TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Vonis Anas Urbaningrum Disunat MA, Apa Kata KPK?

MA sunat vonis Anas Urbaningrum dari 14 tahun jadi 8 tahun

Anas Urbaningrum (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Agung (MA) pada Rabu (30/9/2020), mengurangi atau menyunat hukuman terpidana korupsi, Anas Urbaningrum, berdasarkan hasil sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukannya.

Terkait hal ini, Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango mengatakan, menyerahkan hasil keputusan tersebut kepada masyarakat.

"Yang pasti KPK telah melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan peninjauan kembali tersebut," kata Nawawi saat dikonfirmasi, Kamis (1/10/2020).

Baca Juga: Anas Urbaningrum: Saya Tak Punya Uang untuk Bayar Fasilitas di Lapas

1. KPK tidak bisa mengajukan upaya hukum lain atas hasil PK tersebut

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango berjalan seusai mengecek kondisi penerapan protokol kesehatan di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/9/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Lebih lanjut, Nawawi mengatakan, pihaknya berharap MA segera memberikan salinan keputusan perkara tersebut.

"PK kan adalah upaya hukum luar biasa, tak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan KPK," ucap Nawawi.

Sementara itu, Plt Jubir Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, sejak awal pihaknya sudah prihatin terhadap putusan PK MA yang menurunkan pidana bagi para koruptor.

"Bagi KPK, ini cerminan belum adanya komitmen dan visi yang sama antar aparat penegak hukum dalam memandang bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa," kata Ali.

Senada dengan Nawawi, sekali pun PK adalah hak dari terpidana, masyarakat yang mengawal dan menilai setiap putusan Majelis Hakim.

2. ICW meragukan keberpihakan MA dalam memberantas korupsi

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)

Dikonfirmasi terpisah, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan, putusan PK yang dijatuhkan MA terhadap Anas Urbaningrum sudah meruntuhkan rasa keadilan masyarakat sebagai pihak yang paling terdampak praktik korupsi.

"Sejak awal, ICW memang sudah meragukan keberpihakan Mahkamah Agung dalam pemberantasan korupsi," ucapnya.

Kesimpulan itu, kata Kurnia, bukan tanpa dasar. Berdasarkan pendalaman ICW, sejak tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?," ujarnya.

Kurnia menuturkan, ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut. Pertama, pemberian efek jera akan semakin menjauh. Kedua, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan menjadi sia-sia.

Untuk itu, ICW menuntut agar Ketua MA mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi.

"KPK harus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang. Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi," tuturnya.

Baca Juga: Lagi, Anas Urbaningrum Tantang Jaksa Lakukan Sumpah Kutukan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya