Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Cara Mengasah Critical Thinking supaya Tidak Mudah Termakan Hoaks

ilustrasi berpikir (pexels.com/Michael Burrows)

Dalam era digital yang penuh dengan arus informasi cepat, kemampuan berpikir kritis menjadi keahlian yang sangat penting. Hoaks mudah tersebar, bahkan seringkali tanpa disadari telah memengaruhi persepsi seseorang. Tanpa bekal critical thinking yang kuat, seseorang mudah terjebak dalam narasi palsu yang memanipulasi emosi.

Padahal, informasi yang salah bisa berdampak besar terhadap keputusan yang diambil. Dengan berpikir kritis, kamu bisa memilah informasi yang kredibel dan yang sekadar sensasional. Berikut ini tujuh cara yang bisa kamu lakukan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis agar tidak gampang termakan hoaks.

1. Pahami cara kerja hoaks

ilustrasi berpikir (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Sebelum bisa menangkal hoaks, kamu perlu tahu bagaimana hoaks bekerja. Hoaks sering dirancang untuk memancing emosi, seperti rasa takut, marah, atau simpati berlebihan. Tujuannya adalah membuat kamu menyebarkannya tanpa berpikir panjang.

Dengan memahami cara kerja hoaks, kamu akan lebih peka terhadap pola-pola yang digunakan. Biasanya, hoaks disertai informasi tanpa sumber jelas, atau malah mengklaim berasal dari "orang dalam". Jangan mudah percaya hanya karena banyak orang sudah membagikannya.

2. Biasakan membaca lebih dari satu sumber

ilustrasi berpikir (pexels.com/cottonbro studio)

Satu informasi dari satu sumber tidak cukup untuk dijadikan dasar berpikir atau mengambil keputusan. Membaca dari berbagai sudut pandang akan memberikanmu gambaran yang lebih utuh. Ini akan membantu kamu melihat celah atau ketidaksesuaian dalam sebuah narasi.

Perbedaan sudut pandang juga bisa memperkaya perspektifmu dalam menilai kebenaran sebuah informasi. Jangan hanya terpaku pada media atau platform yang kamu sukai saja. Semakin banyak referensi, semakin tajam penilaianmu.

3. Tunda reaksi emosional terhadap informasi

ilustrasi berpikir (pexels.com/Jack Sparrow)

Seringkali hoaks bekerja karena orang-orang bereaksi terlalu cepat secara emosional. Padahal, jeda beberapa menit saja bisa membuat kamu lebih objektif dalam menilai suatu informasi. Jangan langsung percaya apalagi menyebarkannya hanya karena kamu merasa tergugah.

Cobalah tarik napas dan tanyakan dulu: apakah informasi ini masuk akal? Apakah ada data atau bukti yang menyertainya? Dengan menunda reaksi, kamu memberi ruang untuk berpikir secara logis dan rasional.

4. Latih kemampuan bertanya yang tajam

ilustrasi berpikir (pexels.com/Dziana Hasanbekava)

Berpikir kritis dimulai dari kemampuan bertanya yang baik. Alih-alih menerima informasi mentah-mentah, kamu bisa mulai dengan pertanyaan: siapa yang menyampaikan ini? Apa tujuan dari informasi ini?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mengarahkan kamu untuk menggali lebih dalam sebelum mempercayai sesuatu. Semakin sering kamu mempertanyakan informasi, semakin terlatih pula nalurimu dalam mengenali informasi yang menyesatkan. Ingat, skeptis bukan berarti sinis.

5. Pelajari dasar-dasar logika dan argumentasi

ilustrasi belajar (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Banyak hoaks disusun dengan logika yang menyesatkan, misalnya generalisasi berlebihan atau argumen ad hominem. Jika kamu memahami dasar logika, kamu bisa lebih cepat mengenali kesalahan berpikir semacam ini. Ini akan membantu kamu tidak mudah terkecoh oleh gaya bahasa yang meyakinkan.

Logika dasar juga akan memperkuat argumen kamu saat berdiskusi atau menolak hoaks. Kamu bisa menjelaskan kenapa sebuah informasi tidak valid dengan alasan yang jelas dan rasional. Ini juga membuat kamu lebih percaya diri saat bersikap kritis di lingkungan sosial.

6. Jangan terpaku pada judul atau cuplikan

ilustrasi berpikir (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Di era media sosial, banyak orang hanya membaca judul tanpa membuka isi berita. Ini berbahaya karena judul sering kali dibuat bombastis demi menarik klik. Padahal, isi artikelnya bisa jadi sama sekali berbeda dari kesan yang diberikan judulnya.

Biasakan untuk membaca hingga tuntas sebelum mengambil kesimpulan. Kadang, kebenaran justru tersembunyi di tengah-tengah atau akhir artikel. Judul memang penting, tapi bukan satu-satunya penentu kebenaran.

7. Ikuti akun atau media yang kredibel

ilustrasi media sosial (pexels.com/Tracy Le Blanc)

Mengasah critical thinking bukan berarti kamu harus skeptis terhadap semua hal. Tapi, kamu bisa mulai dengan mengikuti sumber informasi yang terbukti kredibel. Ini akan memudahkan kamu untuk belajar membedakan mana informasi yang layak dipercaya dan mana yang tidak.

Media yang kredibel umumnya mencantumkan sumber jelas, memuat data yang bisa diverifikasi, dan menghindari gaya bahasa yang provokatif. Dengan mengikuti mereka, kamu sekaligus membangun referensi yang sehat bagi pola pikir kritismu. Jadikan kebiasaan ini sebagai bagian dari gaya hidup digital yang bijak.

Meningkatkan kemampuan berpikir kritis bukan perkara instan, tapi proses yang perlu dilatih terus-menerus. Dalam dunia digital yang rawan manipulasi, sikap skeptis dan analitis bisa jadi pelindung utama. Jangan biarkan dirimu jadi korban hoaks hanya karena malas berpikir.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Wahyu Kurniawan
EditorWahyu Kurniawan
Follow Us