TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kaleidoskop 2019: Deretan Aksi Demonstrasi Berujung Korban Tewas

Sejumlah kasus terkait aksi demo belum tuntas

IDN Times/Margith Juita Damanik

Jakarta, IDN Times - Aksi demonstrasi terjadi di beberapa wilayah Indonesia sepanjang 2019. Aksi demo itu juga tergolong besar dan menjadi perhatian publik tanah air. Di antaranya aksi demo 21-22 Mei, hingga aksi demo mahasiswa Indonesia yang terjadi pada September 2019 lalu.

Aksi demo tersebut awalnya berlangsung kondusif. Namun, semuanya berakhir ricuh hingga jatuhnya korban jiwa. Kepolisian menduga kericuhan dan jatuhnya korban dikarenakan ulah oknum perusuh.

Namun, hingga kini polisi belum bisa mengungkap penyebab jatuhnya beberapa korban tewas. Berikut ini kasus-kasus yang belum tuntas ditangani kepolisian dalam aksi demo tahun 2019.

1. 447 orang ditangkap pada aksi demo 21-22 Mei

Demo mahasiswa di depan gedung DPR RI, Senin (23/9) IDN Times/Axel Jo Harianja

Pada 21-22 Mei 2019 lalu terjadi aksi demo di Jakarta. Aksi itu dilaksanakan di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat. Aksi yang awalnya kondusif itu pun berakhir ricuh. Bentrokan terjadi antara aparat kepolisian dengan sejumlah massa yang diduga oknum perusuh.

Dari peristiwa itu, Polri berhasil menangkap dan menetapkan 456 orang tersangka yang terlibat dalam kerusuhan. Mereka diduga melawan aparat kepolisian dan merusak beberapa fasilitas umum. Polri akhirnya menangguhkan penahanan 207 orang di antaranya.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan, penangguhan penahanan tersebut, merupakan penilaian dari subjektivitas penyidik.

"Apa bila yang bersangkutan tidak melarikan diri, tidak mengulangi perbuatannya, juga tidak merusak barang bukti. Dan ada penjaminnya dari keluarga, atau pengacaranya. Itu bisa kita lakukan (penangguhan penahanan)," kata Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat (19/7) lalu.

Baca Juga: Koma Belasan Hari Usai Demo di DPR, Akbar Alamsyah Meninggal Dunia 

2. Aksi 21-22 Mei menewaskan sembilan orang

IDN Times/Muhammad Iqbal

Aksi demo yang berakhir ricuh itu menyebabkan sembilan orang meregang nyawa. Empat orang di antaranya tewas diduga karena peluru tajam, sementara sisanya tidak diketahui lantaran pihak keluarga korban tidak ingin mereka diotopsi.

Brigjen Pol Dedi Prasetyo yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri menjelaskan, salah satu korban tewas dalam aksi kerusuhan 21-22 Mei yakni Harun Al Rasyid, diduga ditembak dengan menggunakan senjata api berjenis Glock 42.

Berdasarkan keterangan saksi, pelaku kata Dedi diduga menyimpan senjata itu di dalam baju yang ia kenakan.

Polisi juga telah mengantongi ciri-ciri dari pelaku penembakan. Ciri-ciri pelaku itu diperoleh dari keterangan saksi yang melihat insiden penembakan tersebut.

"Dari keterangan para saksi ada seseorang yang kurang lebih tinggi sekitar 175 cm, rambut agak panjang lurus, kurus, menggunakan sabuk, menembak dengan tangan kiri," ungkap Dedi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Suyudi Ario Seto mengatakan, pistol yang digunakan pelaku merupakan senjata non-organik Polri dengan berwarna hitam. Selain itu, polisi juga menemukan proyektil berukuran 9x17 milimeter dari tubuh Harun.

Suyudi melanjutkan, tembakan itu juga berasal dari sisi kanan yang berdekatan dengan Flyover Slipi, Jakarta Barat.

"Penembakan jarak kurang lebih 11 meter dari sisi kanan. Orang yang diduga melakukan penembakan itu ada di sisi kanan, yang mana di sisi kanan ini adalah ruko-ruko di dekat Flyover Slipi," kata Suyudi.

Hal yang sama juga menimpa korban bernama Abdul Azis. Ia juga tewas akibat peluru tajam dan diduga dilakukan oleh orang tak dikenal.

"Abdul Azis yang ditemukan kurang lebih 100 meter dari Asrama Brimob, Petamburan, Jakarta Pusat juga diduga dilakukan oleh orang tak dikenal. Ditemukan proyektil di badannya 5,56 milimeter," jelasnya.

Namun hingga penghujung 2019, Polri belum juga mengungkap siapa pelaku yang menewaskan beberapa korban penembakan tersebut.

3. Demo mahasiswa diduga disusupi perusuh

IDN Times/Axel Jo Harianja

Mahasiswa dari berbagai kampus di sejumlah daerah di Indonesia, menggelar serangkaian aksi menolak revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Aksi itu dilaksanakan sejak Kamis (19/9) lalu, hingga puncaknya Selasa (24/9) di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat. Aksi juga berlangsung di beberapa wilayah seperti Sumatra Utara (Sumut), Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan sebagainya.

Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Pol Muhammad Iqbal, mengatakan bahwa aksi demo yang berakhir rusuh itu diduga disusupi oleh perusuh.

"Kita lihat, di dalam tayangan media beberapa minggu lalu banyak yang cover. Siapa yang anarkis duluan? Saya tidak memojokkan mahasiswa, tetapi ada oknum dan perusuh. Sudah kami tetapkan tersangka yang dengan sengaja melakukan itu," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (27/9).

Iqbal menjelaskan, dinamika di lapangan kala itu sangat luar biasa. Polisi jugalah manusia, sehingga diberikan beberapa alat pelindung seperti pentungan dan tameng untuk menghadapi para perusuh.

"Polisi itu manusia, bukan robot. Dia tidak terbuat dari besi. Ketika dia terpojok, nyawanya terancam, ada SOP yang dia pegang," katanya.

"Perlu diingat, ada penunggang gelap di sini. Kita lakukan upaya perlindungan kepada dirinya, masyarakat, dan fasilitas umum," sambungnya.

4. Dua mahasiswa tewas dalam aksi demo di Kendari, satu anggota Polri jadi tersangka

Ilustrasi kasus penembakan. IDN Times/Arief Rahmat

Polisi menetapkan Brigadir AM sebagai tersangka kasus tewasnya mahasiswa di Kendari pascademo ricuh di DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kasubdit V Dirpidum Bareskrim Kombes Patoppoi mengatakan, status tersangka ini ditetapkan berdasarkan pencocokan selongsong peluru dengan pistol yang dibawanya saat kejadian. 

"Jadi dari 6 senjata, satu senjata identik dengan dua proyektil dan dua selongsong. Dari hasil uji balistik menyimpulkan 2 proyektil dan 2 selongsong identik dengan senjata api jenis HS yang diduga dibawa oleh Brigadir AM," kata dalam jumpa pers di Mabes Polri, Kamis (7/11). 

Dalam penanganan kasus ini, polisi sudah memeriksa 25 orang saksi termasuk dua ahli yang merupakan dokter, yang juga memeriksa mahasiswa bernama Randi dan Yusuf saat berada di rumah sakit.

Randi dan Yusuf sendiri merupakan korban tewas luka tembak saat unjuk rasa mahasiswa di depan kantor DPRD Sultra berakhir ricuh pada 27 September 2019.

Berdasarkan keterangan Polisi, Randi tewas akibat tertembak, sedangkan Yusuf tewas akibat hantaman benda tumpul. Sementara itu, seorang ibu hamil bernama Putri, tersasar peluru tajam saat berada di dalam rumahnya, yang berjarak sekitar 3 kilometer dari titik konsentrasi massa mahasiswa.

Dalam penanganan pengusutan kasus ini, polisi juga menggelar sidang disiplin terhadap 6 anggota polisi DK, GM, MI, MA, H, dan E. Mereka terbukti bersalah saat melakukan pengamanan unjuk rasa mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) karena membawa senjata api.

Saat ini, polisi belum juga dapat mengungkap, siapa pelaku yang menyebabkan Yusuf tewas.

Baca Juga: Bawa Senpi Saat Demo di Kendari, 6 Polisi Ditunda Naik Pangkat

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya