TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Heboh Hujan Es di Yogyakarta, Ini Penjelasan Pakar Klimatologi UGM

Hujan es terjadi di Tugu Kota Yogyakarta dan Turi Sleman

Ilustrasi hujan (IDN Times/Besse Fadhilah)

Jakarta, IDN Times - Kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dihebohkan dengan hujan deras disertai butiran es sebesar biji kelereng pada Rabu, 3 Maret 2021.

Kawasan Tugu Kota Yogyakarta dan Turi Sleman merupakan dua lokasi yang dilanda hujan es pada siang hari. Meski durasi tidak begitu lama, namun fenomena hujan es menarik perhatian warga yang mengabadikan momen jatuhnya butiran es dari langit.

Melihat fenomena langka ini, pakar klimatologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Emilya Nurjani mengatakan, hujan es atau sering disebut hail merupakan hasil dari pembentukan awan Cumulonimbus yang tumbuh vertikal melebihi titik beku air. Awan ini tumbuh di ketinggian sekitar 450 hingga 10.000 mdpl pada saat masa udara dalam kondisi tidak stabil.

“Awan bagian bawah (awan panas) mengandung uap air yang turun sebagai hujan yang kita kenal, sedangkan bagian atas awan (awan dingin) mengandung es. Bagian ini yang jatuh sebagai hail (hujan es) karena suhu udara di permukaan di Yogya dan Turi mendukung kristal es tetap membeku walau ukurannya lebih kecil,” kata Emilya dikutip laman ugm.ac.id, Kamis (4/3/2021).

Baca Juga: BMKG: 10 Provinsi Hujan Lebat Hari Ini, Waspada Banjir Bandang

1. Hail yang jatuh di negara empat musim berukuran besar

Ilustrasi salju Unsplash.com/ Thom Holmes

Di negara-negara empat musim, kata Emilya, hail yang jatuh berukuran besar pada saat musim dingin karena suhu udara di permukaan juga dingin, sehingga hail yang turun tidak mengalami pencairan.

"Penyebabnya kelembapan udara yang tinggi serta massa udara yang tidak stabil dan suhu permukaan bumi yang mendukung," paparnya.

2. Fenomena cuaca di negara tropis mempunyai dampak skala horizontal

Ilustrasi Suasana Hujan (IDN Times/Reza Iqbal Ghifari)

Namun, yang terjadi di negara tropis lebih pada fenomena cuaca mempunyai dampak skala horizontal dan waktu yang berbeda-beda. Emilya menerangkan awan stratus yang tidak tebal dan mengandung air sehingga hujan yang turun durasi pendek, hujan ringan sampai sedang, wilayah yang terdampak sekitar ratusan meter hingga 2 kilometer.

Begitu juga dengan awan Cumulonimbus (Cb), tumbuh vertikal ke atas tetapi tidak lebar, sehingga wilayah terdampak juga tidak luas, tetapi hujannya cukup deras.

“Kemungkinan awan Cb yang di Turi dan di kota berbeda sehingga waktu kejadiannya juga berbeda,” kata Emilya.

Baca Juga: Wajib Tahu! Sains Jawab 8 Pertanyaan tentang Fenomena di Alam Semesta

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya