Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Alasan Pria Gen Z Memiliki Hubungan Rumit dengan Tubuh Mereka

ilustrasi bercermin (pexels.com/Min An)
ilustrasi bercermin (pexels.com/Min An)

Pria Gen Z menghadapi tekanan yang unik terkait dengan citra tubuh mereka. Perkembangan media sosial telah menciptakan standar kecantikan yang sulit dicapai. Mereka sering kali merasa terbebani oleh ekspektasi yang tidak realistis.

Hal ini menyebabkan ketidakpuasan terhadap tubuh mereka sendiri. Berbagai faktor sosial dan budaya berperan dalam membentuk hubungan mereka dengan tubuh. Berikut adalah tujuh alasan mengapa pria Gen Z mengalami hubungan yang rumit dengan tubuh mereka.

1. Media sosial

ilustrasi media sosial (pexels.com/Tracy Le Blanc)
ilustrasi media sosial (pexels.com/Tracy Le Blanc)

Media sosial telah menjadi bagian besar dalam kehidupan pria Gen Z. Platform seperti Instagram dan TikTok dipenuhi dengan gambar pria dengan tubuh ideal yang sering kali tidak realistis. Paparan terus-menerus terhadap gambar-gambar ini dapat menurunkan kepercayaan diri mereka. Mereka mulai membandingkan diri sendiri dengan standar yang hampir mustahil untuk dicapai.

Selain itu, algoritma media sosial sering kali memperkuat standar kecantikan yang tidak inklusif. Konten yang dipromosikan lebih cenderung menampilkan tubuh berotot atau kurus yang dianggap menarik. Akibatnya, banyak pria Gen Z merasa tidak puas dengan tubuh mereka sendiri. Ini dapat menyebabkan tekanan psikologis yang signifikan.

2. Standar maskulinitas

ilustrasi merenung (pexels.com/Migs Reyes)
ilustrasi merenung (pexels.com/Migs Reyes)

Sejak kecil, pria diajarkan bahwa maskulinitas berkaitan dengan kekuatan fisik. Mereka sering mendapat tekanan untuk memiliki tubuh yang kuat dan atletis. Jika mereka tidak memenuhi standar ini, mereka bisa merasa tidak cukup "laki-laki". Hal ini membuat mereka merasa rendah diri atau tidak berharga.

Konsep maskulinitas tradisional juga menghambat mereka dalam mengekspresikan ketidakpuasan terhadap tubuh mereka. Mereka takut dianggap lemah jika membicarakan insekuritas mereka. Oleh karena itu, banyak pria Gen Z yang memilih untuk menyembunyikan perasaan mereka. Ini memperburuk hubungan mereka dengan tubuh sendiri.

3. Pengaruh budaya populer

ilustrasi merenung (pexels.com/Anete Lusina)
ilustrasi merenung (pexels.com/Anete Lusina)

Film, iklan, dan industri hiburan sering menampilkan pria dengan tubuh ideal. Aktor dan model yang menjadi panutan memiliki fisik yang sering kali tidak realistis. Hal ini menciptakan standar yang sulit dicapai oleh pria biasa. Akibatnya, banyak dari mereka merasa tidak cukup baik dengan tubuh mereka sendiri.

Selain itu, budaya populer sering kali memperlihatkan pria bertubuh ideal sebagai lebih sukses dan menarik. Ini menanamkan pemikiran bahwa penampilan fisik menentukan nilai seseorang. Banyak pria Gen Z yang akhirnya terobsesi untuk mencapai tubuh sempurna. Mereka mengorbankan kesehatan mental dan fisik demi memenuhi ekspektasi tersebut.

4. Tekanan dari lingkungan sosial

ilustrasi sendirian (freepik.com/Freepik)
ilustrasi sendirian (freepik.com/Freepik)

Lingkungan sosial seperti keluarga, teman, dan tempat kerja juga memainkan peran besar. Pria sering kali menerima komentar tentang tubuh mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Candaan mengenai berat badan atau bentuk tubuh dapat memengaruhi kepercayaan diri mereka. Hal ini membuat mereka semakin sadar akan kekurangan fisik mereka.

Selain itu, harapan sosial sering kali menuntut pria untuk selalu terlihat bugar dan atletis. Jika mereka tidak memenuhi harapan ini, mereka bisa merasa dihakimi atau dikucilkan. Akibatnya, mereka menjadi lebih keras terhadap diri sendiri. Ini bisa berdampak negatif terhadap kesehatan mental mereka.

5. Stigma seputar kesehatan mental

ilustrasi cemas (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi cemas (pexels.com/cottonbro studio)

Pria Gen Z sering kali menghadapi kesulitan dalam membicarakan masalah kesehatan mental mereka. Banyak yang merasa bahwa mengakui ketidakpuasan terhadap tubuh adalah tanda kelemahan. Mereka takut dianggap kurang maskulin jika membahas perasaan mereka. Akibatnya, banyak yang memilih untuk memendam emosinya.

Stigma ini membuat pria enggan mencari bantuan atau dukungan. Mereka lebih cenderung menyembunyikan ketidakpuasan mereka di balik sikap diam atau bahkan humor. Sayangnya, ini hanya memperburuk perasaan tidak aman yang mereka alami. Tanpa dukungan yang memadai, hubungan mereka dengan tubuh semakin memburuk.

6. Tren kebugaran ekstrem

ilustrasi olahraga (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi olahraga (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Tren kebugaran saat ini semakin menekankan pentingnya tubuh berotot dan atletis. Banyak pria Gen Z merasa tertekan untuk mengikuti rutinitas latihan yang ketat. Mereka percaya bahwa memiliki tubuh ideal akan meningkatkan status sosial mereka. Namun, tekanan ini sering kali membawa dampak negatif.

Beberapa pria bahkan mengambil langkah ekstrem seperti diet ketat atau penggunaan suplemen yang berisiko. Mereka berusaha keras untuk mencapai bentuk tubuh yang mereka anggap ideal. Sayangnya, ini dapat merusak kesehatan mereka dalam jangka panjang. Obsesi terhadap kebugaran dapat berubah menjadi masalah yang lebih serius.

7. Kurangnya representasi tubuh yang beragam

ilustrasi merenung (pexels.com/ROMAN ODINTSOV)
ilustrasi merenung (pexels.com/ROMAN ODINTSOV)

Media dan industri fashion masih cenderung menampilkan satu jenis tubuh pria sebagai standar. Kurangnya representasi tubuh yang beragam membuat pria Gen Z sulit menerima tubuh mereka sendiri. Mereka merasa bahwa tubuh mereka tidak cukup baik karena tidak sesuai dengan standar yang ditampilkan.

Padahal, setiap tubuh memiliki keunikan dan keindahannya sendiri. Jika lebih banyak variasi tubuh yang ditampilkan dalam media, pria Gen Z bisa lebih mudah menerima diri mereka sendiri. Representasi yang lebih inklusif dapat membantu mengurangi tekanan sosial yang mereka rasakan. Dengan begitu, mereka dapat membangun hubungan yang lebih sehat dengan tubuh mereka.

Hubungan pria Gen Z dengan tubuh mereka memang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Standar kecantikan, ekspektasi sosial, serta tekanan dari media berperan besar dalam membentuk persepsi mereka. Dengan kesadaran yang lebih tinggi, diharapkan mereka bisa lebih menerima dan menghargai tubuh mereka sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rendy Firmansyah
EditorRendy Firmansyah
Follow Us

Latest in Men

See More

9 Ragam Koleksi Tas Loewe ala Tay Tawan, Beri Kesan Mewah!

04 Sep 2025, 23:03 WIBMen