Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Isu Utama dan Pembelajaran di W20 Indonesia, Ada Kesenjangan

ilustrasi perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Jamshed M. Kazi, UN Women Indonesia Country Representative and ASEAN Liaison sempat mengungkap data bahwa hanya ada 12 persen perempuan yang mengambil peran sebagai pemimpin. Dalam dialog global bertema "Freedom From Discrimination: Historical Journey from Japan to Indonesia", ia juga menyebutkan dampak COVID-19 menurunkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, pun menjelaskan pengaruh pandemik yang memberikan kesenjangan terkait peran perempuan. Didukung pula oleh pemaparan delegasi W20 dari Jepang dan Italia, serta OECD yang makin menjelaskan isu genting dalam W20 Indonesia ini. Simak ulasannya di bawah ini!

1. Temuan laporan OECD dalam dimensi diskriminasi dan kesetaraan

Policy Dialogue "Freedom From Discrimination: Historical Journey from Japan to Indonesia". Selasa (15/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Head of Networks, Partnerships and Gender Division di OECD Development Centere, Bathylle Missika menjelaskan beberapa temuan yang ada pada OECD. Isu genting ini digambarkannya sebagai gunung es.

"Gunung es yang terlihat adalah faktor yang bisa kita lihat. Sementara yang di dalam laut adalah faktor yang tidak bisa kita lihat. Itulah penyebab utamannya, yaitu perempuan lebih banyak bekerja di dalam rumah. Mereka gak bisa bekerja di dalam rumah dan hal tersebut mengurangi partisipasi mereka," ujarnya.

Kekerasaan terhadap perempuan, gap antar gender, kurangnya partisipasi merupakan aspek penghambat pemberdayaan perempuan yang terlihat. Sementara yang tidak terlihat ada pernikahan dini, isu tentang maskulinitas, tanggung jawab rumah tangga yang tidak proporsional, gak ada kebebasan untuk bergerak.

Masalah utamanya adalah pekerjaan yang tidak diupah, itu tantangan yang dihadapi perempuan. 

"Rasio perempuan dan laki-laki di pasar tenaga kerja gak proporsional karena COVID-19. Perempuan menghadapi pekerjaan pengasuhan yang tidak dibayar. Sementara bila perempuan bekerja, banyak yang menganggap mereka menelantarkan anak," jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Bathylle Missika juga melihat bahwa ada beberapa negara di G20 yang partisipasi tenaga kerja meningkat tapi penghasilannya masih mengalami kesenjajngan. Ada pula beberapa hal yang menghambat perempuan seperti anggapan bahwa pekerjaan konstruksi atau pertambangan itu hanya untuk laki-laki. 

Menurutnya, harus ada action plan yang memberdayai perempuan terhadap hal ini. Perlindungan yang memadai harus bisa dinikmati oleh semua perempuan.

2. Permasalahan terkait inklusi ekonomi

Policy Dialogue "Freedom From Discrimination: Historical Journey from Japan to Indonesia". Selasa (15/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Selain pemberdayaan dan kesetaraan gender, isu besar lainnya adalah inklusi ekonomi. Bathylle Missika menjelaskan banyaknya UMKM yang mengalami kebangkrutan sepanjang 2019--2020.

Presentase perempuan yang memiliki usaha meningkat di delapan negara, dan menurun di 10 negara. Sayangnya, masih ada negara yang kurang melibatkan perempuan untuk mengambil alih proses bisnis. Contohnya Arab Saudi yang hanya memiliki 2 persen pengusaha perempuan.

Mirisnya, terdapat dua negara yang membatasi perempuan dengan tidak memberikan hak yang sama. 

"Perempuan sulit mendapatkan pinjaman modal, hukumnya gak mendukung hal itu. Ini menyedihkan karena anda gak bisa meminjam uang hanya karena perempuan," terangnya.

Maka dari itu, banyak strategi inklusi yang diterapkan berbagai negara. Jerman mengeluarkan policy baru dengan memberikan support terhadap wiraswasta perempuan. Meksiko berinisiatif memberikan pendidikan terhadap 15.000 pengusaha perempuan. Di tahun 2020, Indonesia juga meluncurkan Women's Financial Inclusion Strategy.

3. Delegasi Jepang ungkap goal 'No Going Back'

Policy Dialogue "Freedom From Discrimination: Historical Journey from Japan to Indonesia". Selasa (15/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Dalam pemaparannya, Prof Yoriko Meguro bertekad untuk tidak mundur ke poin presidensi sebelumnya. Ia berupaya bekerja sejalan dengan pemimpin G20 di Argentina pada tahun 2018, yang menyatakan bahwa kesetaraan gender penting untuk mendukung pertumbuhan selanjutnya.

Pasalnya, Prof Yoriko mengupayakan untuk selalu meminta laporan tengah tahun dari berbagai pemimpin guna mengurangi kesenjangan gender sebesar 20--25 persen pada 2025 nanti. Menurutnya, harus ada paper yang dibuat dan dipertimbangkan untuk mengatasi berbagai kesenjangan dalam menghapus diskriminasi dan stereotype.

4. W20 Delegasi Italia fokus pada tiga pilar yaitu manusia, lingkungan, dan kemakmuran

Policy Dialogue "Freedom From Discrimination: Historical Journey from Japan to Indonesia". Selasa (15/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Manusia, lingkungan, dan kemakmuran, merupakan tiga pilar utama yang digaungkan delegasi W20 dari Itali dalam pemaparannya. Martina Rogato menjelaskan bahwa manusia adalah kunci pemberdayaan dan pemulihan pasca pandemik.

Apa hubungannya dengan lingkungan? Kita tidak akan bisa pulih tanpa menyeimbangkan lingkungan, perlindungan lingkungan, kesetaraan perempuan, dan hak anak perempuan. Perubahan iklim menjadi tatangannya untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang ramah lingkungan untuk perempuan.

Pilar lingkungan ini juga mengedepankan smart city yang fokus memenuhi kebutuhan dan pemberdayaan perempuan. Akhirnya, perempuan yang berdaya bisa mencapai kesejahteraan, sehingga penting untuk mencari peluang baru melalui teknologi untuk menciptakan lapangan kerja.

"Pembelajaran utama adalah bagaimana pemberdayaan hanya mungkin ada bila kita menciptakan lapangan kerja yang layang dan inklusif untuk perempuan," pungkasnya.

5. Upaya peningkatan pemberdayaan perempuan dari berbagai sektor

Policy Dialogue "Freedom From Discrimination: Historical Journey from Japan to Indonesia". Selasa (15/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Martina Rogato mengungkap beberapa poin pembelajaran untuk mencapai kesetaraan dan pemberdayaan. Di antaranya, kita harus memiliki data terpilah untuk bisa mengukur kesenjangan gender.

"Kita perlu memasukkan perempuan dalam decision making. Kita punya UU khusus di Italia tentang hak perempuan untuk memberikan jaminan bahwa 40 persen dari dewan direksi, adalah perempuan untuk meningkatkan keberagaman. Jadi semua sektor lembaga dan organisasi, kita harus lebih banyak memasukkan perempuan. Perempuan adalah separuh populasi global," ucapnya.

Sebelum membuat UU atau kebijakan hukum, pemerintah harus mengevaluasi dampak yang akan dihasilkan pada anak dan perempuan. Ini penting dari sudut pandang swasta, perusahaan banyak yang ingin membuat regulasi baru sehingga mereka harus membuat pre dan post monitoring.

"Tantangan lain adalah meningkatkan literasi keuangan perempuan untuk mendukung kemandirian ekonomi. Organisasi-organisasi penting memiliki concern terhadap mayoritas perempuan gak bisa lari dari abuse karena gak independen secara ekonomi. Jadi mandiri ekonomi adalah kunci untuk bebas dari segala kekerasan di seluruh dunia," lanjutnya.

Martina juga melihat bahwa kita harus bisa melawan stereotype dengan mempersipkan perempuan menghadapi berbagai pekerjaan baru agar bisa menghadapi tantangan global. Sejak dini, perempuan harus diajarkan mengakui keberagaman dari anak lain dan saling mendukung untuk mencapai sisi terbaik mereka.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima
Adyaning Raras Anggita Kumara
Pinka Wima
EditorPinka Wima
Follow Us