7 Cara Memahami Attachment Style untuk Bangun Hubungan Sehat, Cek Yuk!

Memahami attachment style atau gaya keterikatan emosional bisa jadi kunci utama dalam menjalin hubungan yang sehat dan langgeng. Konsep ini menjelaskan bagaimana seseorang membentuk dan menjaga kedekatan emosional dengan orang lain, terutama dalam hubungan romantis. Sering kali, ketidaktahuan tentang attachment style memicu konflik atau kesalahpahaman dalam hubungan.
Padahal, dengan mengenali pola ini, seseorang bisa mengelola emosinya lebih bijak dan menyadari reaksi pasangannya. Attachment style biasanya terbentuk sejak masa kanak-kanak dan terbawa hingga dewasa. Maka dari itu, penting untuk mengenal dan memahami gaya keterikatan diri sendiri maupun pasangan agar relasi bisa tumbuh sehat.
1. Kenali jenis-jenis attachment style

Attachment style terbagi menjadi empat jenis utama: secure, anxious, avoidant, dan fearful-avoidant. Masing-masing menunjukkan cara seseorang menjalin koneksi emosional, merespons konflik, dan bereaksi terhadap keintiman. Memahami jenis-jenis ini jadi langkah awal untuk tahu di mana posisi kamu saat menjalin hubungan.
Secure attachment ditandai dengan rasa nyaman saat memberi dan menerima cinta. Sementara anxious lebih rentan cemas akan penolakan dan butuh kepastian terus-menerus. Avoidant cenderung menjaga jarak emosional, sedangkan fearful-avoidant campuran antara butuh kedekatan tapi takut disakiti.
2. Lihat akar dari masa kecilmu

Attachment style terbentuk sejak kecil, biasanya dari interaksi dengan orang tua atau pengasuh utama. Anak yang mendapat kasih sayang konsisten cenderung memiliki secure attachment. Sebaliknya, ketidakkonsistenan atau penolakan bisa membentuk anxious atau avoidant attachment.
Kenangan masa kecil bisa jadi petunjuk bagaimana kamu menjalin relasi saat ini. Jika kamu merasa sulit percaya pada pasangan atau selalu butuh validasi, mungkin itu refleksi dari pengalaman masa lalu. Mengenali asal mula pola ini membantumu lebih sadar dan berupaya berubah ke arah yang lebih sehat.
3. Coba refleksi diri lewat journaling

Menulis jurnal bisa membantu kamu memahami pola emosional yang berulang dalam hubungan. Coba catat momen ketika kamu merasa sangat tergantung, menghindar, atau panik dalam kedekatan emosional. Dari situ, kamu bisa mulai mengenali pola attachment yang dominan.
Selain mengenali pola, journaling juga membantu kamu melacak perubahan dan kemajuan. Semakin sering kamu menulis, semakin dalam kamu mengenal diri sendiri. Ini jadi latihan mental yang ampuh untuk membentuk hubungan yang lebih sadar dan sehat.
4. Bicarakan gaya keterikatan dengan pasangan

Komunikasi terbuka soal attachment style bisa membuka jalan untuk saling memahami dan menghindari konflik. Jangan ragu untuk menceritakan bagaimana pola keterikatanmu memengaruhi cara kamu mencintai dan merespons situasi. Ini bukan soal menyalahkan, tapi soal berbagi agar lebih selaras.
Dengan membicarakan hal ini, kamu dan pasangan bisa saling menyesuaikan. Misalnya, pasangan dengan anxious attachment mungkin butuh lebih banyak jaminan cinta. Sementara pasangan avoidant mungkin butuh ruang, dan itu bisa didiskusikan dengan cara yang sehat.
5. Belajar membedakan kebutuhan dan ketakutan

Kadang, reaksi emosional dalam hubungan bukan karena kebutuhan sejati, tapi karena rasa takut. Contohnya, takut ditinggal bisa membuat kamu terus-menerus mencari perhatian pasangan. Padahal, yang kamu butuhkan mungkin hanya keyakinan bahwa kamu dicintai.
Memahami perbedaan ini membantu kamu bertindak lebih rasional dalam relasi. Daripada bertindak dari rasa takut, kamu bisa mulai mengenali kebutuhan sebenarnya. Ini penting agar kamu tidak terjebak dalam siklus emosi yang tidak sehat.
6. Jangan ragu untuk ikut terapi

Terapi bukan hanya untuk orang dengan masalah besar. Justru, memahami attachment style lewat bantuan profesional bisa mempercepat pemahaman diri. Terapis bisa membantumu menggali akar permasalahan dan memberi strategi untuk mengelola emosi.
Dengan pendekatan yang tepat, terapi bisa memperkuat pola secure attachment dalam dirimu. Bahkan jika pasanganmu juga ikut terapi, relasi bisa makin selaras. Tak perlu malu, karena ini adalah bentuk cinta pada diri sendiri dan hubungan.
7. Latih keterampilan relasi yang sehat

Selain memahami teori, kamu juga perlu praktik dalam kehidupan nyata. Latih komunikasi asertif, empati, dan kemampuan mengelola konflik. Attachment style bukan takdir yang permanen, tapi pola yang bisa dibentuk ulang lewat kebiasaan baru.
Kamu bisa mulai dengan hal kecil, seperti tidak langsung bereaksi saat emosi muncul. Ambil waktu untuk berpikir sebelum merespons. Lama-lama, kamu akan lebih stabil dan mampu menciptakan hubungan yang sehat dan saling mendukung.
Memahami attachment style bukan sekadar pengetahuan psikologi, tapi bekal penting untuk menjalin hubungan yang sehat. Dengan mengenali pola keterikatan, kamu bisa lebih sadar, empati, dan bijak dalam merespons dinamika cinta. Yuk, mulai kenali diri dan tumbuhkan relasi yang saling menguatkan!