TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Diklaim Bisa Obati COVID-19, Ini Bahaya dan Efek Samping Ivermectin 

Ivermectin untuk indikasi infeksi kecacingan

Obat Ivermectin yang didonasikan ke Kudus untuk mengobati COVID-19 dan telah dapat izin edar BPOM (ANTARA FOTO/Akhmad Nazaruddin Latif)

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengingatkan, obat Ivermectin yang diklaim membantu pemulihan pasien COVID-19 yang sudah disebar di sejumlah daerah, memiliki efek samping.

BPOM menegaskan, obat yang semestinya untuk infeksi cacing itu memiliki potensi antiviral pada uji secara in-vitro di laboratorium.

"Masih diperlukan bukti ilmiah yang lebih meyakinkan terkait keamanan, khasiat, dan efektivitasnya sebagai obat COVID-19 melalui uji klinik lebih lanjut," tegas BPOM dalam siaran tertulis, Jumat (11/6/2021).

Baca Juga: Ivermectin Usulan Moeldoko Diedarkan ke Kudus, Bisakah Obati COVID-19?

1. Ivermectin merupakan obat keras

Klarifikasi bahwa Ivermectin bisa sembuhkan COVID-19 (www.covid19.go.id)

BPOM menerangkan, Ivermectin kaplet 12 miligram yang terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis). Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150 sampai 200 mcg/kg berat badan, dengan pemakaian 1 (satu) tahun sekali.

"Ivermectin merupakan obat keras yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter," tegas BPOM.

Baca Juga: BPOM Setop Lianhua Qingwen Donasi (LQC), Bukan Lianhua Qingwen Capsul

2. Deretan efek samping yang muncul jika Ivermectin digunakan dalam jangka waktu panjang

ilustrasi obat-obatan (IDN Times/Mardya Shakti)

BPOM mengingatkan, Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.

"Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 di Indonesia, akan dilakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dengan melibatkan beberapa rumah sakit," imbuh BPOM.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya