TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Urus Fatwa MA, Joko Tjandra Janjikan Pinangki Uang Rp14 Miliar

Joko ingin suap pejabat di Kejagung dan MA Rp148 miliar

Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berada di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta pada Rabu (2/9/2020) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak Selasa, 15 September 2020, telah merampungkan berkas perkara Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pinangki beserta barang bukti perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, menjelaskan bagaimana awal kasus Pinangki mencuat. Awalnya, pada November 2019, Pinangki bersama Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya, bertemu dengan Joko Soegiarto Tjandra di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia.

"Saat itu, saudara Joko Soegiarto Tjandra setuju meminta terdakwa Pinangki Sirna Malasari dan saudari Anita Kolopaking untuk membantu pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung, melalui Kejaksaan Agung," kata Hari dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/9/2020).

1. Proses pengurusan fatwa dibantu oleh Andi Irfan Jaya

Tersangka kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Pengurusan fatwa MA itu agar Joko Tjandra tidak dieksekusi atas kasus korupsi hak tagih (cessie) bank Bali. Sehingga, Joko bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.

"Atas permintaan tersebut, terdakwa Pinangki Sirna Malasari dan saudari Anita Kolopaking bersedia memberikan bantuan tersebut. Dan saudara Joko Soegiarto Tjandra, bersedia menyediakan imbalan berupa sejumlah uang sebesar 1.000.000 Dolar AS, untuk terdakwa PSM (Pinangki)," ungkap Hari.

Bila dibandingkan dengan kurs rupiah saat ini, uang tersebut setara Rp14.836.500.000 miliar. Untuk pengurusan fatwa MA itu, Pinangki menyerahkannya kepada pihak swasta, yakni mantan politikus Partai Nasdem, Andi Irfan Jaya.

"Hal itu sesuai dengan proposal 'Action Plan' yang dibuat oleh terdakwa PSM dan diserahkan oleh saudara Andi Irfan Jaya kepada Joko Soegiarto Tjandra," ucap Hari.

2. Sempat ingin menyuap pejabat di Kejagung dan MA sebesar Rp148 miliar

Joko Tjandra diperiksa sebagai tersangka dalam kasus suap kepada oknum Jaksa Pinangki terkait kepengurusan permohonan peninjauan kembali (PK) dan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) (ANTARA FOTO/ Adam Bariq)

Untuk mengurus permohonan fatwa MA, Pinangki, Andi Irfan dan Joko Tjandra sepakat memberi uang sebesar 10.000.000 Dolar AS atau setara Rp148.365.000.000 miliar, kepada pejabat di Kejagung dan MA. Namun, Hari tak mengungkapkan siapa pejabat di Kejagung dan MA tersebut.

Selanjutnya, Joko Tjandra memerintahkan almarhum adik iparnya yaitu Herriyadi Angga Kusuma, untuk memberikan uang sebesar 500.000 Dolar AS atau setara Rp7.418.250.000 miliar kepada Pinangki. Uang itu dititipkan kepada Andi Irfan Jaya.

"Sebagai pembayaran down payment (DP) 50 persen dari 1.000.000 Dolar AS yang dijanjikan," ucap Hari.

Andi Irfan Jaya lantas memberikan uang itu kepada Pinangki. Kemudian, dari 500.000 Dolar AS tersebut, Pinangki memberikan sebagian kepada Anita Kolopaking sebesar 50.000 Dolar AS atau setara Rp741.825.000 juta.

"Sebagai pembayaran awal jasa Penasehat Hukum. Sedangkan sisanya sebesar 450.000 Dolar AS, masih dalam penguasaan terdakwa Pinangki Sirna Malasari," ujar Hari.

3. Rencana pengurusan fatwa MA kandas

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Hari Setiyono (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Namun dalam perjalanannya, rencana yang tertuang dalam 'Action Plan' tidak ada satupun yang terlaksana. Padahal, Joko Tjandra telah memberikan DP sebesar 500.000 Dolar AS kepada Pinangki. Meski begitu, Hari tak membeberkan apa yang membuat rencana tersebut kandas.

"Sehingga, Joko Soegiarto Tjandra pada bulan Desember 2019, membatalkan 'Action Plan' dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari 'Action Plan' tersebut dengan tulisan tangan 'NO'," ucap Hari.

Kemudian, sisa uang suap sebesar 450.000 Dolar AS atau setara Rp6.676.425.000 miliar di bawa ke tempat penukaran uang melalui sopir pribadi Pinangki, yang bernama Sugiarto dan Beni Sastrawan.

Dari hasil penukaran uang tersebut, Pinangki membeli Mobil BMW tipe X-5, membayar jasa Dokter kecantikan di Amerika, membayar sewa Apartemen atau Hotel di New York, Amerika, membayar jasa Dokter home care, membayar kartu kredit dan transaksi lain untuk kepentingan pribadi.

"Serta pembayaran sewa Apartemen Essence Darmawangsa dan Apartemen Pakubowono Signature yang menggunakan cash atau tunai. Sehingga atas perbuatan terdakwa Pinangki Sirna Malasari tersebut, patut diduga sebagai perbuatan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi," ungkap Hari.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya