Dua Dekade Tragedi Semanggi, Ibu Ini Masih Mencari Keadilan untuk Anaknya

Ia yakin anaknya tewas ditembak

Jakarta, IDN Times – Rumah berlantai dua yang berdiri di Komplek Perumahan Pegawai DPR RI IV ini sekitar dua puluh tahun lalu dihuni empat orang, yakni ayah, ibu, dan dua anak. Tragedi Semanggi I mengubah seluruh cerita yang mungkin didamba oleh keluarga ini. Bernadinus Realino Norma Irawan atau yang akrab dipanggil Wawan, putra sulung keluarga ini, tewas pada Tragedi Semanggi I.

Sumarsih, nama dari Ibu Wawan, sampai saat ini masih berjuang mendapatkan keadilan atas tragedi yang menimpa anak sulungnya. Belasan tahun berjuang, kini yang diperjuangkan Sumarsih bukan hanya tentang Wawan, namun juga hak dan keadilan bagi seluruh korban pelanggaran HAM di negeri ini. Perjuangannya dimulai sejak tahun 1999, dengan berbagai cara hingga saat ini masih aktif menyuarakan perjuangan, bahkan masih turun ke jalan untuk Kamisan.

“Wawan sempat minta HP, tapi tidak saya belikan,” kata Sumarsih mengenang permintaan anak sulungnya. Bagi Sumarsih tidak membelikan Wawan handphone saat itu menjadi penyesalan terbesar yang sampai saat ini tidak bisa dilupakannya. “Kalau saat itu saya belikan HP, mungkin saya bisa berkomunikasi kapan saja dengan Wawan,” katanya mengenang.

1. Belasan tahun berjuang tapi tetap tidak akan menyerah

Dua Dekade Tragedi Semanggi, Ibu Ini Masih Mencari Keadilan untuk AnaknyaIDN Times/Margith Juita Damanik

Tragedi yang terjadi 13 November 1998 itu seolah menjadi mimpi buruk yang menjadi kenyataan bagi Sumarsih. Dulu, Sumarsih bekerja menjadi pegawai Sekretariat Jenderal di DPR RI, masih menjabat di tempat yang sama saat peristiwa Semanggi I memanggil anak sulungnya pulang ke rumah Tuhan.

Wawan saat itu berstatus mahasiswa di Universitas Atma Jaya Jakarta di Fakultas Ekonomi. Saat tragedi pembawa luka bagi bangsa itu terjadi, Wawan sedang ikut membantu sebagai tim relawan kemanusiaan dari mahasiswa Atma Jaya Jakarta.

Dua puluh tahun berlalu, ribuan malam Sumarsih lewati tanpa ada anak sulungnya lagi. Luka tidak semudah itu disembuhkan, tuntutan demi tuntutan berusaha disampaikan. Berbagai aksi diikuti, demi kata adil bagi sang buah hati. Masih terekam jelas di benak Sumarsih, segala peristiwa yang dilaluinya sampai mendapati tubuh anaknya yang sudah terbujur kaku.

Sumarsih menolak kata tertembak, baginya dengan segala bukti dan temuan, anaknya dapat dikatakan memang ditembak oleh aparat. Sumarsih juga masih mengingat jelas pernyataan Wawan kala itu. “Katanya Wawan masuk dalam daftar lima nama orang yang akan dihabisi,” kata Sumarsih mengenang cerita sang buah hati.

Ibu mana yang tidak khawatir dan gelisah hatinya mendengar cerita dan pengakuan tersebut. Sumarsih lantas menyarankan Wawan untuk sejenak meninggalkan segala aktivitas yang diikutinya selain perkuliahan, demi keselamatan sang putera.

Sejak kepergian puteranya, ribuan cara ditempuh Sumarsih dan keluarga korban lainnya untuk mendapatkan keadilan. Sumarsih dan keluarga korban peristiwa Semanggi I hanya meminta pelaku yang melakukan penembakan kepada anak-anak mereka, dihukum dengan hukuman yang setimpal. Berharap hukum di Indonesia suatu saat akan seimbang. Tak hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

Sebelas tahun terakhir, Sumarsih ikut turun ke jalan dalam aksi Kamisan. Masih dengan semangat yang sama, memperjuangkan keadilan bagi sang putera. Perjuangan Sumarsih sebenarnya dimulai sejak tahun 1999 dengan banyak pihak lain, termasuk keluarga korban lainnya.

Rasa lelah dan mau menyerah, kadang menghampiri, namun Sumarsih selalu punya alasan untuk bangkit lagi. Rasa sayangnya pada Wawan selalu membangkitkan semangat juangnya meski kerap diminta berhenti. Kini perjuangan Sumarsih tidak hanya demi Wawan, namun demi seluruh korban pelanggaran HAM di negara ini.

Baca juga: Amnesty International: Penegakan HAM di Indonesia Mengalami Kemunduran

2. Tuntutan Sumarsih dan para pejuang HAM lainnya

Dua Dekade Tragedi Semanggi, Ibu Ini Masih Mencari Keadilan untuk AnaknyaIDN Times/Margith Juita Damanik

Tuntutan Sumarsih dan keluarga korban pelanggaran HAM sebenarnya adalah terkait dengan enam agenda reformasi. Adapun isi dari agenda reformasi ada enam hal, keenam hal tersebut antara lain: Penegakan supremasi hukum, pemberantasan KKN, adili Soeharto dan kroni-kroninya, amandemen konstitusi, pencabutan dwifungsi TNI/Polri, dan pemberian otonomi daerah yang seluas-luasnya. Poin-poin tersebutlah yang menjadi tuntutan dari Sumarsih dan keluarga korban pelanggaran HAM lainnya. “Sebenarnya semula saya hanya ingin tahu kenapa Wawan ditembak,” kata Sumarsih.

Alih-alih terjawab tuntutannya, enam agenda reformasi justru terasa tidak dijalankan oleh pemerintah menurut Sumarsih. Kata adil masih terasa sangat jauh dari Sumarsih. Keadilan belum bisa dipersembahkan Sumarsih pada sang putera sulung. Tapi tak lelah Sumarsih terus bersuara. Tak hanya sendiri, tapi juga bersama keluarga korban lain dan para aktivis yang mau memberi hati untuk memperjuangkan tuntutan yang sama.

Wajah Sumarsih sudah tak lagi asing bahkan di media. Berkali-kali ia sudah bercerita tentang anaknya dan perjuangan para mahasiswa dalam tragedi Semanggi I. Berkali pula ia menceritakan apa saja tuntutannya dan bagaimana ia berjuang untuk keadilan bagi puteranya. Berkali pula, Sumarsih mengulang kembali cerita yang sebenarnya kerap membuat luka di hatinya. Baginya, suaranya, ceritanya, kini bukan lagi tentang Wawan semata, kini semua demi seluruh korban pelanggaran HAM yang ada.

“Masalah kekerasan negara, masalah pelanggaran HAM ini tidak boleh terjadi lagi. Cukup kami sekeluarga saja,” kata Sumarsih bersungguh-sungguh. Namun kenyataannya masih banyak kasus dan tragedi pelanggaran HAM dan kekerasan negara yang menimpa pihak-pihak lainnya. “Ini kemudian yang mendorong saya untuk tetap berusaha agar nilai-nilai kemanusiaan itu tetap dijunjung tinggi. Baik oleh masyarakat ataupun oleh para pemangku kekuasaan.”

“Jadi tuntutan saya adalah pemerintahan siapapun yang berkuasa, agar menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat,” tutur Sumarsih.

3. Harapan Bu Sumarsih untuk millennials 

Dua Dekade Tragedi Semanggi, Ibu Ini Masih Mencari Keadilan untuk AnaknyaIDN Times/Margith Juita Damanik

Bagi Sumarsih dan aktivis yang terjun ke jalan dalam aksi Kamisan, hadirnya banyak generasi muda menjadi semangat baru bagi mereka. Regenerasi semangat dan perjuangan demi memperoleh keadilan terasa semakin mungkin dijalankan dengan hadirnya generasi muda yang perduli pada sejarah bangsa dan nasib para korban pelanggaran HAM yang ada. “Mereka itu harapan bangsa dan negara,” kata Sumarsih.

Besar harapan Sumarsih agar Millennials mau ikut bersuara dan membantu perjuangan Sumarsih dan yang lainnya. Saat ditanya apa yang memotivasi Sumarsih untuk bertahan berjuang sampai sekarang, jawaban Sumarsih menyentuh hati. “Saya mencintai Wawan,” katanya singkat. “Dan duka cita saya sudah bertransformasi menjadi semangat untuk memperjuangkan penegakan supremasi hukum seperti yang dulu diperjuangkan Wawan dan kawan-kawannya,” katanya menjelaskan.

Sumarsih punya harapan khusus kepada Millennials dan pemerintah. “Harapan saya adalah agar agenda reformasi itu dilaksanakan oleh pemerintah, dan saya berharap agar anak-anak muda, generasi muda, peka terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat,” kata Sumarsih. Ia juga berpesan agar anak muda menjadi peka terhadap isu sekitar, tidak melulu sibuk belajar.  “Tidak cukup hanya belajar di sekolah, tidak cukup hanya menekuni ilmu di bangku kuliah. Tetapi permasalahan HAM mendaknya juga menjadi perhatian anak-anak muda,” kata Sumarsih lagi.

Saat ditanya mengenai mengapa Millennials perlu peka terhadap isu sosial dan kemanusiaan, perempuan berusia sekitar 66 tahun ini mengatakan awal alasannya berjuang untuk Wawan. “Karena siapapun yang kehilangan cinta akan menderita. Saya tidak rela Wawan dibunuh. Tapi ketidakrelaan saya terhadap pembunuhan Wawan berujung pada tindakan yang positif,” katanya memulai cerita. “Harapan saya kepada anak-anak muda juga peduli terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang masih harus kita perjuangkan. Agar Indonesia benar-benar menjadi negara yang menjunjung tinggi kemanusiaan,” katanya.

Baca juga: Ini 5 Contoh Kemunduran HAM di Indonesia Menurut Amnesty Internasional

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya