Kisah 3 Pendiri Tab Space, Studio Desain Berisi Seniman Neurodivergent

- Kreativitas seniman neurodivergent menghasilkan karya seni unik dan berbeda dari mayoritas.
- Tab Space, studio desain di Bandung, memberikan ruang inklusif untuk seniman neurodivergent berkarya dan mengeksplorasi potensi mereka.
- Proses perekrutan seniman neurodivergent dilakukan melalui koneksi pribadi, word of mouth, dan aktif melakukan scouting untuk menemukan bakat-bakat baru.
Jakarta, IDN Times - Kreativitas tidak pernah mengenal batas dan seniman neurodivergent adalah bukti nyata dari pernyataan tersebut. Neurodivergent mengacu pada orang-orang yang memiliki pola pikir atau cara kerja otak yang berbeda dari mayoritas. Contohnya seperti mereka yang memiliki spektrum autisme, ADHD, atau disleksia. Perbedaan ini sering kali menjadi sumber kekuatan kreatif yang unik dan mampu menghasilkan karya seni berbeda.
Tab Space, studio desain yang didirikan oleh tiga perempuan muda, menjadi rumah bagi seniman neurodivergent untuk berkarya dan mengeksplorasi potensi mereka. Studio ini tidak hanya memberikan ruang untuk menyalurkan bakat mereka, tetapi juga menjadi 'warna baru' dalam dunia seni.
Kisah di balik Tab Space berawal dari misi tiga pendirinya untuk menciptakan ruang inklusif yang mendukung para seniman berbakat. Mereka adalah Imaniar Rizki, Rizka Safitri, dan Nurul Lathifah. Berangkat dari pengalaman pribadi, ketiganya berhasil membangun TabSpace menjadi komunitas kreatif yang menginspirasi banyak orang.
IDN Times berkesempatan melakukan wawancara khusus bersama ketiga pendiri Tab Space ini pada Sabtu (30/11/2024) secara daring. Imaniar, Rizka, dan Nurul menceritakan perjalanannya selama membangun Tab Space. Selain itu, ada juga beberapa insight menarik terkait karya seni yang dihasilkan para seniman neurodivergent ini.
1. Mengenal Tab Space yang dibangun oleh Imaniar, Rizka, dan Nurul

Tab Space adalah sebuah studio desain berbasis di Bandung yang didirikan oleh tiga kreator muda berbakat, yakni Imaniar, Rizka, dan Nurul. Studio ini memiliki visi yang unik, yaitu menggabungkan keahlian seniman neurodivergent dengan desainer neurotipikal untuk menciptakan karya-karya desain grafis yang 'baru' dan khas.
Menurut Imaniar Rizki, Creative Director sekaligus salah satu pendiri Tab Space, studio ini bertujuan untuk mendobrak standar desain grafis konvensional di Indonesia. Dengan cara kerja seperti ini, Tab Space ingin memberi warna baru di dunia desain grafis Indonesia.
"Tab Space sebenarnya adalah sebuah studio desain yang lebih dari separuh anggotanya merupakan teman-teman dengan neurodivergent, seperti mereka yang memiliki ADHD, autism, atau Bell’s Palsy. Kami bekerja bersama dalam satu studio untuk menciptakan grafis-grafis yang khas, dengan harapan bisa memberikan kesegaran di dunia desain grafis di Indonesia," jelas Imaniar Rizki.
Tab Space bukan hanya menghasilkan desain grafis berkualitas tinggi, tetapi juga memberikan ruang bagi para seniman neurodivergent untuk bersinar dan berkontribusi secara nyata di dunia kreatif. Kombinasi ini memungkinkan Tab Space menciptakan identitas yang kuat dan khas.
2. Berawal dari pengamatan mereka terhadap teman-teman neurodivergent yang menghasilkan karya seni

Imaniar berbagi cerita tentang awal mula ide mendirikan studio desain ini. "Latar belakang saya sebagai fasilitator untuk teman-teman berkebutuhan khusus pada tahun 2017-2019 menjadi momen pertama kali saya bertemu dengan teman-teman neurodivergent. Ternyata mereka memiliki gaya gambar yang sangat khas," ujarnya.
Ketertarikan ini semakin kuat karena latar belakang Imaniar sebagai peneliti gambar anak. Ia menemukan fakta, bahwa gaya menggambar teman-teman neurodivergent ini bernama naive art atau art brut. Melihat potensi besar ini, ia terinspirasi oleh studio serupa di luar negeri, seperti di Australia dan Jepang, untuk menciptakan versi Indonesia.
Pada tahun 2022, bersama Nurul dan Rizka, ia mendirikan Tab Space, melibatkan empat seniman neurodivergent yang sebelumnya pernah ia fasilitasi. Nurul, yang kini menjadi Studio Manager dan Finance Tab Space, juga memiliki pengalaman bekerja dengan komunitas neurodivergent.
"Saya pertama kali berinteraksi dengan teman-teman neurodivergent saat mengambil S2. Waktu itu, saya diajak membantu kelas karya di sebuah SLB. Mereka belajar crafting seperti meronceng dan menyulam, dan hasilnya dijual untuk mendukung mereka," katanya.
Rizka, yang kini menjadi Program Director Tab Space, pun berkata bahwa ia pernah satu proyek dengan Nurul yang juga bersinggungan dengan neurodivergent artist. Dari sana, mereka menemukan keunikan yang diciptakan oleh seniman neurodivergent ini. Rizka juga merasa ada kesempatan besar untuk menciptakan dampak nyata di dunia desain grafis.
Dari pengalaman dan latar belakang yang berbeda, Imaniar, Nurul, dan Rizka berhasil memadukan visi mereka menjadi satu tujuan. Tab Space hadir sebagai ruang kreatif yang inklusif, tidak hanya untuk menghasilkan karya seni yang unik tetapi juga untuk mendukung teman-teman neurodivergent.
3. Bagaimana cara mereka 'menemukan' para seniman neurodivergent ini?

Saat Tab Space pertama kali berdiri, mereka memulai dengan empat seniman neurodivergent yang sudah dikenal oleh Imaniar melalui pengalamannya sebagai fasilitator seni. Empat seniman pertama itu adalah Claudia, Nauval, Angkasa, dan Adryan.
Proses menemukan seniman tidak berhenti di sana. Kini, Tab Space telah berkembang menjadi rumah bagi 15 seniman neurodivergent dengan proses perekrutan yang beragam. Salah satunya melalui koneksi pribadi, di mana saudara atau kerabat dari seniman yang sudah bergabung memperkenalkan karya mereka. Setelah melihat potensi dan kecocokan, Tab Space mengundang mereka untuk bergabung. Selain itu, word of mouth juga menjadi cara penting.
"Ada orang tua yang menghubungi kami dan mengenalkan anak mereka. Setelah melihat karya mereka, kami merasa cocok dan mengundang mereka untuk bergabung," tambah Imaniar.
Tab Space juga aktif melakukan scouting untuk menemukan seniman berbakat. Salah satu contohnya adalah Mahesa, seorang seniman neurodivergent yang pernah mengadakan pameran tunggal di Orbital Dago.
"Teknik monoprint Mahesa begitu memukau kami, sehingga kami mendekatinya dan mengundangnya bergabung," kata Nurul.
Scouting ini memungkinkan Tab Space untuk menemukan bakat-bakat baru yang unik dan memberi mereka ruang untuk berkarya di lingkungan yang inklusif. Dengan pendekatan yang personal dan beragam, Tab Space berhasil membangun komunitas seniman neurodivergent yang solid.
4. Tantangan utama teman-teman neurodivergent dalam berkarya di dunia seni

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi seniman neurodivergent adalah kurangnya dukungan lingkungan rumah untuk berkarya. Nurul menjelaskan, bahwa banyak dari mereka tidak berasal dari keluarga seniman atau kreator, sehingga kebiasaan menjadikan rumah sebagai ruang produktif tidak terbangun.
"Sebagian besar dari mereka cenderung menjadikan rumah sebagai tempat beristirahat daripada bekerja. Karena itu, kami merasa penting menyediakan studio fisik yang nyaman dan aman bagi para seniman ini," kata Nurul.
Dari 15 seniman di Tab Space, hanya tiga yang memiliki studio sendiri, sementara sisanya berkarya di studio Tab Space yang didesain khusus agar ramah terhadap kebutuhan sensorik mereka. Tab Space menciptakan ruang yang disesuaikan untuk mendukung keunikan setiap seniman. Untuk seniman lain yang sensitif terhadap suara, pencahayaan, atau gerakan, studio ini dibuat lebih hening dan stabil.
"Kami meminimalkan suara-suara yang mengganggu dan menyesuaikan pencahayaan untuk mereka yang sensitif terhadap cahaya," tambah Nurul.
Selain itu, kehadiran art facilitators yang memiliki latar belakang seni beragam membantu seniman mengembangkan keterampilan dan eksplorasi teknik. Proses ini memperkaya pengalaman berkarya mereka, meskipun memerlukan pendekatan khusus untuk setiap individu.
Tantangan lainnya adalah bagaimana keluarga mereka memandang seni. Banyak keluarga yang masih menganggap seni sebagai hobi, bukan profesi yang serius. Padahal, melalui eksplorasi media dan dukungan fasilitas di studio, para seniman neurodivergent ini dapat memperluas kreativitas. Mereka juga tentunya bisa membuktikan bahwa karya mereka memiliki potensi besar.
5. Ada perspektif unik yang berhasil dibawa para seniman neurodivergent ke dalam dunia seni

Keunikan karya seniman neurodivergent sering kali mencerminkan ketertarikan mendalam terhadap hal-hal tertentu. Imaniar menjelaskan, bahwa preferensi personal seniman menjadi sumber utama inspirasi mereka.
"Contohnya, ada seniman kami yang sangat menyukai monster. Ia menggambar monster dalam berbagai bentuk, bahkan menjadikan bumi atau planet-planet sebagai monster dengan tambahan mata atau elemen lainnya," ujar Imaniar.
Ada juga seniman bernama Claudia yang begitu terinspirasi oleh kucing hingga ia menggambar berbagai variasi. Seperti kucing hamil, kucing menyusui, dan menciptakan karakter kucing bernama Manis. Preferensi ini menciptakan pola unik yang membuat karya mereka terasa sangat personal.
Selain tema yang berulang, gaya dan pemilihan elemen visual dari seniman neurodivergent juga menghadirkan ciri khas tersendiri. Misalnya, seniman bernama Andra memiliki kecenderungan untuk menggambar gedung dan otomotif, sementara Angkasa hampir selalu menggunakan warna ungu dan kuning di setiap karyanya.
"Hal-hal ini sebenarnya menunjukkan bagaimana preferensi personal mereka sangat memengaruhi karya seni mereka, menciptakan keunikan tersendiri," tambah Imaniar.
Perspektif ini menunjukkan bahwa seni mereka tidak hanya produk estetika, tetapi juga cara pandang mereka terhadap dunia. Rizka menambahkan, bahwa gaya menggambar seniman neurodivergent sering kali bebas dari ekspektasi dan sangat spontan.
"Ada seniman bernama Mishka yang selalu menambahkan satu karakter misterius bernama Boy di setiap karyanya. Setelah ditelusuri, Boy digunakan sebagai alat ukur untuk mengatur elemen-elemen lain di karyanya," jelas Rizka.
Hal ini tidak hanya unik secara teknis tetapi juga memberikan narasi tambahan pada karya yang dihasilkan. Lebih jauh, keberanian seniman neurodivergent untuk menggambar tanpa keraguan menciptakan karya yang autentik. Misalnya, beberapa seniman memiliki garis-garis yang terlihat tidak stabil tetapi justru menjadi ciri khas estetis.
"Hal menarik lainnya adalah keberanian mereka untuk menggambar tanpa terlalu banyak ekspektasi pada hasil akhir. Ini membuat karya mereka gak hanya unik, tetapi juga mencerminkan kepribadian mereka," lanjut Rizka.
6. Prinsip atau nilai ketika pendiri Tab Space saat mendirikan studio design ini

Imaniar memulai studio desain ini dengan prinsip yang kuat: keyakinan bahwa segala hal bisa dicapai dengan optimisme dan kerja keras. Seperti yang dia ungkapkan,
"Aku selalu percaya pada prinsip, 'kayaknya bisa deh.' Setiap kali melihat sesuatu yang menginspirasi, aku berpikir bahwa aku bisa melakukannya. Hal ini terbukti dalam apa yang kami lakukan di Tab Space sekarang. Apa yang kami kerjakan mungkin sulit dibayangkan oleh sebagian orang, tapi aku selalu yakin bahwa jika kita percaya dan berusaha, jalannya akan terbuka".
Prinsip ini menjadi fondasi yang mendorong Tab Space untuk terus berinovasi, meskipun menghadapi tantangan yang tak selalu mudah untuk dipahami orang lain. Seiring berjalannya waktu, Imaniar juga belajar untuk mengedepankan pola pikir terbuka. Baginya, perjalanan ini bukan hanya tentang mencapai tujuan, tetapi juga tentang belajar setiap hari.
"Setiap hari adalah kesempatan untuk belajar hal baru. Jadi, aku selalu berhati-hati dan berusaha tidak berasumsi, terutama saat bekerja bersama teman-teman neurodivergen. Mereka mengajarkan aku untuk tetap rendah hati dan terbuka terhadap segala kemungkinan."
Nurul juga merasa bahwa semangat optimisme yang dibawa Imaniar sangat menular. Selain itu, Nurul menyadari pentingnya kerja sama dalam menghadapi tantangan. Hal ini mencerminkan komitmen Tab Space untuk berkolaborasi, baik antar sesama desainer maupun dengan artis neurodivergent yang bekerja bersama dalam menciptakan karya yang dapat dinikmati banyak orang.
Imaniar menekankan nilai keberagaman perspektif dalam kolaborasi. "Seperti yang Nurul bilang tadi, semangat kolaborasi di Tab Space ini tidak hanya bermanfaat untuk para artis, tetapi juga kami sebagai desainer. Kadang, kalau bekerja sendiri, hasil karya kita hanya sampai di situ saja. Tapi, dengan adanya kolaborasi bersama teman-teman neurodivergen, berbagai ide dan aset visual mereka justru memperkaya karya yang dihasilkan," pungkas Imaniar.
Demikian kisah atau perjalanan Imaniar, Rizka, dan Nurul dalam membangun Tab Space. Lewat karya dan kolaborasi yang dihasilkan Tab Space, kita bisa melihat bagaimana para seniman neurodivergent mampu melahirkan perspektif baru dalam seni. Mereka juga mampu menciptakan 'kesegaran' dalam dunia seni grafis. Kamu bisa melihat karya-karya mereka di https://tabstudio.org/.