Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Malang, IDN Times - Kepolisian memang masih belum menemukan unsur pidana dalam kasus fetish mukena. Tetapi dari sisi terlapor, kepolisian bekerja sama dengan psikolog memastikan bahwa DA mengidap gangguan. Hal tersebut disampaikan oleh Psikolog Klinis, Sayekti Pribadiningtyas, Senin (20/9/2021) di Polresta Malang Kota. Setelah melakukan pemeriksaan kepada DA, Sayekti menyebut bahwa yang bersangkutan mengidap gangguan dengan kategori fetisisme mukena.
1. Sudah mengidap hal tersebut sejak SD
Psikolog klinis, Sayekti Pribadiningsih saat menyampaikan keterangan periksaan psikologi terjadap DA. IDN Times/Alfi Ramadana Sayekti menjelaskan bahwa berdasarkan pemeriksaan yang ia lakukan kepada DA, diketahui bahwa yang bersangkutan sudah mengidap gangguan fetisisme mukena itu sejak kelas 4 SD. DA, kata dia, menggunakan objek mukena dalam pemenuhan hasrat seksualnya. Menurut dia, DA tidak mampu menahan dan mengendalikan fetisisme mukena tersebut.
"Menurut keterangan DA, dulu yang bersangkutam sudah pernah dibawa ke psikolog pada saat SD. Tetapi nampaknya memang tidak dilakukan penanganan lebih intens. Sehingga DA tetap berkelanjutan dengan fetish mukenanya itu," terangnya Senin (20/9/2021).
2. Masuk penyimpangan seksual kategori parapilik
Kepolisian saat menyampaikan keterangan terkait kasus Fetish Mukena. IDN Times/Alfi Ramadana Lebih jauh, Sayekti menambahkan bahwa secara spesifik, DA menyukai mukena yang berasal dari bahan satin. Fetisisme yang dialami DA sendiri juga termasuk penyimpangan seksual yang lebih banyak terjadi pada kaum pria, dan dikategorikan gangguan "parapilik". Penyimpangan seksual ini terjadi saat seseorang memiliki ketertarikan seksual pada benda atau bagian tubuh di luar stimulasi secara genital.
Jadi, kata dia, para pengidap fetisisme itu tidak tertarik pada perempuannya melainkan pada benda-benda yang digunakan oleh perempuan atau anggota tubuh perempuan yang bukan bersifat genital.
"Artinya yang bersangkutan ini justru tidak tidak tertarik pada payudara, bagian vagina, atau bagian pinggul yang seksi. Bisa jadi mereka yang memiliki kelainan fetisisme malah tertarik pada anggota tubuh yang sudah diamputasi, termasuk juga jempol kaki, tumit bahkan rambut," tambahnya.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Baca Juga: Fetish Mukena, Polisi Panggil Saksi Ahli Cari Unsur Pidana
3. Penyebabnya karena permasalahan psikologis
Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Yudha Riambodo saat menyampaikan keterangan terkait kasus Fetish mukena. IDN Times/Alfi Ramadana Penyebab munculnya penyimpangan berupa fetisisme itu sendiri berdasarkan hasil penelitian selama ini, berasal dari masalah psikologis, terkait kurang rasa percaya diri. Kemudian adanya keraguan tentang maskulinitas dalam dirinya serta potensi diri. Lalu ada juga ketakutan akan penolakan, dan penghinaan. Hal itu bisa jadi berkaitan dengan masa lalu yang bersangkutan mungkin pernah terjadi bullying atau pernah memjadi korban perundungan seksual di masa kecil.
"Kalau dari kasus ini bisa dijelaskan bahwa ketertarikan DA adalah pada mukenanya, dan bukan pada model perempuannya," sambungnya.
Baca Juga: Tak Temukan Unsur Pidana, Kasus Fetish Mukena di Malang Bisa Disetop