Polisi Masa Kini: Brutal dan Merasa Punya Power

Tak ada toleransi, anggota terlibat pidana diancam dipecat

Jakarta, IDN Times - Sebanyak sembilan anggota polisi di Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya terlibat kasus penganiayaan berat terhadap DK, 38 tahun, terduga jaringan narkoba hingga meninggal dunia. Aksi ini menambah catatan buruk terkait brutalitas aparat kepolisian di republik ini.

Dari sembilan anggota polisi ini, tujuh orang sudah ditangkap dan ditahan. Kemudian, satu orang masih buron dan masih dalam pencarian serta satu anggota masih diperiksa secara etik.

Kabid Propam Polda Metro Jaya, Kombes Pol Nursyah Putra, menjelaskan, para polisi yang menganiaya korban hingga tewas ini terancam dipecat atau diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH).

“Kami sudah bekerja sejak kemarin sampai hari ini bekerja sama dengan Ditreskrimum,” kata Nursyah Putra di Polda Metro Jaya, Jumat (28/7/2023) malam.

“Telah menerapkan Pasal 5, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 Kode Etik Polri berdasarkan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah (PP) RI Tahun 2003 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat kepada seluruh anggota,” kata dia.

Baca Juga: 9 Polisi Polda Metro Terancam Dipecat Usai Aniaya Korban hingga Tewas

1. Brutal dan merasa punya power lebih

Polisi Masa Kini: Brutal dan Merasa Punya PowerKomisioner Kompolnas RI, Poengky Indarti saat hadir di sidang Bechi, Senin (8/8/2022). (IDN Times/Khusnul Hasana).

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, menilai apa yang dilakukan oleh sembilan anggota polisi ini termasuk tindakan brutal atau excessive use of force (brutalitas).

Menurut Poengky, aksi brutalitas aparat kepolisian ini dipicu oleh sejumlah faktor. Misalnya, perasaan memiliki kuasa atau power berlebihan. Didikan keras yang diterima oleh aparat kepolisian selama masa pendidikan juga melatarbelakanginya.

“Ini sih bukan premanisme, ini excessive use of force. Militeristik!” kata Poengky Indarti kepada IDN Times, saat dihubungi, Senin (31/7/2023).

Baca Juga: 9 Polisi Siksa Tersangka, Kompolnas: Perbanyak CCTV Ruang Penyidikan

2. Pengawasan proses penyidikan harus diperketat

Polisi Masa Kini: Brutal dan Merasa Punya PowerKomisioner Kompolnas, Poengky Indarti (IDN Times/ Muhamad Iqbal)

Poengky menambahkan, untuk menghindari peristiwa brutalitas tersebut, perlu ada pengawasan secara ketat kepada para penyidik yang sedang melakukan proses penyidikan, termasuk saat pengembangan kasus.

Selain itu, perlu diperkuat juga dengan pemasangan CCTV di ruang-ruang penyidikan dan ruang tahanan. Sementara untuk penyidik di lapangan, sebaiknya mereka dilengkapi body camera, serta proses penyidikan harus direkam dengan video serta recorder. Ini semua harus dilakukan, kata dia, untuk mencegah terjadinya kekerasan berlebihan.

“Pengawasan terhadap proses penyidikan harus ketat, termasuk pada saat pengembangan kasus,” ujar dia.

Baca Juga: 9 Polisi Polda Metro Terancam Dipecat Usai Aniaya Korban hingga Tewas

3. Abaikan peraturan Kapolri tentang HAM

Polisi Masa Kini: Brutal dan Merasa Punya PowerIlustrasi polisi. (Humas Polri)

Peristiwa penganiayaan hingga menyebabkan seorang tersangka meninggal dunia juga menunjukkan bahwa aparat kepolisian mengabaikan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Pelaksanaan Tugas Polri.

Padahal, jika penyidik sudah memutuskan untuk menangkap tersangka, maka menjadi kewajiban mereka untuk menjamin perlakuan yang baik dan melindungi hak-hak tersangka.

“Dengan adanya tersangka yang ditangkap, ternyata ketika yang bersangkutan dalam penguasaan penyidik meninggal dunia diduga akibat penyiksaan, maka hal tersebut menunjukkan Perkap HAM tidak dilaksanakan dengan baik,” tutur dia.

4. Harus diproses pidana dan etik

Polisi Masa Kini: Brutal dan Merasa Punya PowerIlustrasi borgol. Dok. IDN Times

Oleh karena itu, Kompolnas pun mendesak agar sembilan orang yang terlibat dalam kasus ini ditindak secara pidana dan etik. Dia memastikan bahwa Kompolnas akan terus mengawasi penanganan kasus tersebut dan berharap kejadian ini menjadi kasus terakhir, tidak terulang lagi di kemudian hari.

“Kompolnas sangat menyesalkan kejadian ini dan mendorong proses pidana dan etik kepada seluruh pelaku, serta mendorong upaya penangkapan kepada pelaku yang kabur,” kata dia.

Baca Juga: Polda Metro: Anggota Terlibat Pidana Terancam Dipecat, No Tolerance!

5. Dapat pengakuan tersangka dengan cara kekerasan adalah cara primitif

Polisi Masa Kini: Brutal dan Merasa Punya PowerPengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto. (Instagram/@brukminto93)

Terpisah, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menambahkan, kasus ini harus menjadi momentum untuk melakukan evaluasi dan perbaikan sistem serta kultur di kepolisian bagi Kapolri.

Kontrol dan pengawasan harus benar-benar dilaksanakan secara konsisten dan tegas. Personel yang menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencari keterangan atau pengakuan dari tersangka harus disanksi.

Ia mengatakan, seluruh personel kepolisian harus ditanamkan bahwa tersangka memiliki hak ingkar dan pengakuannya memiliki kadar kualitas yang sangat kecil di pengadilan.

Bambang mengingatkan, mendapat pengakuan tersangka dengan cara kekerasan itu adalah cara-cara primitif yang sudah tidak dilakukan kepolisian modern.

“Mendapat pengakuan tersangka dengan cara kekerasan itu adalah cara-cara primitif yang sudah tidak dilakukan kepolisian modern,” kata Bambang kepada IDN Times.

6. Ratusan kekerasan dilakukan aparat kepolisian selama satu tahun terakhir

Polisi Masa Kini: Brutal dan Merasa Punya PowerIlustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan,  kekerasan, brutalitas, abuse of power, penyiksaan, masih menjadi tradisi di Korps Bhayangkara.

Berdasarkan data, sedikitnya ada 200 tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian selama 2022 sampai 2023. Aksi itu dilakukan aparat kepolisian terhadap masyarakat sipil, tersangka, dan demonstran.

Menurut Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, data ini menjadi catatan buruk terhadap Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Di samping itu, Isnur menyatakan, Presiden Joko “Jokowi” Widodo, DPR RI, dan Kapolri harus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap institusi Polri.

Menurut dia, pemerintah perlu meninjau ulang pendidikan di kepolisian. Salah satunya dengan memastikan tak ada tindakan kekerasan selama pendidikan.

Sedangkan berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sebanyak 622 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri terjadi sepanjang Juli 2022-Juni 2023.

“Perlu perubahan secara sistemik dan serius secara kelembagaan terutama norma di UU perlu dicek sejauh mana yang belum cukup memberikan tekanan atau perhatian kepada kepolisian bahwa ini tidak boleh,” tutur Muhammad Isnur kepada IDN Times.

Baca Juga: Rawan Peredaran Narkoba, Polda Metro Pantau 3 Lokasi Ini di Jakarta

7. Tidak ada toleransi bagi polisi terlibat pidana

Polisi Masa Kini: Brutal dan Merasa Punya PowerKabid Propam Polda Metro Jaya, Kombes Nursyah Putra. (IDN Times/Amir Faisol)

Sebelumnya, Nursyah Putra menegaskan, semua anggota yang terlibat kasus pidana akan terancam dipecat atau diberhentikan tidak dengan hormat.

“No tolerance! Pokoknya kalau sudah ada pidana pasti akan berusaha untuk PTDH,” kata dia.

Dia pun mengingatkan kepada seluruh anggota dan jajaran Polda Metro Jaya untuk selalu menjaga citra Polri. Ia berharap seluruh anggota benar-benar disiplin dan menjaga kode etik.

“Tentu sangat berharap seluruh anggota benar-benar disiplin dan menjaga kode etik,” kata dia.

Baca Juga: Polda Metro Tangkap si Kembar Rihana-Rihani

Polisi Masa Kini: Brutal dan Merasa Punya PowerInfografis polisi brutal. (IDN Times/Aditya Pratama)

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya