Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas (Unand) Padang Sumatera Barat, Feri Amsari, mengatakan seharusnya hukuman yang dijatuhkan kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari lebih berat karena berstatus sebagai aparat penegak hukum.
"Hakim tidak menilai Pinangki sebagai aparat penegak hukum. Kalau aparat penegak hukum melakukan pidana, itu selalu diperberat karena ketentuan KUHP," kata dia dikutip dari ANTARA, Rabu (16/6/2021).
Baca Juga: Begini Modus Jaksa Pinangki Minta 500 Ribu Dolar AS ke Joko Tjandra
1. Putusan hakim dinilai janggal
Pinangki Sirna Malasari mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9/2020) (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) Dia melihat ada kejanggalan dari putusan hakim yang tidak memperberat malah meringankan hukuman jaksa Pinangki dengan mempertimbangkan status perempuan.
Menurut Feri alasan-alasan yang disampaikan hakim tersebut seolah-olah dicari-cari untuk memotong hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun.
2. Status ibu dijadikan berpotensi memuluskan kejahatan korupsi
Pinangki Sirna Malasari mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9/2020) (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) Kemudian adanya pertimbangan status Pinangki sebagai seorang ibu yang memiliki anak berusia empat tahun dinilai Feri juga tidak linier dengan statusnya sebagai aparat penegak hukum.
Ia mengkhawatirkan jika alasan status sebagai seorang ibu dijadikan pertimbangan maka berpotensi memuluskan kejahatan-kejahatan korupsi di kemudian hari.
3. Tren pengadilan mengurangi masa hukuman koruptor
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Pinangki Sirna Malasari mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9/2020) (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) Oleh sebab itu, yang perlu dilihat dari kasus Pinangki ialah kekuatan atau kewenangan yang dimilikinya yakni sebagai seorang jaksa dan tidak semata-mata hanya karena status perempuan dan seorang ibu.
"Karena itu akan menyampingkan nilai penting atau substansial dari perkara ini," ujarnya.
Dari berbagai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia ada semacam tren pengadilan menjadi jalan pintas untuk mengurangi masa hukuman koruptor. Sehingga ada semacam nuansa peradilan tidak lagi berpihak kepada pemberantasan korupsi dan membenahi aparat hukum yang menyimpang.
Baca Juga: Divonis 10 Tahun Penjara, Jaksa Pinangki Ajukan Banding