Jalan Terjal Korban Kekerasan Seksual Cari Keadilan
Kasus kekerasan seksual di KPI jadi bukti
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta IDN TIMES - Pemerhati Isu Gender Kalis Mardiasih mengungkapkan, tidak mudah bagi korban kekerasan seksual saat mencari keadilan di Tanah Air.
Sejumlah hambatan akan dialami korban, hal ini yang saat ini dialami pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang diduga menjadi korban pelecehan seksual selama beberapa tahun di tempat kerjanya.
Kalis mengatakan korban akan sulit mengumpulkan bukti sebab KUHAP menetapkan lima alat bukti yang menyulitkan korban dalam memenuhi syarat pembuktian. Selain itu, korban sering kali mendapatkan stigma dari aparat penegak hukum atas kasus yang dialaminya.
“Jika ada korban perkosaan atau pelecehan seksual ngadu ke aparat penegak hukum yang ditanya pertama kali adalah bukti-buktinya. Ketika yang ditanya bukti jika korban perkosaan mana CD (celana dalam) yang ada bekas sepermanya, padahal gak semua korban perkosaan punya bukti itu," ujarnya dalam diskusi Ngobrol Seru bersama IDN Times bertema Saling Jaga Atas Pelecehan Seksual di Lingkup Kerja, Jumat (11/9/2021) malam.
Baca Juga: Ketua KPI: Saipul Jamil Boleh Tampil di TV untuk Kepentingan Edukasi
1. Stigma membayangi korban pelecehan seksual
Kalis menegaskan respons awal korban perkosaan saat sadar kembali dia merasa jijik, bahkan tidak berharga, ingin segera mandi berkali-kali dan membakar semua pakaian yang dipakai saat kejadian
"Jadi saat ditanya CD yang ada sperma rata-rata mereka tidak punya," kata dia.
Kemudian, Kalis melanjutkan, korban juga mengalami stigma mulai cara berpakaian dan juga pekerjaan korban.
"Ngapain kamu lewat jalan itu sendirian pakai baju gitu, pekerjaan kamu apa? Bahkan pekerjaan aja distigma, misalkan bekerja di industri hiburan dikatakan itu risiko pekerjaan," kata dia.
Baca Juga: Korban Kekerasan Seksual di KPI Dituding Buat Rekayasa