Mengenang Tragedi Semanggi II: Detik-Detik Jelang Kematian Yun Hap
Kisah memilukan hati
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kemarin, 20 tahun lalu, mengenang sejarah Semanggi II, yang terjadi pada 24 September 1999. Peristiwa tersebut merupakan kenangan yang tak terlupakan, 11 orang meninggal dunia dan 217 lainnya luka-luka. Tentara melakukan tindakan anarkis pada mahasiswa yang melakukan demonstrasi.
Yun Hap mahasiswa Universitas Indonesia (UI), menjadi salah satu korban yang meninggal dunia pada peristiwa berdarah Semanggi II. Ia meninggal di depan Universitas Trisakti dengan luka tembak. Entah siapa yang menembak, dan tidak ada yang mengetahui pelaku yang melakukan tembakan.
Kala itu, mahasiswa dalam jumlah besar menentang pemerintah untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB). Menurut banyak kalangan, materi undang-undang ini memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer.
Dikutip dari buku Melawan Pengingkaran yang ditulis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), diceritakan kisah detik-detik Yun Hap sebelum meninggal dalam perjuangan gerakan mahasiswa 1998-1999. Bagaimana kisah Yun Hap dalam peristiwa Semanggi II yang diceritakan sang ibundanya, Ho Kim Ngo?
1. Kekhawatiran sang ibunda Yun Hap sebelum anaknya meninggal dunia
Pada 1997, Yun Hap sering berbicara mengenai penderitaan yang dialami rakyat miskin di Indonesia. “Kasihan masyarakat kecil berebutan kalau ada mobil antre beras dan gula,” ungkap Yun.
Yun mengungkapkan harus berjuang untuk rakyat, karena dirinya sekolah dibiayai rakyat. Sebelum 23 September 1999, dia sempat mengatakan pada ibunya akan terjadi demonstrasi besar-besaran pada 23-24 September 1999.
Seluruh mahasiswa melakukan demonstrasi untuk menentang UU PKB yang dianggap merugikan rakyat. Ho Kim Ngo, sang ibunda, khawatir terhadap Yun yang akan mengikuti demonstran.
Sang ibunda memperingatkan Yun bahwa saat itu semakin hari semakin kacau, banyak orang yang melakukan tembak sembarang. Namun, Yun ngotot tetap mengikuti demonstrasi.
”Gak bisa, UU PKB harus ditolak, karena ini merugikan rakyat,” ujar dia.
Saat hari terakhir sebelum Yun meninggal, sekitar pukul 11.00 WIB, Yun sempat menonton televisi bersama sang ibunda. Tayangan yang ditonton mengenai anggota TNI yang terkena tembakan dibawa pulang ke Bali.
“Tuh, lihat dia (TNI) saja kena (tembak), apalagi kamu nanti, bisa kena juga,” ungkap ibunda Yun.
Sekitar pukul 12.00 lewat, setelah makan siang, Yun berangkat ke kampus. Sebelum pergi, sang ibunda kembali melarang Yun mengikuti demonstran.
“Kamu jangan ikut lagi, ya,” kata ibunda.
Pada 23 September 1999, salah satu teman Yun menelepon Ho Kim Ngo untuk menanyakan kabar Yun, apakah dia sudah pulang.
“Yun Hap sudah pulang belum?”ujar salah satu temannya melalui telepon.
Teman Yun memperingatkan agar Yun berhati-hati, karena ada sweeping. Sekitar pukul 21.00 WIB, Yun memberitahukan sang ibunda melalui telepon bahwa dirinya mengikuti demonstrasi dan terjebak, tidak bisa pulang.
“Saya gak bisa pulang di mana-mana sudah ada tekap (intel), saya nginap di Atmajaya. Gak bisa pulang,” ujar Yun via telepon.
Pada 24 September, sekitar pukul 09.00 WIB, Yun akhirnya kembali ke rumah. Kemudian sekitar pukul 12.00 WIB, dia bergegas keluar membawa tas.
”Hap mau ke mana?” tanya ibunda.
“Ke kampus,” jawab Yun.
Sang ibunda kembali berpesan agar Yun tidak mengikuti demonstrasi lagi, tapi dia terus berjalan. Keluarga kembali menunggu seharian, karena Yun tak kunjung pulang.
Editor’s picks
Sekitar pukul 12.00 WIB, ibunda Yun mendapatkan kabar melalui telepon dari salah satu teman Yun. Temannya mengabarkan Yun meninggal dunia. Keluarga Yun pun dijemput menuju Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Malam itu, Cak Munir pun datang.
Baca Juga: Dua Dekade Tragedi Semanggi, Ibu Ini Masih Mencari Keadilan untuk Anaknya