Blak-blakan Ungkap Karakter Perempuan yang Pimpin Tech Company

Jakarta, IDN Times - Menyambut International Women's Day yang diperingati setiap 8 Maret, Meta Indonesia menggelar diskusi panel bertajuk "Creating Future-Ready Women for the Web 3.0 Era" yang bertempat di Komunal Capital Place, Jakarta Selatan, pada Jumat (10/3/2023). Sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar, Meta menyadari bahwa perkembangan industri teknologi gak terlepas dari campur tangan para perempuan hebat di balik layar.
Bersama dengan Nada Haroen selaku Head of Product GovTech Edu, Juventia Vicky selaku President Hacktiv8 Indonesia, dan Shinto Nugroho sebagai Chief Public Policy and Government Relations GoTo. Bagaimanakah karakter dan kiprah mereka dalam merealisasikan kesetaraan gender di lingkup teknologi?
1. Bersikap genderless dan menggunakan data dalam pengambilan keputusan

Sebagai pemimpin, Nada Haroen selaku Head of Product GovTech Edu, berpandangan bahwa penting sekali bisa bersikap genderless dalam hal pengambilan keputusan maupun ketika melakukan pendekatan pada orang lain. Berkarier di bidang berbasis teknologi digital untuk pendidikan, membuat Nada terlatih berpikir objektif berdasarkan data.
"Kita melakukan pendekatan berdasarkan data dan memang step-step logical thinking. Di dunia tech, kalau ngomonginnya cara mengambil keputusan itu memang ada alurnya dan bisa dipahami secara bersama terlepas gender-nya apa," ungkap Nada.
2. Ada personal touch dari perempuan yang menggunakan intuisi

Meski berbasis pada data, Nada mengungkapkan bahwa masih sisi perempuan yang erat dengan perasaan dan intuisi. Gabungan dari data dan intuisi inilah yang bisa memberikan perasaan nyaman kepada timnya di GovTech Edu.
"Sebenarnya itu akhirnya bisa membawa rasa nyaman ke tim agar bisa terbuka sama kita. ketika ada masalah, kita bukannya blaming. Saya berusaha dengan sadar membawa adalah gak baper," tambahnya.
Nada kerap mendapati stereotipe yang mengatakan bahwa atasan perempuan cenderung terbawa perasaan. Nada berusaha terus mendukung perempuan dalam timnya untuk berani speak up tanpa melepaskan fakta dan kepekaannya terhadap orang lain.
"Sesederhana mau ambil cuti haid, itu sebenarnya kan hak dan udah diatur di Undang-Undang. Ya, gak usah malu. Admit aja kalau memang mau cuti haid. Komunikasikan dengan orang-orang. Saya juga kasih tahu ke tim bukan berarti yang lagi haid atau hubungannya dengan hormonal, terus kayak gak bisa jadi orang yang tetap logical. Kalau butuh istirahat, being logical ya udah istirahat aja," lanjut Nada.
3. Menjadi sosok yang smart, humble, dan 'hungry'

Hacktiv8 Indonesia memfasilitasi banyak orang untuk meningkatkan taraf hidup melalui bootcamp di bidang teknologi. Selaku President Hacktiv8 Indonesia, Juventia Vicky, menilai bahwa ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
"Hungry, it means that you are always hungry to solve a problem, untuk bisa mencapai nilai yang lebih," kata Vicky.
Kemudian, seorang pemimpin diharuskan untuk menjadi cerdas. Cerdas bukan dalam artian secara nilai, tetapi bagaimana ia bisa menempatkan diri dalam berbagai keadaan.
"Being a leader itu tough. Positioning yourself is very important. You need to be smart about it," ucapnya.
Salah satu karakter penting lainnya yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah humble. Dari luar orang lain akan memandang sebagai pemimpin, tetapi seorang pemimpin harus menyadari bahwa pencapaian yang ia buat bukan murni karena diri sendiri melainkan kinerja tim.
4. Kejar koneksi, baru koreksi

Ada satu statement menarik yang dilontarkan Juventia Vicky dalam sesi diskusi panel. Ia berprinsip untuk mengejar koneksi, baru koreksi. Vicky menilai bahwa posisi pemimpin harus banget menjaga koneksi.
"I do learn that connection is very important, karena itu yang membuat aku gak harus attach. Tapi dengan koneksi, aku bisa membangun lingkungan yang aman untuk berkomunikasi, memahami posisi, dan bisa membuat keputusan yang lebih baik," tuturnya.
Pemimpin pastinya memiliki tekanan yang cukup berat. Terkadang, kondisi ini membuat seorang pemimpin hanya bisa melihat apa yang salah dari pekerjaannya atau pekerjaan orang lain. Hal itulah yang ingin dihindari Vicky dengan membangun koneksi terlebih dulu.
Ia menambahkan, "As a leader despite women or man, i suggest we can form connection not attachment. When you already build connection, connection will be the first thing you will pursue before correction."
5. Harus ada kemampuan untuk berempati

Berkarier sebagai Chief Public Policy and Government Relations GoTo, Shinto Nugroho menyadari bahwa seorang pemimpin juga harus memiliki kemampuan untuk berempati. Bukan hanya berkompeten, seorang pemimpin di industri teknologi juga perlu berempati terhadap user (pengguna, driver, merchant).
"Kemampuan untuk bisa melihat secara 360 derajat itu penting," tuturnya.
Senada dengan pernyataan Juventia Vicky, diperlukan sikap yang 'lapar' untuk belajar dan eksplorasi. Namun, Shinto gak serta merta melepaskan tangan. Dengan begitu, seseorang bisa menjadi pemimpin dengan kemampuan dan karakter yang jauh lebih bagus.
"Kalau kamu mau jadi pemimpin yang harus mengatur banyak orang. Ada beberapa komponen, seperti empati, kemampuan melihat 360 derajat, be hungerness," ujarnya seraya menutup sesi diskusi.