Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Direktur Eksekutif Amnesty International (AI) Indonesia, Usman Hamid. (Dokumentasi Istimewa)
Direktur Eksekutif Amnesty International (AI) Indonesia, Usman Hamid. (Dokumentasi Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Amnesty International Indonesia (AII) mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas serangan doxing yang dialami oleh Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati. Ia mendapatkan serangan doxing usai kontennya di TikTok diambil tanpa izin dan diunggah ulang di akun resmi Diskominfo Jawa Barat.

Di dalam konten yang diunggah pada 5 Mei 2025 lalu, Neni dianggap menuding Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi mengalihkan dana belanja iklan pemprov untuk membayar buzzer. Meskipun, nama Dedi tidak disebut secara lugas oleh Neni di konten tersebut.

"Ini adalah serangan terhadap kebebasan sipil dan semakin menegaskan kemunduran serius dalam iklim kebebasan berekspresi di Indonesia. Kritik yang sah malah dibalas dengan serangan adalah bentuk pelanggaran terhadap kebebasan menyatakan pendapat di Indonesia," ujar Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid di dalam keterangan tertulis pada Kamis (17/7/2025).

"Aparat penegak hukum di Indonesia harus proaktif mengusut serangan digital ini," imbuhnya.

Dalam pandangannya, kegagalan dalam penyelidikan atau membawa pihak yang bertanggung jawab ke pengadilan malah memperkuat keyakinan bahwa para pelaku serangan berdiri di atas hukum.

"Jika ruang berekspresi terus dibungkam maka kita akan terus mundur ke zaman gelap otoritarianisme yang seharusnya telah lama kita tinggalkan," tuturnya.

1. Negara seharusnya hadir untuk melindungi warga negara

Ilustrasi doxing. (Dok. iStock)

Lebih lanjut, kata Usman, negara seharusnya hadir untuk melindungi warga negara dari aksi doxing. Bukan malah membiarkan apalagi ikut berperan dalam upaya pembungkaman suara-suara kritis sah warga negara. Perlindungan hak atas kebebasan berekspresi diatur di Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) pasal 19.

"Di mana segala jenis informasi dan gagasan termasuk gagasan yang mengejutkan, menyerang atau mengganggu tetap harus dilindungi," kata Usman.

2. Neni tidak menyebut Gubernur Jawa Barat di dalam kontennya

Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati (tengah) kena serangan doxing. (Tangkapan layar akun TikTok)

Sementara, lewat keterangan tertulis, Neni menggaris bawahi tidak menyebut nama Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Konten video TikTok itu, kata Neni, ditujukan secara umum kepada seluruh kepala daerah yang terpilih lewat Pilkada 2024.

"Saya akui dalam beberapa video lainnya, saya mengkritik kebijakan Kang Dedi Mulyadi tetapi di dalam video lainnya ada pula yang saya beri apresiasi. Saya kira ini adalah hal yang wajar. Saya tidak melakukan penyerangan secara pribadi, sebab yang saya kritisi adalah kebijakannya," katanya pada hari ini.

Namun, di dalam konten tersebut, Neni turut menyinggung kepala daerah yang membuat kebijakan pemotongan anggaran belanja iklan di media dan menduga dana tersebut dialihkan untuk membiayai para pendengung.

Sementara, kepala daerah yang tengah mendapat sorotan karena memangkas anggaran belanja iklan ke media adalah Dedi Mulyadi. Pada awal Mei 2025 lalu, Dedi mengumumkan pemangkasan anggaran belanja iklan media Pemprov Jabar dari semula Rp50 miliar menjadi tinggal Rp3 miliar.

Neni menyebut pejabat tinggi yang dikritisi tidak hanya Dedi Mulyadi. Ada banyak pejabat publik lainnya yang dikritik lewat platform TikTok.

"Saya hanya memberikan penekanan tentang pentingnya partisipasi warga dalam pengambilan keputusan yang sangat krusial harus disertaai dengan kajian akademis secara komprehensif dan data yang mendukung dengan transparan, akuntabel dan tidak serampangan," katanya.

3. Dedi dorong Neni untuk laporkan bila ada APBD digunakan untuk biayai buzzer

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menanggapi konten Direktur DEEP lewat akun media sosial Pemprov Jawa Barat. (www.instagram.com/@diskominfojabar)

Sementara, konten Neni yang dibuat awal Mei lalu ditanggapi oleh Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi pada 16 Juli 2025 lalu. Gubernur dari Partai Gerindra itu membantah dana untuk belanja iklan media dialihkan untuk membiayai buzzer dan pemolesan citra dirinya.

"Ada yang menyampaikan bahwa tidak ada artinya pemangkasan anggaran media Rp47 miliar kemudian uangnya digunakan untuk bayar para buzzer. Saya sampaikan silakan dicek di anggaran Pemprov Jawa Barat, di dinas informasi dan komunikasi, ada gak sih anggaran untuk bayar para buzzer," ujar pria yang akrab disapa KDM dalam konten berjudul 'data dan faktanya.'

Ia bahkan mendorong Neni seandainya menemukan anggaran di APBD Pemprov Jabar untuk membiayai buzzer, agar temuan tersebut dilaporkan ke aparat penegak hukum. "Datanya terbuka kok, tinggal diambil saja. Silakan datangi Dinas Informasi Komunikasi, menanyakan anggarannya (untuk bayar buzzer)," imbuhnya.

Sejak ada unggahan konten dari Dedi Mulyadi itu, dua akun media sosial Neni banjir hujatan dan kata-kata kasar. "Saya berupaya merespons dengan baik, namun akun-akun tersebut melakukan tindakan yang lebih brutal," kata Neni.

Bahkan, dalam satu komentar, ada yang menuding Deni sebagai buzzer dari Denny Cagur dan PDI Perjuangan (PDIP).

Editorial Team