Jambore Dunia Dilanda Cuaca Ekstrem, Indonesia Siapkan Rencana Darurat

Dua unit sekolah disiapkan untuk evakuasi

Jakarta, IDN Times - Cuaca panas menyengat di bumi perkemahan Sae Man-Geum, Korea Selatan, tempat pelaksanaan Jambore Pramuka Sedunia. Suhu berkisar 38 derajat celcius sampai 40 derajat celcius di siang hari, membuat ratusan peserta dari seluruh dunia mengalami heat stroke sehingga harus dirawat di rumah sakit.

Kegiatan Jambore Pramuka Sedunia di Korea Selatan berlangsung selama 12 hari, mulai 1-12 Agustus 2023. Kegiatan itu diikuti 43.150 peserta yang berasal dari 158 negara. Indonesia mengirim 1.569 peserta pada kegiatan itu.

Wakil Ketua Kwartir Nasional/Kakom Kehumasan dan Informatika Gerakan Pramuka, Berthold Sinaulan mengatakan, Kontingen Gerakan Pramuka Indonesia menyiapkan rencana darurat terkait cuaca ekstrem yang menyengat di bumi perkemahan Sae Man-Geum, Korea Selatan.

“Kontingen Gerakan Pramuka Indonesia tetap bertahan di arena Jambore Pramuka Sedunia ke-25, di tengah cuaca panas ekstrem yang melanda. Untuk itu, rencana darurat juga telah disiapkan,” kata Berthold dalam keterangan resmi, Minggu (6/8/2023).

Baca Juga: Cuaca Panas, AS-Inggris Tarik Kontingennya dari Jambore Pramuka Korsel

1. KBRI Korsel koordinasi dengan kepolisian setempat

Jambore Dunia Dilanda Cuaca Ekstrem, Indonesia Siapkan Rencana DaruratJambore Dunia di Korea Selatan dilanda cuaca panas. Kontingen Indonesia tetap solod. (Dok. IDN Times/Humas Gerakan Pramuka)

Dia mengatakan, Kedutaan Besar RI di Korea Selatan bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk menyiapkan rencana darurat jika cuaca panas tak kunjung mereda.

Menurutnya, dua unit sekolah telah disediakan untuk menjadi tempat evakuasi. Tidak hanya itu, aparat kepilisian setempat akan menyiapkan dukungan proses evakuasi.

Namun, sampai saat ini belum ada rencana evakuasi. Kondisi 1.569 peserta dari Indonesia sudah dapat ditangani dengan baik. Beberapa yang sakit sudah dirawat dan telah kembali pulih.

“Di antaranya penyediaan dua unit sekolah untuk tempat evakuasi, dan bantuan dari Kepolisian Korsel yang siap mendukung evakuasi tersebut,” kata dia.

Baca Juga: Kontingan Indonesia Bertahan di Jambore Korsel, Ini Kata Menpora Dito

2. Peserta Indonesia masih semangat dan bergembira

Jambore Dunia Dilanda Cuaca Ekstrem, Indonesia Siapkan Rencana DaruratKontingen Pramuka Indonesia yang ikut Jambore Dunia di Korsel. (dok. KBRI Seoul)

Berthold menjelaskan, acara cultural day digelar pada 6 Agustus. Para peserta dari Indonesia mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah dan menyajikan kuliner khas Indonesia untuk dicicipi peserta dari negara lain.

Sejumlah peserta juga sibuk berlatih penampilan budaya, seperti tari dan drama tadi tradisional serta permainan angklung. Latihan dilakukan dengan penuh semangat dan penuh kegembiraan.

Pada hari ini, sejumlah peserta dari Indonesia memenuhi undangan dari Prof Eje Kim dan Korea Broadcasting System menghadiri pertemuan ramah tanah yang digagas Gunsan SungGwang Church.

Baca Juga: 600 Peserta Jambore di Korsel Sakit Akibat Gelombang Panas

3. Demokrat desak pemerintah tarik peserta Jambore Indonesia

Jambore Dunia Dilanda Cuaca Ekstrem, Indonesia Siapkan Rencana DaruratKegiatan Jambore Dunia di Korea Selatan dilanda panas ekstrem. Kontingen Indonesia tetap solid dan semangat. (Dok. IDN Times/Humas Gerakan Pramuka)

Sementara itu, salah satu orangtua peserta Jambore Dunia di Korea Selatan dari Jawa Barat, Herzaky Mahendra Putra mengaku khawatir dengan kondisi cuaca panas yang menyengat di bumi perkemahan Sae Man-Geum.

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat itu pun mendesak supaya Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengambil tindakan serius dengan menarik Kontingen Indonesia dari perhelatan Jambore Dunia di Korea Selatan.

“Bapak Presiden Joko Widodo, tolong selamatkan dan tarik pulang anak-anak kami, kontingen Indonesia di Jambore Dunia 2023 di Sae Man Geum, Provinsi Jeolla Utara, Korea Selatan,” kata dia.

Herzaky menyampaikan, kegiatan yang sudah diatur penyelenggara sebagian besar dihentikan karena cuaca dan heatwave tidak aman, hingga peserta telantar.

Kondisi anak-anak tidak lagi fisik yang terganggu, ada yang lecet, tidak bisa berjalan, bahkan patah kaki, terserang sakit karena gelombang panas, dan lain sebagainya, melainkan kondisi psikisnya sudah mulai terganggu.

“Di dekat-dekat tenda anak kami, hampir tiap malam ketika video call, mereka menangis karena tertekan betul. Kalau lokasi seperti bumi perkemahan cibubur, tanahnya ada rumput yang asri, penuh dengan pepohonan yang sejuk. Di sana? Gersang. Tanpa pohon,” kata dia.

"Pemberitaan di media nasional pun sangat minim mengenai ini. Kami hanya bisa mendapatkan informasi dari anak-anak yang menjadi peserta secara langsung melalui video call dan berita-berita di berbagai media internasional. Sedangkan saat ini, charging station sedang mati. Komunikasi dengan anak-anak kami terputus," tuturnya.

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya