TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tepatkah Komjen Pol Idham Azis Gantikan Tito Karnavian Jadi Kapolri?

Periode kedua Jokowi, Polri diharapkan tidak represif

(Idham Azis) IDN Times/Axel Jo

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko 'Jokowi' Widodo telah mengajukan nama Kepala Badan Reserse Kriminal Umum (Kabareskrim) Komjen Pol Idham Azis ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).

Nama Idham diajukan untuk menggantikan Jenderal (Purn) Polisi Tito Karnavian yang dilantik menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada Rabu (23/10) kemarin.

Lantas, tepatkah Idham menggantikan posisi Tito menjadi orang nomor satu di institusi Polri?

1. Proses Wanjakti harus dilakukan dalam mengusulkan nama Kapolri

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto (Dok. Bambang Rukminto)

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai, sebagai calon tunggal Kapolri, Komjen Pol Idham Azis perlu menjadi perhatian. Sebab, biasanya Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri akan mengusulkan beberapa nama kepada Presiden.

"Rapat Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi ini penting dilakukan dalam organisasi Polri, sebagai fungsi partisipasi semua stake holder dalam tubuh kepolisian," kata Bambang saat dihubungi IDN Times di Jakarta, Kamis (24/10).

Menurut Bambang, dengan menunjuk satu orang entah sudah atau belum melewati Wanjakti, Presiden seolah-olah terlihat tidak diberikan pilihan.

"Bahwa Presiden setuju dengan usulan yang tunggal, itu persoalan lain dan menjadi hak prerogatif Presiden. Tetapi, proses rapat Wanjakti itu harus tetap dilakukan," jelas Bambang.

Baca Juga: IPW Minta DPR Tolak Komjen Idham Azis Jadi Kapolri, Apa Alasannya?

2. Idham Azis punya rekam jejak yang sama dengan Tito

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Selain itu, terkait masa dinas yang harus kurang lebih dari dua tahun sebagai calon Kapolri, dinilai Bambang bersifat relatif.

"Terlalu panjang, artinya juga tak baik bagi regenerasi Polri. Terlalu pendek masa jabatan juga tak baik bagi pengorganisasian Polri sendiri," katanya.

Terkait dengan latar belakang Idham Azis di Korps Bhayangkara, Jenderal bintang tiga itu memiliki jejak di Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-Teror Polri seperti Tito Karnavian. Bambang pun menduga, pendekatan-pendekatan yang dilakukan pihak kepolisian dalam kepemimpinannya, juga tak lepas dari style penindakan seperti Densus 88.

"Model tangkap-tangkapan akan terus terjadi. Padahal, dalam periode ke-2 kepemimpinan Jokowi, idealnya akan lebih soft, untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif. Pendekatan preventif harusnya ke depan akan lebih dominan. Makanya, peningkatan peran serta masyarakat dalam tugas pemolisian harus lebih dikedepankan," ungkapnya.

"Tugas Kapolri kan bukan soal terorisme saja. Jadi, secara umum prediksi saya akan masih dengan pola tangkap-tangkapan itu. Bisa terkait UU ITE, rasisme dan sebagainya. Ini tidak baik bagi demokrasi. Polisi malah jadi teror bagi masyarakat itu sendiri," sambungnya.

Di sisi lain, tak ada lembaga yang mengawasi kerja kepolisian. Kepolisian pun kata Bambang, bisa menggunakan tafsirnya sendiri dalam penegakkan hukum.

"Menjadi ancaman juga ketika polisi menjadi alat kekuasaan untuk menakut-nakuti masyarakat yang beda pendapat," tuturnya.

3. Mampukah Idham menyelesaikan kasus Novel Baswedan?

(Penyidik senior KPK Novel Baswedan) IDN Times/Ashari Arief

Bambang melanjutkan, kasus Novel Baswedan juga otomatis menjadi tanggung jawab Idham Azis. Dengan kewenangan yang makin tinggi, Idham pun dipertanyakan apakah mampu menuntaskan kasus yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

"Dengan melihat perkembangan kasus ini yang sampai sekarang tak tuntas, saya yakin itupun tak akan bisa diselesaikan," kata Bambang.

"Alternatif solusinya ya kepolisian harus angkat tangan, dan menutup kasus tersebut untuk dijadikan dark number. Bukan hanya mengurangi poin pak Tito, tetapi akan jadi catatan negatif pertama bagi kepemimpinan Pak Idham," katanya lagi.

4. Pendekatan represif aparat harus dikurangi

ANTARA FOTO/Akbar Tado

Bambang mengatakan, situasi keamanan ke depan makin kondusif, meski indeks demokrasi diperkirakan akan menurun. Hal ini karena adanya tindakan represif aparat. Ia pun berharap, pendekatan represif aparat kedepannya harus semakin dikurangi.

Idham, kata Bambang, harus mengembalikan Polri pada tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

"Menjadi polisi yang profesional, lepas dari godaan politik. Seperti dalam pidato presiden Jokowi dalam pelantikan Kabinet Indonesia Maju kemarin, bahwa lebih menekankan hasil dari sekadar kerja. Bukan hanya "send" tapi delivered," katanya.

"Artinya, tugas polisi bukan hanya melindungi, mengayomi dan melayani. Tetapi memastikan masyarakat terlindungi, terayomi dan terlayani," sambung Bambang.

Baca Juga: DPR Terima Surat Presiden Jokowi, Angkat Idham Aziz Jadi Kapolri

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya