Banyak pria modern yang tumbuh dengan semangat keterbukaan, kesetaraan, dan empati, tapi tanpa sadar masih terjebak dalam bentuk toxic masculinity yang sudah mengakar sejak lama. Konsep ini bukan tentang menyalahkan maskulinitas, melainkan tentang mengenali pola-pola perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain, terutama dalam konteks sosial, emosional, dan relasi. Ironisnya, toxic masculinity sering kali tidak terasa seperti masalah karena telah dianggap sebagai hal yang wajar dalam kultur laki-laki.
Padahal, sikap-sikap seperti menekan emosi, menolak bantuan, atau membuktikan diri lewat kekerasan bisa berujung pada beban mental dan relasi yang tidak sehat. Ketika pria merasa harus selalu kuat, tegas, dan dominan tanpa celah untuk rapuh, di situlah toxic masculinity diam-diam bekerja. Untuk itu, mengenali bentuk-bentuknya adalah langkah awal yang penting agar tidak terjebak dalam ekspektasi maskulin yang membatasi. Berikut lima bentuk toxic masculinity yang sering gak disadari pria masa kini.