwa mencuci jenis sampah anorganik di dalam rumah itu sangat merepotkan. Aku gak mau cucian plastikku lebih banyak daripada cucian bajuku. Jadi, sebisa mungkin, kalau bisa, jangan ada deh plastik yang aku cuci. Kalau bisa pun, terpaksa ya berapa biji doang lah, jangan banyak-banyak. Saat itu, aku gak tahu apa itu konsep ramah lingkungan, sustainability. Aku hanya melakukannya, bahwa aku sebagai ibu rumah tangga itu membawa bungkus makanan. Kita langsung mikirnya gini, 'Ih, males banget deh nanti nyucinya, ngebersihinnya.' Dibuangnya ke mana lagi, kan capek ya. Kita kerjanya sudah banyak, ini ditambah-tambahin lagi. Jadi, kalau bisa, kalau beli gitu, bawa rantang. Kalau gak bawa rantang, ya gak usah beli, gak jadi," terangnya.

Ia pun terinspirasi dari suatu kelompok ibu-ibu atau oma-oma yang ada di sekolahan anaknya. Dari mereka, Nia belajar tentang waste management. Ternyata, sudah banyak orang yang terlebih dahulu memiliah, membersihkan, hingga mengirimkan sampah.

"Akhirnya, aku belajar setiap pergi bawa rantang supaya kalau beli bisa take away dan gak bawa sampah masuk ke dalam rumah. Aku juga belajar bahwa yang terpenting adalah ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga yang memutuskan apa yang masuk dari pintu depan, apa yang kita olah di dalam rumah, lalu apa yang akan kita buang dari pintu belakang," katanya.

Nia merasa bahwa yang ia jual adalah ide. Ia tidak melihat keuntungan secara materi, melainkan pelajaran yang sebenarnya hanya permulaan dari perjalanan berikutnya. Apa yang dilakukannya saat ini bukan hanya memberikan dampak positif bagi hidupnya, melainkan orang di sekitarnya juga.

"Untuk anak-anak yang kerja denganku juga, keuntungan non-materinya banyak. Mereka mulai sedikit agak berubah. Pola konsumsi mereka mulai sedikit agak berpikir. Perjalanan setiap orang pasti berbeda-beda. Aku gak melarang mereka bawa kantong kresek ke tempat kerja, kan itu gak bisa," jelasnya.

"Jangan mentang-mentang kita mengolah sampah, lalu melarang orang. Akhirnya mereka jadi segan sendiri membawa kantong kresek ke tempat kerja. 'Soalnya sama ibu mah kantong kresek dicuci, disayang-sayang, dibersihkan, dipakai lagi.' Nanti kalau sobek, baru dijadiin sesuatu, akhirnya mereka gak enak sendiri. Lama-lama berubah yang diumpetin jadi gak pakai gitu," lanjut Nia.

7. Jatuh bangunnya membuahkan beberapa penghargaan

Cara Nia Sugihrehardja Hidupkan Limbah Karton Susu Jadi Makin BerkelasMilk Carton Tote Bag Popsiklus (instagram.com/popsiklus)

Kehidupan tak akan pernah lepas dari fase naik dan turun. Ada kalanya Nia merasa ingin menyerah karena frustasi. Namun, ia tetap bangkit dan meneruskan apa yang jadi passion-nya hingga menelurkan beragam produk yang membawa nilai lebih untuk lingkungan dan masyarakat.

"Aku berkali-kali pengen berhenti, lho! Believe it or not, I just wanna stop karena frustasi berkali-kalinya. Cuma lucunya, setiap kali aku mau berhenti, ada saja yang kirim, ada yang order, tiba-tiba ada undangan. Aku berkali-kali pengen berhenti, tapi gak berhenti. Akhirnya aku tetap lagi kembali ke kegiatan ini," ia terkekeh.

Tahun 2021, ia berhasil mendapat Good Design Award pada kategori 'Personal Accessories & Wearable Personal Items' untuk karyanya, yaitu Milk Carton Tote Bag. Bahkan di tahun ini, Nia dan tim berhasil mendapatkan penghargaan INACRAFT Awards 2022 untuk kategori 'Other Natural Materials'.

Bukan hanya mengusung konsep upcycling, Nia juga berusaha menerapkan recycling untuk Popsiklus. Sebenarnya apa yang membedakan kedua hal ini?

"Kalau kita pakai sesuai dengan bentuk aslinya, tidak berubah, aku sebutnya upcycling, bukan downcycling. Kalau downcycling, jadi gak ada harganya. Karena dia upcycling, dia punya nilai lebih tinggi gitu. Kalau melalui proses penghancuran hingga menjadi bentuk lain, itu namanya recycling. Yang recycling ini, aku juga masih belajar mengolah apa yang tidak bisa aku upcycling," kata dia.

8. Perihal zero waste dan pengolahan sampah ini, Nia gak pelit untuk membagikan ilmunya agar orang lain pun bisa meneruskannya

Cara Nia Sugihrehardja Hidupkan Limbah Karton Susu Jadi Makin BerkelasPopsiklus (instargam.com/popsiklus)

Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Mungkin kalimat tersebut lazim terdengar. Hal itulah yang diterapkan Nia Sugihrehardja pada karyawannya.

Nia menyadari bahwa sumber daya manusia merupakan hal yang paling susah untuk di-maintain. Namun, ia percaya bahwa semuanya berhubungan dengan mindset.

"Aku jatuhkan pilihan pada dua anak lulusan SMK ini karena mereka mau belajar. Sebenarnya kembali lagi merekanya mau belajar apa gak. Aku selalu bilang ke mereka, 'Apa yang bisa aku kasih ke kamu, harus bisa kamu kembalikan lagi ke orang lain. Kamu sudah pintar, jadi sebisa mungkin nanti, apabila kamu sudah tidak mau melanjutkan kegiatan ini karena satu dan lain hal, setidaknya harus ajarin dulu ke orang baru.' Kamu transfer skill-mu dulu, karena sebaik-baiknya ilmu adalah yang bermanfaat bagi orang lain," tutur Nia.

Meski sudah berkutat dengan dunia craft dan waste management selama belasan tahun, Nia mengaku masih struggling setiap hari. Menurutnya, apa yang dilakukannya ini juga termasuk pengalaman pribadi setiap orang. Tidak ada rumus atau panduan baku untuk bisa menerapkan gaya hidup yang lebih sehat dengan mengurangi sampah.

"Disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Jangan terlalu jahat sama diri sendiri juga. Istilahnya, jangan push yourself too hard untuk langsung zero waste gitu. Segala sesuatu yang berlebihan bisa membuat kita merasa sok pintar," seraya menutup obrolan hangat ini.

Saat ini, sudah banyak ide-ide berkualitas yang dihasilkan Nia dari limbah rumah tangga. Semoga perjalanannya bisa membuatmu tergerak untuk mulai mengurangi, memilah, dan mengelola sampah. Kamu bisa mulai dari hal kecil seperti membawa tas belanja untuk mengganti kresek, lho!

Baca Juga: Kisah Nirasha Darusman Mengarungi Duka dari Depresi hingga Bikin Buku

Topik:

  • Febriyanti Revitasari
  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya