TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Iuran BPJS Naik 100 Persen, Diprediksi Akan Banyak Peserta Turun Kelas

Kenaikan iuran BPJS sebesar 100 persen berlaku awal 2020

(Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko 'Jokowi' Widodo telah resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja. Kenaikan iuran sebesar 100 persen itu berlaku awal 2020 mendatang.

Menurut peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teguh Dartanto, kenaikan iuran BPJS ini diperkirakan akan membuat banyak peserta program Jaminan Kesehatan Nasional turun kelas.

1. Kenaikan iuran BPJS akan membuat peserta pindah kelas dari yang lebih tinggi ke kelas lebih rendah

(Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Teguh mengatakan, penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan adanya perpindahan kelas oleh peserta JKN ketika terjadi kenaikan besaran iuran.

"Saya punya data panel orang yang sama, tahun 2015 dibandingkan tahun 2017 itu kelasnya beda-beda semua, rata rata turun kelas karena ada kenaikan iuran," kata Teguh seperti dikutip dari Antara, Rabu (30/10). Pemerintah pada 2016 sempat menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan.

Oleh karena itu Teguh memiliki keyakinan pada saat kenaikan iuran ditetapkan pada Januari 2020 untuk seluruh segmen kepesertaan akan membuat peserta pindah kelas dari yang lebih tinggi ke kelas lebih rendah.

Baca Juga: BPJS Watch Ingatkan PR untuk Jokowi dan Ma'ruf Amin soal JKN

2. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap harus dilanjutkan dan BPJS Kesehatan tidak boleh bangkrut

(Petugas BPJS Kesehatan menunjukan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) online miliknya di kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Selatan) ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Meski demikian, Teguh berpendapat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap harus dilanjutkan dan BPJS Kesehatan tidak boleh bangkrut hanya karena defisit keuangan.

"Intinya adalah kita harus paham bahwa kita gak boleh mundur. Ini adalah sistem yang kita bangun untuk investasi masa depan, mau tidak mau, kita harus pegang ke depan memandangnya sebagai investasi, ada dampak positif jangka panjang dan pendek," kata Teguh.

Dia juga tidak menampik bahwa masih ada tantangan menjalankan program JKN dari sisi keuangan, luasnya kepesertaan, isu pembelian strategis dan isu urun biaya yang masih harus dioptimalkan, dan lainnya.

3. Keberlangsungan program JKN bisa bertahan lama apabila dilakukan upaya promotif dan preventif

(Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Teguh menekankan bahwa keberlangsungan program JKN bisa bertahan lama apabila dilakukan upaya promotif dan preventif untuk mencegah masyarakat jatuh sakit.

Menurut dia tanpa adanya upaya pencegahan penyakit dan edukasi promosi kesehatan kepada masyarakat, jumlah peserta JKN yang sakit akan terus bertambah banyak dan akan terus menerus membebani program JKN.

Hal itu akan berdampak pada terus meningkatnya jumlah iuran dari tahun ke tahun dikarenakan kasus penyakit di masyarakat yang meningkat dan penggunaan fasilitas JKN-KIS yang juga akan melonjak.

"Kesimpulannya adalah keberlanjutan keuangan pada sistem ini tergantung dari promotif dan preventif care," kata Teguh.

Baca Juga: Jokowi Resmi Naikkan Iuran BPJS 100 Persen, Ini Besaran Jumlahnya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya