Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat mengumumkan perkembangan kasus timah di Kejagung, Jakarta, Rabu (29/5/2024). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat mengumumkan perkembangan kasus timah di Kejagung, Jakarta, Rabu (29/5/2024). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah merilis perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015 sampai 2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, perhitungan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP, diperoleh hasil kerugian yakni sebesar Rp300 triliun,“ kata Ketut dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/5/2024).

Berikut lima fakta baru terkait kasus korupsi timah setelah Kejagung memeriksa 200 saksi.

1. Kerugian negara terdiri dari kerugian lingkungan hinggan pembayaran biji timah

Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Adapun angka kerugian negara sebesar Rp300 triliun itu terdiri dari kerugian atas kerja sama PT Timah Tbk dengan smelter swasta sebesar Rp2,285 triliun, kerugian atas pembayaran bijih timah kepada mitra PT Timah Tbk sebesar Rp26,649 triliun dan kerugian lingkungan sebesar Rp271,1 triliun.  

“Laporan tersebut berkaitan dengan perbuatan jajaran oknum direksi PT Timah Tbk pada kurun waktu 2018 sampai 2019 yang telah melakukan persekongkolan dengan para smelter untuk mengakomodir penambangan timah ilegal yang seolah-olah kesepakatan kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara,” ujar Ketut.

2. Para tersangka bakal didakwa merugikan negara Rp300 triliun

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ardiansyah (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menjelaskan angka Rp300 triliun masuk dalam kualifikasi kerugian negara.

“Siapa yang akan bayar? Yang bertanggung jawab untuk kerugian yang dihitung ini? Ini ada kerugian ekonomi, kerugian ekologis, kemudian kerugian rehabilitasi lingkungan. Apakah kita bisa menghindar tiga ini, gak bisa. Ini harus tetap dipenuhi,” kata Febrie Adriansyah di Kejagung, Rabu (29/5/2024).

Febrie menjelaskan, ketika penyidik melakukan ekspos kasus ini, peristiwa hukum terjadi di kawasan PT Timah. Sehingga kewajiban ganti rugi ini melekat di PT Timah.

“Apakah kita ikhlas PT Timah ini akan membayar sebesar ini? Sedangkan PT Timah yang kita ketahui juga gak pernah untung, rugi terus, jadi siapa yang makan uang timah ini,” kata Jampidsus.

Oleh karena itu, Kejagung akan mendakwa 22 tersangka yang telah ditetapkan Kejagung untuk membayar ganti rugi.

“Akhirnya langkah penyidik ini harus dibebani kepada mereka yang menikmati timah hasil mufakat jahat tadi. Nah itu kira-kira bagaimana kita meyakini oh ini harus memang dipenuhi,” imbuhnya.

3. Kejagung tetapkan tersangka ke-22 di kasus timah

Tersangka ke-22 kasus korupsi timah, Eks Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2015-2020, Bambang Gatot Ariyono (BGA), ditahan Kejaksaan Agung (Kejagung) usai diperiksa, Rabu (29/5/2024). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Terkini, Kejagung menetapkan eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah periode 2015-2022.

"BGA kami tingkatkan statusnya sebagai tersangka. Dia ditetapkan dalam kapasitasnya Dirjen Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2020," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi, di Kejagung, Rabu (29/5/2024).

Adapun peran Bambang diduga mengubah Rencana Kerja Dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2019. RKAB yang semula ditetapkan sebesar 30.217 metrik ton, diubah menjadi 68.300 metrik ton.

"Belakangan kita tahu dalam rangka untuk fasilitasi transaksi timah yang diproduksi secara ilegal," tambah dia.

Hingga saat ini, tersangka ke-22 itu masih diperiksa oleh penyidik Jampidsus bersamaan dengan tiga saksi lainnya.

"Sampai saat ini pemeriksaan masih berjalan. Penahanan atau tidak nanti kita lihat setelah pemeriksaan selesai," kata Kuntadi.

4. Kejagung tetapkan 6 tersangka TPPU kasus timah

Suami selebritas Sandra Dewi, Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka Kejagung dalam perkara korupsi timah, Ribu (27/3/2024). (IDNTimes/Irfan Fathurohman)

Dari 22 tersangka kasus timah, Kejagung melapis enam tersangka korupsi dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Terkait dengan tersangka TPPU telah ditetapkan enam tersangka,” kata Kuntadi di Kejagung, Rabu (29/5/2024).

Adapun enam tersangka TPPU itu adalah Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa, Robert Indarto (RI), Manager PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim (HL) dan perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin (RBT) Harvey Moeis.

Kemudian, Sugito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa, Pemilik manfaat atau benefit official ownership CV Venus Inti Perkasa Tamron alias Aon (TN) dan Dirut PT RBT Suparta.

5. Bos Sriwijaya Air, Hendry Lie, bakal dijemput paksa

Sriwijaya Air (ANTARA/Toyiban)

Salah satu tersangka kasus timah, Hendry Lie hingga saat ini belum dilakukan penahanan. Bos Sriwijaya Air itu ditetapkan sebagai tersangka sejak Jumat, 26 April 2024.

Kejagung menyatakan bakal menjemput paksa Bos Sriwijaya Air Hendry Lie karena sudah dua kali mangkir panggilan untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

“Kalau sudah tiga kali ada upaya pemanggilan paksa oleh penyidik,” kata Ketut Sumedana di Kejagung, Rabu (29/5/2024).

Kuntadi belum bisa memastikan pihaknya bakal melakukan penahanan terhadap Hendry.

“Terhadap tersangka HL, nanti kita tunggu yang jelas kita sudah lakukan pemanggilan dan tentunya nanti akan ada upaya untuk menghadirkan yang bersangkutan untuk pemeriksaan,” ujar dia dalam kesempatan yang sama.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan pendiri maskapai Sriwijaya Air, Hendry Lie (HL) dan Fandy Lingga (FL). Keduanya merupakan kakak beradik.

Dalam kasus ini, Hendry sebagai Beneficiary Owner PT TIN (BO PT TIN), sementara Fandy Lingga (FL) selaku Marketing PT TIN.

Editorial Team