TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belanja Kesehatan Mencapai Rp490 Triliun, Ini Penjelasan Menkes Budi

Intervensi kesehatan masih banyak di faktor kuratif

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan paparan saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1/2021). Rapat tersebut membahas ketersediaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Jakarta, IDN Times - Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa pemerintah telah menggelontorkan anggaran untuk belanja sektor kesehatan rata-rata Rp490 triliun per tahun. Menurut Budi, hal itu disebabkan penanganan sektor kesehatan masih didominasi faktor kuratif dibandingkan preventif.

"Memang belanja kesehatan kalau dilihat secara nasional itu besar sekali. Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah sebagian dari antaranya," kata Budi saat menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI yang diikuti secara virtual, Kamis (16/9/2021).

Baca Juga: Jokowi Sebut Menkes Budi Gunadi Kuliah Salah Jurusan Tapi Bisa Sukses

1. Belanja kesehatan didominasi pengeluaran dari masyarakat

Seorang tenaga kesehatan membuang baju hazmat usai bertugas merawat pasien di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa(15/6/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Budi melanjutkan, selain alokasi belanja melalui BPJS Kesehatan, masih ada alokasi belanja kesehatan secara nasional melalui sektor privat maupun sektor pemerintah daerah yang besarnya hampir sama.

"Bahkan ada yang lebih dari belanja BPJS Kesehatan. Dan angka Rp 490 triliun untuk belanja kesehatan ini dominan dikeluarkan oleh masyarakat," ungkapnya.

Menurut Budi, kondisi ini juga dialami hampir seluruh negara dengan pertumbuhan belanja kesehatan di atas pertumbuhan ekonomi per kapita suatu negara.

"Ini menjadi tantangan bagi kita bagaimana belanja kesehatan secara nasional bukan hanya dilakukan oleh BPJS bisa dibuat seefektif dan seefisien mungkin," paparnya.

Baca Juga: Menkes: Pemerintah Kebobolan di Jalur Laut hingga COVID-19 Melonjak

2. Belanja kesehatan terkonsntrasi di rumah sakit

Suasana RS Darurat COVID-19, Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan analisis Menkes, belanja kesehatan seluruh rakyat Indonesia masih banyak terkonsentrasi di rumah sakit. Menurutnya, belanja di sisi kuratif jauh lebih mahal dan lebih tidak efektif dibandingkan dengan promotif dan preventif.

"Contohnya saat pandemik COVID-19, kalau kita lakukan belanja promotif dan preventif menjaga agar kita tetap sehat, kita cukup beli masker, vitamin C , vitamin D, kalau mau zinc sedikit dan sepatu olahraga, agar hidup kita sehat itu mungkin tidak sampai Rp 1 juta satu bulan," papar Budi. 

"Tapi jika terkena COVID-19 dilakukan tindakan kuratif masuk rumah sakit pakai remdesivir udah puluhan juta, kalau lebih parah lagi butuh gammaraas bisa ratusan juta," sambungnya.

Baca Juga: Menkes Budi Pertanyakan Kualitas Tes PCR Malaysia, Arab, dan UAE 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya