Dilema Besar Working Mom dan Cara Menghadapinya

10-15 menit untuk keluarga lebih powerful daripada 24 jam

Salah satu isu terbesar yang dihadapi perempuan adalah kemampuan diri untuk bisa beradaptasi dengan peran ganda. Peran ganda di sini merupakan tantangan sebagai ibu sekaligus perempuan yang bekerja. Tidak sedikit perempuan yang memilih melepaskan karier untuk keluarga, atau mengorbankan waktu dengan keluarga demi mengejar karier. 

East Ventures, perusahaan yang bergerak di bidang Venture Capital, menggelar forum diskusi dengan beberapa ibu muda yang juga membangun bisnis mereka. Dalam Women With Impact Forum, Balancing Motherhood and A Career pada Rabu (16/2/2022), banyak sekali insight yang bisa kamu dapatkan seputar peran perempuan sebagai ibu, istri, dan pekerja. Baca sampai habis, ya!

1. Beragam asumsi atau stereotype tentang wanita karier

Dilema Besar Working Mom dan Cara MenghadapinyaWomen With Impact Forum, Balancing Motherhood and A Career. Rabu (16/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Dalam sesi pertama yang dimoderatori oleh Senior Investment Associated East Ventures, Stacy Oentoro, terungkap bahwa ada banyak sekali stigma atau stereotype yang lekat pada perempuan. Berdasarkan report yang diunggah oleh All Raise pada tahun 2018, data menunjukkan hanya ada 12 persen perempuan dalam sektor VC (Ventures Capital) yang berperan sebagai pengambil keputusan.

Hal tersebut disetujui oleh Avina Sugiarto, Venture Partner of East Ventures, yang melihat fenomena glass ceiling sebagai penyebab putusnya rantai pemberdayaan perempuan. Menurutnya kondisi ini sangat disayangkan karena perempuan punya banyak sekali perspektif dalam pengambilan keputusan. Namun, kini semakin banyak gerakan muncul untuk meminimalisir gender gap dan meningkatkan gender diversity, seperti perusahaan dengan karyawan yang 50 persen di antaranya didominasi oleh perempuan.

Lain halnya dengan sektor teknologi, di mana teknologi menjadi pusat dari seluruh perkembangan dunia saat ini. Sharlini Eriza Putri, CEO dan Co Founder Nusantics, melihat banyaknya isu lingkungan yang kita hadapi, contohnya pandemik. Ibu satu anak ini menyadari bahwa sebenarnya perempuan itu memiliki keuntungan karena berempati tinggi dan dapat berkomunikasi dalam spektrum yang luas.

Mirisnya, masih ada stereotype yang mengatakan bahwa perempuan itu gak bisa punya pekerjaan bagus dalam dunia teknologi. Padahal Sharlini sendiri memulai perjalanannya membangun Nusantics sejak ia masih menyusui buah hati. Nusantics pun terinspirasi dari kasus asli yang dialami oleh bayi, misalnya eczema atau permasalahan lain yang terhubung dengan microbial related diseases.

"Permasalahan seperti ini membukakan peluang yang besar dan bisa dilihat dengan jelas menggunakan perspektif wanita daripada laki-laki. Pasti ada stereotype untuk wanita seperti kita, tapi nantinya di masa depan ‘the game’ will be different. Kita benar-benar menghadapi permasalahan serius tentang lingkungan dan kesehatan. Kita cuma bisa menyelesaikan semua permasalahan ini dengan mempelajari dinamika hidup. Kita sebagai wanita punya pemahaman yang luas soal itu," jelasnya.

2. Stereotype bahwa perempuan sebagai emotional creature gak jadi penghalang dalam berbisnis

Dilema Besar Working Mom dan Cara MenghadapinyaWomen With Impact Forum, Balancing Motherhood and A Career. Rabu (16/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Tita Ardiati, CEO dan Co Founder dari Mindtera, mengalami hal yang sama. Latar belakangnya yang expert dalam dunia data science kemudian bergesar ke pendidikan. Hal ini menjadi tantangan besar untuknya, terlebih ketika ia menimbang-nimbang antara pekerjaan dan keluarga. 

Tak hanya itu, Tita juga melihat bahwa perempuan kerap diasosiasikan sebagai makhluk hidup yang emosional. Dalam artian, perempuan diasumsikan kesulitan untuk memutuskan suatu hal atau berpikir dengan logika. 

"Orang melihat wanita itu makhluk emosional yang harus dealing dengan hormon. Ya memang kita harus face itu, tapi ini adalah suatu hal yang manageable. Ketika aku menemukan pilihan untuk manage my emotion atau how to manage my thought, artinya kita ini gak jadi penghalang untuk bisa berbisnis," tuturnya.

Justru emosi itu yang mendukung perempuan untuk bisa menciptakan dampak yang meaningful. Kita bisa mengubah perspektif dan melihat bahwa emosi atau empati itu benar-benar dibutuhkan. Emosi itu juga yang akan memberdayakan perempuan untuk menjadi sosok pemimpin atau pengambil keputusan yang baik. 

3. Dilema ibu muda dan support system di baliknya

Dilema Besar Working Mom dan Cara MenghadapinyaWomen With Impact Forum, Balancing Motherhood and A Career. Rabu (16/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Tita sempat mengatakan bahwa manusia itu terbiasa menyimpan permasalahan sendiri. Namun, gak salah juga untuk meminta bantuan orang lain. Apalagi untuk perempuan yang menjalani peran ganda, kemampuan untuk bisa mengimbangkan kedua hal ini sangat diperlukan.

Bagi Sharlini, support system yang kuat merupakan alasannya bisa bertahan dan berjalan setiap hari sebagai ibu dan pengusaha. Co Founder, suami, ibu, hingga sahabat merupakan orang terdekat yang sangat paham dengan apa yang Sharlini lakukan. Bahkan jadwal kerjanya pun bisa disesuaikan dengan keperluannya sebagai ibu.

dm-player

"At the end, being a leader in a tech startup itu gak harus menjadi alpha female. Kenyataannya kita perlu menjadi negosiator yang baik. Kita harus mampu mengekspresikan diri, mampu mendiskusikan permasalahan untuk mendapatkan solusi, juga terbuka serta mendorong diri menjadi negosiator yang baik setiap harinya," ucapnya.

Menanggapi hal tersebut, Avina juga bersyukur dengan kehadiran suami yang supportive. Ada orangtua yang terkadang turut hands on menjaga kedua buah hatinya. Ada guru sekolah yang mudah dihubungi. 

"Jangan takut untuk minta tolong. Ketika seseorang datang untuk menawarkan bantuan, jangan tolak tawaran itu. Mereka datang dengan maksud yang baik. I think support system is definitely a key to balance and juggle the work and family," ceritanya.

Baca Juga: W20 Indonesia Soroti Diskriminasi Perempuan dan Inklusi Ekonomi 

4. Susun prioritas karena yang tahu stress level dan kebutuhanmu hanya diri sendiri

Dilema Besar Working Mom dan Cara MenghadapinyaWomen With Impact Forum, Balancing Motherhood and A Career. Rabu (16/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Bagi seorang ibu yang bekerja, waktu jadi permasalahan yang sering mereka temui. Tita Ardiadi, ibu dua orang anak ini, menyadari betul bahwa setiap orang pasti mengalami stres. Kondisi itu yang pada akhirnya memengaruhi tubuh, perilaku, impulsiveness, hingga menimbulkan burn out.

"Jadi itu yang kita perlu pelajari, karena kita gak pernah menyadari sampai di titik mana stress level kita. Mereka gak tahu kapan waktunya minta tolong bantuan profesional, atau waktu untuk istirahat, atau waktu untuk step back," ungkapnya.

Sharlini kemudian membagikan tipsnya untuk bisa menjaga kondisi. Ada empat aspek atau metriks yang ia terapkan. Pertama, dirinya selalu mengutamakan kesehatan fisik dan mental. Baru anak, suami, dan Nusantics.

"Saya punya prinsip bahwa saya gak bisa kasih sesuatu yang saya sendiri gak punya. Itulah kenapa personal well being always comes first. Hal pertama yang saya lakukan tiap pagi itu make time for myself. Entah itu baca buku, jogging, renang. Aku harus tetap menjaga pikiran dan tubuh ini ada dalam kondisi yang sempurna, sehingga aku bisa kasih lebih ke keluarga atau bisnis," katanya.

Senada dengan itu, Avina sharing tentang konsep Ikigai yang penting diterapkan setiap orang. Konsep ini mendorongmu untuk fokus pada apa yang kamu sukai, apa keahlianmu, apa yang bisa kamu berikan pada dunia, itulah yang membuatmu positif dan bahagia. Ia pun bercerita tentang dilema yang dihadapinya ketika jauh dari anak yang sakit.

"Tapi you know family comes first, i think to going back to my support system. Saya cuma ikut satu meeting dan took a flight back dari Singapore, cancel kegiatan yang lain. Permasalahan seperti ini sebenarnya cuma kita sendiri yang tahu dan bisa memprioritaskan dengan baik. Kita memang menghadapi banyak dilema tapi ini juga yang membentuk kita sebagai ibu dan juga wanita karier," pesannya.

5. Tips untuk menetapkan batasan yang tepat antara keluarga dan pekerjaan

Dilema Besar Working Mom dan Cara MenghadapinyaWomen With Impact Forum, Balancing Motherhood and A Career. Rabu (16/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Bila dihadapkan dengan berbagai dilema, lantas bagaimana cara yang tepat untuk bisa menyeimbangkan kedua hal ini? Tita yang sudah tersertifikasi sebagai Life Coach menyampaikan sarannya kepada orangtua yang bekerja.

"Untuk orangtua yang bekerja, salah satu hal yang jadi keresahan adalah mereka gak punya waktu yang banyak untuk keluarga atau anak-anak. Itu juga yang aku rasakan selama ini. Sebenarnya cukup 5-15 menit quality time yang mana kita benar-benar fokus sepenuhnya ke anak dan keluarga, itu lebih powerful daripada 24 jam bersama mereka tapi pikiran kita kemana mana," paparnya.

Sementara Sharlini juga selalu meluangkan waktunya untuk deep talk dengan pasangan mengenai perasaan atau pandangan terhadap pekerjaannya sekarang. Tahun lalu, anaknya mendapatkan diagnosa Autism Spectrum Disorder.

"Saya gak bisa kasih sesuatu yang saya gak punya. Yang harus saya perjuangin itu adalah gimana personal life saya itu bisa terpenuhi dulu. Salah satu cara saya untuk bisa mendapatkan fulfilling life adalah to have fulfilling career. Saya nemuin energi itu di Nusantics. Ketika saya tahu kenyataan itu, saya gak denial tapi saya memilih untuk belajar lagi austism itu seperti apa, apa aja yang dibutuhkan. Akhirnya saya sadar bahwa austim ini bukan terminal diagnostic. Oke, anak saya mungkin lambat dalam perkembangannya tapi dia juga punya potensi yang bagus di aspek lain. Jadi memang kitanya yang harus bisa mengerti diri sendiri, mengerti value kita itu seperti apa," pesannya seraya menutup sesi ini.

Baca Juga: Isu Utama dan Pembelajaran di W20 Indonesia, Ada Kesenjangan

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya