Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Kesalahan yang Dilakukan INTP Saat Menghadapi Quarter Life Crisis

ilustrasi pria merenung (unsplash.com/Karl Fredrickson)

Masa quarter life crisis merupakan fase kehidupan yang sering kali dipenuhi oleh ketidakpastian, kebingungan arah, dan keresahan eksistensial. Individu dengan kepribadian INTP dari indikator MBTI, yang dikenal logis dan analitis, juga tidak terlepas dari gejolak emosional ini. Meskipun terbiasa menggunakan nalar dalam menyelesaikan berbagai persoalan, INTP cenderung kesulitan ketika harus menghadapi situasi yang sarat akan emosi dan nilai-nilai subjektif.

Alih-alih mengambil tindakan konkret, kepribadian ini sering kali terjebak dalam labirin pemikiran yang tak kunjung usai. Kecenderungan untuk mencari makna mendalam dalam segala hal justru bisa memperlambat proses adaptasi terhadap realitas. Akibatnya, muncul berbagai kesalahan yang tidak disadari dan justru memperparah ketidakstabilan mental di fase ini.

Berikut adalah ketujuh kesalahan umum yang sering dilakukan INTP saat menghadapi quarter life crisis. Jangan di-skip!

1. Terlalu tenggelam dalam analisis yang tak berujung

ilustrasi pria merenung (unsplash.com/Laurenz Kleinheider)

Salah satu kesalahan paling umum adalah kecenderungan untuk terus-menerus menganalisis setiap kemungkinan yang ada tanpa mengambil langkah konkret. INTP dikenal sebagai pemikir ulung yang gemar mengeksplorasi ide-ide kompleks dan menyusun hipotesis terhadap berbagai skenario kehidupan. Namun, ketika krisis kehidupan datang, kebiasaan ini bisa menjadi pedang bermata dua. Terlalu lama berkutat dalam analisis justru bisa menghambat pengambilan keputusan yang penting dan mendesak.

Kebiasaan ini juga menciptakan ilusi bahwa tindakan harus sempurna atau seratus persen benar sebelum dijalankan. Padahal, dalam realitas kehidupan, keputusan sering kali dibuat dalam ketidakpastian dan dengan informasi yang belum lengkap. INTP yang gagal menyadari hal ini bisa merasa terjebak, ragu melangkah, dan akhirnya tidak bergerak sama sekali. Akumulasi keraguan tersebut menimbulkan rasa frustrasi dan memperdalam krisis yang sedang dihadapi.

2. Mengabaikan kebutuhan emosional diri sendiri

ilustrasi pria merenung (unsplash.com/Lesya Soboleva)

INTP lebih mengandalkan logika daripada perasaan dalam mengambil keputusan atau menilai situasi. Meskipun pendekatan ini berguna dalam banyak konteks, ketika memasuki fase quarter life crisis, penolakan terhadap sisi emosional bisa menjadi bumerang. Banyak INTP yang merasa tidak nyaman saat harus mengakui bahwa dirinya sedang merasa sedih, cemas, atau kehilangan arah. Alih-alih memproses emosi tersebut, mereka justru menekan atau mengabaikannya.

Mengabaikan kebutuhan emosional menyebabkan akumulasi stres dan kecemasan yang tidak tersalurkan dengan sehat. Akhirnya, kondisi mental bisa menurun tanpa sebab yang jelas. INTP perlu belajar untuk menerima bahwa emosi adalah bagian dari kehidupan manusia yang sah dan valid. Menyediakan ruang bagi emosi untuk muncul dan dipahami merupakan langkah penting untuk keluar dari jebakan krisis kehidupan yang stagnan.

3. Menunda-nunda tindakan dengan alasan mencari inspirasi

ilustrasi pria merenung (unsplash.com/Mor Shani)

Kesalahan berikutnya adalah kebiasaan menunda dengan dalih bahwa inspirasi belum datang atau belum menemukan ide terbaik. INTP sering merasa bahwa semua keputusan besar dalam hidup harus didasarkan pada pemikiran yang benar-benar matang dan penuh pertimbangan. Sayangnya, idealisme ini membuat mereka cenderung menunda dan terus menunggu momen yang sempurna.

Dalam fase quarter life crisis, tindakan nyata jauh lebih dibutuhkan daripada menunggu inspirasi yang mungkin tidak pernah datang. Ketidakpastian dan ketakutan akan kegagalan membuat INTP terperangkap dalam zona nyaman yang tidak menghasilkan perubahan. Sementara waktu terus berjalan, tekanan eksternal meningkat, dan hal ini hanya menambah beban mental. Menerima ketidaksempurnaan dan mulai bertindak meskipun dengan langkah kecil bisa menjadi solusi yang jauh lebih efektif.

4. Terlalu fokus pada idealisme dan mengabaikan realitas

ilustrasi pria merenung (unsplash.com/Stefan Spassov)

INTP sering membangun dunia ideal di dalam benaknya. Imajinasi yang kuat dan kecerdasan intelektual yang tinggi membuat mereka mampu menciptakan visi masa depan yang megah dan penuh makna. Namun, ketika realitas tidak sesuai dengan ekspektasi yang dibangun, rasa kecewa pun mudah muncul. Terlalu fokus pada dunia ideal ini membuat INTP kehilangan koneksi dengan kondisi nyata yang sedang dihadapi.

Akibatnya, INTP bisa merasa dunia nyata terlalu sempit, membosankan, atau tidak layak untuk dijalani. Mereka merasa tidak cocok berada di lingkungan sosial atau dunia kerja yang tidak sesuai dengan nilai-nilai internal yang dianut. Jika tidak segera disadari, pola pikir ini akan menjauhkan mereka dari peluang-peluang riil yang justru bisa menjadi jalan keluar dari krisis. Menyelaraskan idealisme dengan kenyataan adalah proses yang perlu dilalui demi pertumbuhan yang utuh.

5. Mengisolasi diri secara berlebihan

ilustrasi pria merenung (unsplash.com/Outcast India)

Kepribadian introvert membuat INTP menikmati waktu sendirian untuk berpikir dan mengevaluasi diri. Namun, dalam masa quarter life crisis, kebutuhan akan koneksi sosial sebetulnya sangat penting. Mengisolasi diri secara berlebihan hanya akan memperbesar rasa kesepian dan memperparah perasaan terasing. Banyak INTP yang merasa bahwa tidak ada orang yang benar-benar memahami kedalaman pikiran dan keresahan yang mereka alami, sehingga memilih untuk menarik diri dari interaksi sosial.

Meskipun ruang personal penting, keterlibatan dalam lingkungan sosial justru dapat membuka perspektif baru dan memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan. Tidak semua orang harus dipahami secara sempurna agar bisa membantu. Dalam banyak kasus, keberadaan orang lain yang mampu mendengarkan tanpa menghakimi sudah cukup memberi kekuatan. INTP perlu membuka diri, meskipun sedikit demi sedikit, agar tidak terjebak dalam kesendirian yang menyiksa.

6. Meremehkan pencapaian kecil

ilustrasi pria merenung (unsplash.com/Dario Brönnimann)

Kesalahan lain yang sering dilakukan adalah meremehkan pencapaian kecil yang telah berhasil diraih. INTP yang cenderung perfeksionis sering kali hanya menghargai hasil yang besar dan signifikan. Dalam fase krisis, pendekatan ini justru membuat perjalanan hidup terasa hampa dan penuh tekanan. Apa pun yang tidak sesuai dengan definisi kesuksesan yang tinggi dianggap tidak berarti.

Padahal, setiap langkah kecil memiliki peran dalam membentuk arah dan memperkuat kepercayaan diri. Ketika pencapaian kecil diabaikan, maka motivasi untuk melanjutkan perjalanan hidup akan ikut menurun. Menghargai kemajuan sekecil apa pun merupakan bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. INTP perlu belajar melihat nilai dalam proses, bukan hanya pada hasil akhir.

7. Menghindari komitmen karena takut kehilangan kebebasan

ilustrasi pria merenung (unsplash.com/Felipe Souza)

INTP sangat menghargai kebebasan berpikir dan bertindak. Ketika harus mengambil keputusan yang mengandung komitmen jangka panjang, seperti memilih karier atau menjalani hubungan serius, muncul ketakutan akan hilangnya fleksibilitas. Kecenderungan ini membuat mereka sering menunda keputusan penting karena merasa terjebak jika sudah memilih satu jalan.

Menghindari komitmen justru bisa memperpanjang fase quarter life crisis karena tidak ada fondasi yang dibangun untuk kehidupan ke depan. Ketakutan akan komitmen perlu dipahami bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai bagian dari pertumbuhan dewasa. Komitmen tidak selalu menghilangkan kebebasan, melainkan mengarahkan kebebasan itu menuju bentuk yang lebih bermakna dan terarah.

Memahami diri sendiri, memberi ruang bagi emosi, serta membiasakan diri untuk bertindak meskipun belum merasa sempurna, adalah proses penting untuk keluar dari fase yang penuh tantangan ini. Ketika kesadaran ini tumbuh, maka jalan menuju masa depan yang lebih stabil dan bermakna pun akan terbuka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Wahyu Kurniawan
EditorWahyu Kurniawan
Follow Us