TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bikin 'Keder' Musisi, Ini 5 Pasal RUU Permusikan Kontroversial

Ternyata RUU Permusikan banyak yang perlu dikaji ulang

Twitter.com/efekrumahkaca

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Permusikan (RUU Permusikan) menuai kontroversi di kalangan musisi Tanah Air. Beberapa hari belakangan ini juga media sosial diramaikan perdebatan di kalangan musisi mengenai pasal-pasal yang terdapat di RUU Permusikan yang akan digarap DPR. Beberapa pasal dianggap tidak mendukung kebebasan berekspresi musisi independen dan menyinggung-nyinggung kompetensi pelaku seni.

Danilla Riyadi selaku musikus indie panutan millennial, merasa janggal dengan draf RUU Permusikan tersebut. Mengutip pernyataannya dalam petisi yang diunggah melalui Change.org dengan judul #TolakRUUPermusikan, ia menyatakan menolak undang-undang baru tersebut.

“Kami bersepakat, bahwa tidak ada urgensi apapun bagi DPR RI dan pemerintah untuk membahas dan mengesahkan sebuah RUU Permusikan seperti ini. Sebuah RUU yang bahkan membatasi dan menghambat proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik di Tanah Air,” tulis Danilla.

Lantas, apa saja sih pasal-pasal yang kontroversi?

Baca Juga: Polemik RUU Permusikan, Glenn Fredly: Saatnya Musisi Bersuara

1. Distributor wajib memiliki izin

IDN Times/Isidorus Rio Turangga

Dalam draf RUU Permusikan yang dibuat pada 15 Agustus 2018 ini, memuat Pasal 12 ayat 1 yang berbunyi: “Pelaku usaha yang melakukan distribusi wajib memiliki izin usaha yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Jika pelaku usaha yang dimaksud adalah label, maka pasal ini akan membebankan musisi yang tidak lahir bersama label. Dengan begitu, jika ada orang yang tidak suka dengan label tertentu, akan dengan mudah menuntut berdasarkan undang-undang. Tentu ini akan mematikan industri musik di media platform digital, seperti soundcloud, yang pernah menjadi platform musik terbaik pada masanya.

2. Acara musik internasional wajib menghadirkan musisi Indonesia

IDN Times/Isidorus Rio Turangga

Meski sejak beberapa tahun terakhir, acara musik yang diselenggarakan dari luar negeri sudah memilih musisi lokal sebagai opening act-nya, namun hal ini masih menjadi perbincangan di kalangan musisi.

Karena dalam RUU Permusikan juga terdapat pasal kontroversi yang membahas masalah tersebut. Seperti disebutkan dalam Pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: “Promotor musik atau penyelenggara acara musik yang menyelenggarakan pertunjukan musik yang menampilkan pelaku musik dari luar negeri, wajib mengikutsertakan pelaku musik Indonesia sebagai pendamping.”

Pasal tersebut kemudian direspons Fandy DFMC, vokalis band Agrikulture. “Sebenarnya kata wajib terlalu kuat, memang mungkin bagus untuk band lokal, tapi sebagai penyelenggara mungkin jadi kendala. Misalkan band luar nya gak mau ada opening act, dan lagi pula industri musik kan harus semua aspek dipikirin,” kata dia kepada IDN Times, Senin (4/2).

3. Musisi harus mengikuti uji kompetensi

IDN Times / Dian Apriliana

Salah satu yang menjadi fokus utama perbincangan musisi indie terkait RUU Permusikan, adalah ketika kebebasan berekspresi mereka harus mengikuti standarisasi. Dalam Pasal 32 ayat 1 dan ayat 2 berbunyi, “Untuk diakui sebagai profesi, pelaku musik yang berasal dari jalur pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji kompetensi.”

Uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat satu tersebut dilakukan berdasarkan standar kompetensi profesi pelaku musik, yang didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.

Tentu hal ini menjadi ancaman bagi musisi yang lahir bukan dari pendidikan musik formal maupun autodidak. Seperti pendapat Raihan, Drummer Retic Relic, Band Indie yang baru saja merilis single “Alter Behavior” di Spotify.

“Gue gak setuju (RUU Permusikan). Selain terbebani juga kreativitas masyarakat untuk berkarya jadi terhambat,” ujar dia kepada IDN Times.

4. Wajib memainkan musik tradisional

instagram.com/fandydfmc

Pasal lain yang menjadi kontroversi di dalam RUU Permusikan adalah Pasal 42 yang berbunyi, “Pelaku usaha di bidang perhotelan, restoran, atau tempat hiburan lainnya wajib memainkan musik tradisional di tempat usahanya.”

Pasal tersebut dinilai perlu dikaji ulang, karena tidak semua restoran atau tempat hiburan bersedia menggunakan musik tradisional. Jika restoran Sunda, sudah jelas akan menggunakan alunan lagu-lagu Sunda, namun jika restorannya dalam bentuk bar, tentu akan mengikuti tema, serta nuansa ruangan yang diusung.

Baca Juga: Djaduk Ferianto Dukung RUU Permusikan Dibatalkan, Ini Alasannya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya