TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

53 Persen Warga Tak Puas Cara Jokowi Tangani COVID-19, Ini 5 Alasannya

Kebijakan yang tidak konsisten menjadi sorotan utama

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Jakarta, IDN Times - Indo Barometer (IB) mengadakan survei terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap penanganan virus corona atau COVID-19 oleh pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo-Ma’ruf Amin.

Dalam hasil survei yang dirilis, Selasa (26/5), sebagian besar masyarakat yakni 53,8 persen merasa tidak puas dengan kebijakan penanganan wabah COVID-19 oleh pemerintah, sementara 45,9 persen menyatakan puas, dan sisanya 0,3 persen menjawab tidak tahu atau tidak jawab.

Lalu, faktor apa saja yang membuat masyarakat tidak puas dengan penangan wabah virus corona oleh pemerintah?

Baca Juga: Duh! 83 Balita di Jakarta Positif Terjangkit Virus Corona 

1. Masyarakat menilai kebijakan Jokowi tidak konsisten

Dok. Biro Pers Kepresidenan

Hasil survei Indo Barometer menunjukan tingkat ketidakpuasaan tertinggi masyarakat berkaitan dengan kebijakan Presiden Jokowi yang tidak konsisten, yaitu 17,3 persen.

Berdasarkan catatan IDN Times, pemerintah pusat dan pemerintah daerah kerap berbeda dalam menyikapi wabah virus corona. Seperti pada awal pandemik COVID-19 muncul di Indonesia, beberapa daerah menetapkan status lockdown. Padahal, belum ada instruksi dari pemerintah pusat.

Ketidakkompakan juga terjadi antara pemerintahan dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), ketika mengeluarkan surat edaran tentang pembatasan penggunaan moda transportasi untuk mengurangi pergerakan orang dari dan ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) selama masa pandemik virus corona.

Namun tidak berselang lama, muncul keterangan dari Juru Bicara Menko Maritim dan Investasi/Staf Khusus Bidang Kelembagaan dan Media Jodi Mahardi, yang menganulir surat edaran tersebut.

"Surat edaran tersebut bertujuan memberikan rekomendasi kepada daerah apabila sudah dikategorikan sebagai daerah yang diperkenankan untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dapat melakukan pembatasan penggunaan moda transportasi untuk mengurangi pergerakan orang dalam upaya memutus rantai penyebaran COVID-19," tulis Jodi dalam keterangan tertulisnya.

2. Dinilai lambat mendistribusikan bantuan sosial

Mensos Juliari P Batubara cek distribusi Bansos (Dok. Kemensos)

Sebanyak 10,7 persen masyarakat menyatakan tidak puas terhadap pemerintah terkait lambatnya pendistribusian bantuan sosial (bansos) kepada warga terdampak virus corona.

Menteri Sosial Juliari P Batubara pernah mengakui ada keterlambatan distribusi bansos. Alasannya, karena sejumlah kementerian, lembaga, dan pemda juga menyalurkan bantuan tunai kepada masyarakat sehingga aparat menjadi kewalahan.

"Ini memang mengalami kelambatan yang cukup lama. Saya bisa pahami di level bawah itu karena banyak program bansos, apalagi bansos tunai ada yang dari Kemensos, Kemendes, perluasan dari bansos reguler, dari pemprov juga menurunkan bansos, pemkab dan pemkot menurunkan bansos,” kata Juliari saat mengikuti rapat virtual dengan Komisi VIII DPR, Rabu (6/5).

3. Data penerima bantuan dinilai tidak akurat

Mensos Juliari P Batubara cek distribusi Bansos (Dok. Kemensos)

Sebanyak 10,1 persen masyarakat menyoroti tentang bantuan pemerintah yang dinilai tidak tepat sasaran. Hal tersebut diakui oleh pihak Istana melalui Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian. Ia mengakui, data yang digunakan oleh pemerintah adalah data tahun 2015.

Oleh sebab itu, banyak penerima bansos yang justru bukan masyarakat terdampak COVID-19. Bahkan ada yang ditemukan telah meninggal dunia.

Ia meminta Dinas Sosial di daerah untuk melibatkan RT dan RW, guna mendata ulang warganya yang terdampak, sehingga bansos bisa tepat sasaran.

4. Penanganan wabah virus corona secara umum dinilai lambat

warga gang Tegal Wangi jalan Gunung Salak Banjar Tegallantang Klod Desa Padangsambian Klod mengikuti Rapid Test (Dok.IDN Times/Humas Pemkot Denpasar)

Terdapat 10,1 persen masyarakat yang menilai pemerintah secara umum lambat dalam menangani pandemik.

Berdasarkan data yang dihimpun IDN Times, janji pemerintah mengenai target 10 ribu tes virus corona juga belum terealisasi dengan baik. Padahal itu bisa menjadi tolok ukur pemerintah untuk dapat mengantisipasi meluasnya penyebaran virus corona.

Berdasarkan data dari berbagai sumber, jumlah pengujian di Indonesia hanya 65 orang per satu juta penduduk. Jika dibandingkan dengan Jepang, misalnya, yang mempunyai rasio 509 per juta penduduk, rasio Indonesia hanya 10 persen dari Jepang.

Jika angka ini dijadikan patokan bahwa Indonesia baru mendeteksi 10 persen dari kasus yang sebenarnya, maka jumlah kasus terkonfirmasi saat ini mestinya minimum 200 ribu.

Baca Juga: Jokowi Minta Evaluasi Perbandingan Daerah Non-PSBB dan PSBB

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya