TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ternyata Ini Sebab Vaksin SARS dan MERS Belum Ada, Tapi COVID-19 Sudah

Apakah hal itu karena COVID-19 buatan manusia?

ilustrasi vaksin COVID-19 (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Jakarta, IDN Times - Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, mengatakan bahwa 20 persen dari 2,4 juta atau sekitar 480 ribu warganya akan menjadi target vaksinasi COVID-19 tahap pertama yang direncanakan pada November 2020 mendatang. Tentu, kabar tersebut mencuri perhatian masyarakat.

Bagaimana tidak, vaksin untuk SARS-CoV-2 itu sudah ditemukan hanya dalam kurun waktu delapan bulan setelah pandemik. Adam Prabata, dokter sekaligus PhD Candidate in Medical Science at Kobe University, Jepang mengunggah sebuah penjelasan tentang hal tersebut.

Dalam unggahannya, ia juga menjelaskan mengapa vaksin untuk SARS dan MERS belum ditemukan hingga saat ini, tetapi untuk virus penyebab COVID-19 sudah. Berikut penjelasannya.

Baca Juga: WHO Janjikan Vaksin COVID-19 untuk Indonesia dengan Harga Subsidi

1. Kenapa vaksin SARS dan MERS belum berhasil ditemukan tetapi vaksin COVID-19 sudah?

Infografik Perkembangan Vaksin COVID-19 di Dunia (IDN Times/Arief Rahmat)

Dokter yang kerap membagikan informasi medis terkait COVID-19 di media sosial itu menjelaskan, kandidat vaksin SARS sebenarnya sudah ada. Namun, penelitian kandidat vaksin SARS tidak dapat dilanjutkan.

Hal itu karena wabah SARS dapat terkontrol dengan baik pada 2003 silam. Dengan demikian, pengujian efektivitas vaksin pun sulit untuk dilakukan.

"Bagaimana mau menguji efektivitas vaksin SARS bila penyakitnya saja sulit ditemukan?" ujar Adam dalam unggahan Instagram probadinya @adamprabata, Sabtu 17 Oktober 2020 pukul 17.00 WIB.

Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa kandidat vaksin MERS sudah ada. Namun, penelitian kandidat vaksin MERS sulit dilakukan karena insiden terjadinya MERS relatif kecil.

"Bahkan di kelompok orang yang berisiko," ujarnya.

2. Jangan-jangan SARS-CoV-2 adalah buatan manusia?

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) berbincang dengan Direktur Utama PT. Bio Farma Honesti Basyir (kiri) saat meninjau fasilitas produksi gedung 43 yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi vaksin COVID-19, di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/8/2020). ANTARA FOTO/HO/dok PT Bio Farma/

Adam Prabata menjelaskan isu tentang kemungkinan SARS-CoV-2 adalah buatan manusia. Pertama, ada struktur SARS-CoV-2 yang fungsinya masih belum diketahui secara pasti.

Kedua, Adam mengatakan bahwa genetik SARS-CoV-2 tidak berasal dari backbone virus yang sudah diketahui. Ketiga, simulasi komputer menunjukkan bahwa spike protein SARS-CoV-2 tidak ideal.

"Mungkinkah virus yang sengaja dibuat oleh manusia memiliki karakteristik-karakteristik di atas?" ujar lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

3. Apa bisa penelitian vaksin selesai dalam waktu yang singkat?

Penjelasan Adam Prabata soal Vaksin COVID-19 (Instagram @adamprabata)

Adam menjabarkan, masa penelitian vaksin pada umumnya selesai dalam 10-15 tahun. Tentu hal itu berbanding terbalik dengan masa penelitian vaksin COVID-19 yang diharapkan selesai satu hingga satu setengah tahun saja.

Menurutnya, penelitian vaksin COVID-19 dapat selesai dalam waktu singkat karena teknologi pembuatan vaksin sudah sangat maju. Selain itu, jumlah kasus dan populasi rentan sangat banyak.

"(Terjadi pula) Perubahan paradigma penelitian vaksin," katanya.

4. Apa pernah ada pengembangan vaksin dalam waktu singkat sebelumnya?

Ilustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Adam memberikan contoh pengembangan vaksin yang dilakukan dalam waktu singkat yaitu, pandemik flu babi atau H1N1. Ia menjelaskan, infeksi H1N1 terdeteksi di dalam diri manusia pada April 2019.

Kemudian, pada Juni 2019, H1N1 menjadi pandemik, uji klinis vaksin pun dimulai. Selanjutnya, Oktober 2020, vaksin H1N1 disetujui dan disuntikkan di Amerika Serikat.

Baca Juga: [LINIMASA] Perkembangan Terbaru Vaksin COVID-19 di Dunia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya